5. COKELAT

22 6 0
                                    

'Cokelatnya manis yah, apalagi dimakan sama sih manis, pasti tambah manis.'

***
Malam ini aku baru saja selesai mengetik bab 15-16, kemudian aku mematikan laptop dan menyandar di kursi sambil membuka gawai. Selanjutnya aku membuka aplikasi WhatsApp dengan ngemil chiki kentang dan meminum sebotol teh.

[Malam Rin, ceritanya sudah selesai belum?] pesan Glecia, seorang editor dari penerbit mayor yang bekerja sama denganku.

[Iya, ini baru saja selesai Gle. Nanti aku kirim bab 15-16,] balas ku.

[Ok, buruan yah Rin. Soalnya aku sudah ngantuk berat nih.]

[Siap.] Aku bergegas membuka laptop, lalu mengirim berkas lewat email penerbit yang telah tersedia. Selepas mengirim, kini akhirnya aku bisa tidur nyenyak.

Aku langsung berbaring di ranjang, lalu aku membuka WhatsApp dengan melihat story orang satu per satu, saat membuka story milik Ade, aku jadi penasaran dengan isinya.

[Mas, ini apa maksudnya?] tanya ku.

[Oalah Dek Rin, sudah kelar yah nulisnya. Oh, ini mas lagi ada kejadian tadi di jalan. Tapi, Dek Rin nggak usah khawatir. Mas, baik-baik saja kok,] balas Ade.

[Oh, syukurlah kalau mas baik-baik saja, kalau ada kenapa-napa kabarin aku yah, mas.]

[Iya, dek. Terimakasih.]

"Sialan, kena aku jadi khawatir begini. Apa aku terkena magis lagi," ucap ku.

[Dek, besok pagi pergi sama siapa? Boleh nggak mas jemput?] tanya Ade.

[Aa—nggak ada sih mas. Aku biasanya naik ojek online. Emm ... boleh, tapi nggak bayar kan,] balas ku.

[Oh bagus kalau begitu. Heh, kok malah bayar sih, dek kira mas ojek gitu, jahat.]

[Hahaha ... bercanda mas, sifat mas di wa dan ketemuan langsung beda banget yah. Adek, takut kalau yang chat ini bukan mas.]

[Heh, apa maksud kamu sayang? Bentar mas kirim foto dulu, biar kamu tahu kalau aku ini mas beneran.] Ade mengirim foto dengan telanjang setengah dada, sambil menampilkan otot-otot roti di hadapan kaca.

[Aww. Mas, sekarang lagi ada di mana?]

[Mas, lagi gym. Ini ada Pak Kepsek juga.]

[Pak Sabar, nggak ikut yah mas?]

[Sabar. Emm, nggak ada dek. Emang, kenapa kamu nanya begituan?]

[Enggak apa-apa, mas. Adek pikir kalian kompak gitu bertiga.]

[Nggak ada, dek. Sabar mah, orangnya jarang bergaul sama kami. Tapi, heran aja dia tiba-tiba hampiri kami. Jangan bilang Dek Rin, dekat juga sama Pak Sabar.]

[Astaga, jangan fitnah mas. Kan yang dekat sama Dedek cuman mas doang, kalau Pak Sabar hanya sekedar nyapa, bukan berarti Dedek suka.]

[Ya sudah kalau begitu, maafkan aku yah sayang. Sudah yah, mas mau pulang nih sama Pak Kepsek, dek buruan tidur dan jangan bergadang, nanti besok lanjut kerja lagi.]

[Iya, mas. Malam.]

[Malam, juga sayang.]

Aku kebingungan lama-kelamaan Ade pun mengeluarkan sifat aslinya karena cemburu, berarti dia benar-benar percaya dan sayang padaku. Aku harus, cari tahu lebih banyak tentang Ade. Selepas chatan aku pun sedikit mengantuk, lalu tidur di atas ranjang hingga menanti besok pagi.

***
Besok paginya kini aku bangun pukul enam pagi, aku langsung membereskan ranjang dan menyiapkan pakaian untuk mengajar, hari ini aku memakai baju batik dan rok cokelat. Selanjutnya aku berjalan menuju bak mandi dengan membersihkan seluruh tubuhku sampai bersih dan tidak lupa memakai wangi-wangian, sebab Ade mau menjemput ku.

Setelah memakai pakaian yang rapi, aku segera memasak mie sayur dan telur goreng untuk sarapan pagi dengan mengisi perut yang kosong. Tak lama kemudian, aku malah mendapat panggilan.

