"Aku tidak tau harus memulai dari mana." Nirmala menatap pria tersebut dengan ragu. Sementara Erel sebisa mungkin memahami perasaan gadis tersebut.
Mengingat pertemuan sebelumnya mereka gagal menemukan titik temu karena Nirmala memutuskan untuk mundur sebelum menghunuskan pedang. Rasa takutnya menguasai gadis tersebut, dan ia paham akan ketakutan itu.
"Jangan khawatir, luangkan waktu Anda. Ini adalah tempat yang aman dan kami akan melakukannya sesuai keinginan Anda."
"Mungkin sulit untuk lengah, jadi mari kita mulai dengan sesuatu-mendasar: Apa yang mendorong Anda untuk mencari terapis selain kerabat atau teman yang meyakinkan bila ada sesuatu yang salah dengan Anda?"
Nirmala menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya. "Karena aku mudah sekali panik, rasanya seperti aku akan mati saat itu juga. Aku pikir itu hanya hal biasa ketika kau merasa gugup tetapi temanku berkata sebaliknya."
"Aku selalu menormalisasi sesuatu yang sebenarnya tidak baik seperti yang di katakan temanku."
Erel mencatat hal tersebut di notepad.
"Baiklah, apakah kau sering mengalami serangan panik? Taukah bila, pemicu serangan panik tersebut, jika Anda memang sering mengalaminya?"Nirmala mengetuk jarinya di atas kursi sembari menghitung ketukan yang ada di kepalanya sebelum menjawab pertanyaan tersebut. "Aku tak tau apakah aku mendapat serangan panik atau tidak. Tetapi badanku selalu gemetar, mual, pusing, dan rasanya ingin muntah saat itu juga. Aku benar-benar stres jika berada dalam mode itu, tidak ada yang bisa menenangkanku."
Lebih banyak mencoret-coret di notepad. Erel melihat ke arahnya dari buku catatannya."Bagiku, sepertinya Anda sedang mengalami serangan panik, dilihat dari daftar gejalanya. Apakah serangan ini terjadi secara rutin dan sesuai jadwal, ataukah waktu serta frekuensinya tak dapat diprediksi?"
"Terkadang dipicu oleh sesuatu dan terkadang aku menjadi gelisah secara acak, itu terjadi begitu saja."
Note lain di buku catatan, diikuti dengan pandangan lama ke arahnya. Erel sempat terdiam sejenak, ragu untuk langsung melemparkan pertanyaan ini, namun ini adalah bagian dari pekerjaannya.
"Bagaimana Anda menggambarkan masa kecilmu,"
Nirmala menatap Erel tepat di matanya. Tubuhnya kaku, wajahnya datar, tidak ada sebuah keteduhan atapun keanggunan yang selalu ia perlihatkan.
"Hening."
Mencoret-coret catatan, Erel tidak berbicara cukup lama, dia hanya terus menatap gadis di hadapannya dengan ekspresi netral, wajahnya sedikit tidak terbaca. Dan akhirnya, Erel menulis lebih banyak. "Ketika Anda masih kecil, seperti apa hubungan Anda dengan orang tua Anda?"
"Entahlah, ayahku tidak banyak bicara padaku. Dia hanya berbicara denganku ketika kami perlu menghadiri acara formal. Begitupun, kakakku juga."
Mencoret catatan, Eren terlihat sedikit terkejut, informasi baru ini menarik minatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone Daughter
Romance"i came here to become daughter not a bride." Nirmala bahagia atas pernikahan ayah serta ibu tirinya, tetapi ia benci keluarga barunya. Lebih tepatnya, posisi-dirinya sebagai seorang anak perempuan yang tidaklah menguntungkan. Desmond Soren Damétra...