"Hallo dek, mas sudah di depan nih. Kamu sudah siap belum?" panggil Ade.

"Hallo juga, mas. Ini aku baru saja selesai sarapan," balas ku.

"Oalah, maaf kalau ganggu waktu sarapan nya. Ya sudah, mas tunggu di sini yah."

"Iya, mas." Aku bergegas memakai kaos kaki, lalu sambung memakai sepatu, kemudian berjalan ke luar sambil membawa tas dan menggunakan kacamata hitam.

Saat aku keluar dan bertemu dengan Ade, Ade malah kagum melihat ku sebab sedikit berbeda dari hari kemarin.

"Wah, kau makin cantik saja dek," sapa Ade.

"Hahaha ... aku hanya biasa-biasa aja mas, ini pakai kacamata soalnya semalam bergadang sedikit jadi ditutupi biar nggak kelihatan mata pandanya," balas ku.

"Emm ... baru sehari pacaran, sudah mulai kelihatan sifatnya, ya sudah, kita jalan yuk, bentar lagi sekolah mau masuk," ajak Ade.

"Iya mas." Aku bergegas naik dan duduk miring di belakang sebab menahan rok, sambil berpegangan sedikit.

"Mas, jalannya pelan-pelan aja," ucap ku.

"Iya, dek." Usai saling mengobrol, Ade pun mengendarai motor dengan menuju ke SMK Harapan Bangsa.

Dua puluh menit kemudian, kini kami telah sampai di SMK Harapan Bangsa. Ade segera memarkirkan di parkiran guru, lalu Wawan menyusul di belakang dengan mengendarai mobil Daihatsu Ayla berwarna biru, sedangkan Sabar menunggu di depan kantor sambil memperhatikan kami bertiga. Kini kami turun bersamaan dan berjalan menuju depan kantor untuk mengabsen.

"Selamat pagi, Pak Sabar," sapa ku.

"Selamat pagi juga, Bu Rinda," balas Sabar.

Sedangkan Ade kini diam saja, lalu Sabar menyapa Wawan.

"Selamat pagi, pak kepsek," sapa Sabar.

"Pagi juga, Sabar. Kamu sudah berapa lama ada di sini?" tanya Wawan.

"Lima menit yang lalu, pak," balas Sabar.

Wawan pun mengangguk, setelah Wawan dan Ade mengabsen. Sabar datang menghampiri ku.

"Rin, nanti siang kita jalan yah," ucap Sabar.

"Jalan ke mana, Pak Sabar?" tanya ku.

"Kita pergi ke mall," balas Sabar.

"Maafkan aku, pak. Siang ini, aku ada kerja sampingan. Mungkin kalau aku ada waktu kosong, baru bisa jalan bareng sama bapak. Aku izin dulu masuk yah, pak. Soalnya bentar lagi jam mau masuk." Aku menolak secara halus.

"Emm ... baiklah." Sabar sedikit kecewa.

Aku tidak mengerti mengapa Sabar sangat peduli padaku, apa jangan-jangan ia suka padaku. Namun, aku tidak bisa juga selingkuh pada Ade, sebab aku sudah percaya  pada Ade meskipun masih putih abu-abu.

Selama aku duduk di kursi, kini Ade meletakan cokelat Silverqueen pada meja ku.

'Cokelatnya manis yah, apalagi dimakan sama sih manis, pasti tambah manis.' Sebuah pesan kertas yang menempel di atas cokelat.

Kemudian, aku bangkit dari meja, lalu langsung mencari Ade. Ternyata Ade sudah pergi duluan menuju kelas 10 untuk mengajar seni budaya.

"Yah, ternyata Mas Ade romantis juga yah. Aku jadi tambah suka padanya," ucap ku.

Tak lama, Wawan datang menghampiri meja ku sambil membuat heboh pada ku.

"Cie, ada yang lagi dikasih cokelat nih, ditambah kata-kata puitisnya bikin aku makin baper. Apalagi doinya hanya senyum-senyum aja," goda Wawan.

"Ih—apasih Pak Kepsek, ini cuman kebetulan doang kok. Aku nggak tau, kalau Pak Ade mau beri cokelat pada ku," balas ku.

"Hahaha ... ternyata kau cukup gemas seperti istriku, ya sudah tetap semangat yah Rinda buat dapati Ade."

Aku diam saja dengan memasang wajah yang kesal, lalu aku bergegas pergi menuju kelas 11 B untuk mengajar seni budaya, sambil membawa tas dan buku cetak seni budaya.

Pacarku Bujangan Tua [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang