6. MEMBANDINGKAN

19 6 0
                                    

'Fyuhh, ada-ada saja semua murid di sini. Emang iya kalau aku secantik itu, padahal dua tahun kemarin nggak ada yang berani dekati ku, malah ada anak lain nan bosan dengan mata pelajaran ku,'

***
Saat aku berjalan menuju kelas 11B dengan melewati koridor, tiba-tiba bel berbunyi tiga kali menandakan kelas sudah masuk. Kemudian, Sabar datang memanggil ku.

"Bu Rinda?" panggil Sabar.

Aku berhenti lalu berbalik badan. "Iya pak, ada apa yah?" tanya ku.

"Ibu Rinda, mau ngajar di mana?" tanya Sabar.

"Oh saya ngajar di kelas 11B, pak," balas ku.

"Emm  ... begitu, kalau saya ngajar di kelas 11 H, jadi cukup jauh kalau mau ketemu. Oh iya, Bu. Nanti siang makan bareng lagi yah di tempat Pak Satria," ajak Sabar.

"Oh iya, pak," balas ku yang menerima apa aja yang diinginkan oleh Sabar, lagi pun aku harus menjadi orang baik dan netral selama bekerja.

Sabar mengangguk sambil tersenyum, usai mengobrol kami berdua berjalan menuju kelas masing-masing. Aku berjalan menuju kelas 11B sambil membawa buku cetak dan mengandeng tas seperti cara kemarin.

"Selamat pagi anak-anak, perkenalkan nama Ibu Rinda Putri Ayu, atau bisa dipanggil dengan Bu Ririn. Baiklah, sebelum memulai alangkah baiknya kita berdoa dengan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai," sapa ku, lalu menyuruh anak-anak berdoa.

Semua murid menuduh dan patuh dengan perkataan ku. "Berdoa selesai."

Semua murid pun berdiri tegap. "Wee, ternyata betul lah apa yang dikatakan oleh Iqbal, kalau Bu Ririn ini benar-benar cantik," bisik anak murid cowok pertama.

"Ehem ... ok di kelas ini masuk semua kah?" tanya ku.

"Iya, Bu. Sudah masuk semua, soalnya kami penasaran sama ibu guru baru di sini. Btw, ibu tinggal di mana?" tanya murid cowok kedua.

"Wah, kalian 11 12 dengan kelas 11A ternyata. Ibu tinggal Jakarta, sekarang lagi ngkos di Bandung. Baik, apakah ada lagi yang ingin ditanyakan?"

"Bu, sudah married?" tanya murid cowok pertama dengan menanyakan tentang personal.

"Kalau soal itu, privasi yah nak. Ya sudah kita lanjut belajar nya, takut banyak makan waktu dan guru pelajaran lainnya. Ok, apakah di sini ada sekretaris?"

"Saya, Bu." Seorang anak cewek berjilbab putih datang mengangkat tangan.

"Sini, nak. Maju ke depan," ajakku.

Anak cewek itu pun maju. "Oh iya, nama mu siapa nak? Terus kalian belajar seni budaya sudah sampai mana?"

"Nama ku Riska, Bu. Kami belajar dari halaman sebelas, kemarin meringkas doang."

"Oh ya sudah, berarti hampir sama kayak materi kelas 11A. Tolong tulis soal ini dari halaman 12-14 yah, satu sampai lima belas soal," suruh ku.

"Baiklah, Bu."

Selama Riska sibuk mengisi soal, tiba-tiba aku menerima pesan dari Ade.

[Dek, istirahat nanti, kita makan bakso lagi yah di tempat Pak Satria, maklum tempat jajan cuman satu doang. Kalau mau makan diluar lingkungan SMK Harapan Bangsa nanti, malah di skors. Soalnya Pak Ketot yang mewaspadai kita.] Pesan Ade.

[Iya, mas. Aku mengerti kok. Mas, soal cokelat pagi tadi, makasih yah,] balas ku.

[Iya sayang, cokelatnya di makan yah. Kalau nggak di makan, nanti nggak manis lagi.]

[Siap mas, lagi pun aku suka juga cokelat.]

[Bagus kalau begitu, besok mas kasih sekotak.]

[Heh. Kebanyakan mas.]

[Gak pa-pa, sayang. Sudah yah, mas mau ngajar lagi.]

[Ok, mas.]

Selepas chatan dengan Ade, aku lanjut menyantap cokelat. Kini semua murid cowok banyak memperhatikan ku, sedangkan murid cewek fokus membuat soal.

"Hei, kalian kenapa memperhatikan ibu? Emang kalian nggak kerjakan tugas di papan?" tanya ku.

"Eh, maaf Bu. Lagian Bu Ririn cantik, jadi  kami fokus sama ibu," balas murid cowok pertama.

"Haduh. Ya sudah buruan kerjakan tugas sekarang, kalau nggak ngerjain tugas, ibu hukum."

"Aku maunya dihukum aja, Bu. Mau sampai biru juga aku tetap menahan nya," ucap murid cowok pertama yang berusaha menggodaku.

"Ibu lapor ke kepsek, kalau kalian nggak berhenti menggoda ibu!" Ancam ku.

"Heh, iya Bu."

'Fyuhh, ada-ada saja semua murid di sini. Emang iya kalau aku secantik itu, padahal dua tahun kemarin nggak ada yang berani dekati ku, malah ada anak lain nan bosan dengan mata pelajaran ku,' batin ku, dengan membandingkan anak SMK dan SD.

Sepuluh menit berlalu, kini semua murid mengumpulkan tugas nya satu per satu di meja ku.

"Wah, kalian kok cepat banget ngerjain tugasnya, nak?" heran ku.

"Soalnya gampang, Bu," balas murid cowok pertama.

"Ibu, jadi penasaran soal kamu nak. Nama mu siapa sih? Kayaknya di kelas ini, paling aktif kamu," tanya ku.

"Nama ku Renda, Bu. Emang ibu mau apa? Ngedate?"

"Heh. Ibu cuman mau nanya aja. Ish, ibu sudah punya suami. Maaf yah."

"Oalah, gak pa-pa deh. Yang penting bisa lihat wajah ibu setiap saat, andai aja belajar seni budaya setiap hari."

Aku mengangguk dan tersenyum, lalu aku lanjut mengoreksi semua jawaban murid kelas 11B. Dari jumlah 31 murid, rata-rata mereka mendapatkan nilai sembilan. Aku cukup senang, tapi soal murid di kelas ku malah kesulitan.

Selepas mengoreksi semua jawaban, tiba-tiba aku bel sekolah berbunyi tiga kali menandakan kelas sudah berakhir dan berganti jam pelajaran kedua.

"Ya sudah, ibu izin tinggal kelas yah. Kalau ada kata salah ibu minta maaf, sampai jumpa jam pelajaran di hari selanjutnya anak-anak," ucap ku.

"Iya, Bu," balas murid.

Usai mengajar kelas 11B, aku bergegas pergi ke kantor. Saat tiba di kantor, aku malah berpapasan dengan wakil kepala sekolah.

"Maaf pak, nggak lihat," ucap ku.

"Iya, nggak pa-pa. Ibu, guru baru yah?" tanya Edy Kusnanto.

"Iya pak, saya ngajar seni budaya kelas 11 sama wali kelas 11J, kalau bapak sendiri, guru apa?"

"Oalah, jadi walikelas juga yah. Hehe ... saya wakil kepala sekolah, Bu. Sudah married bu?"

"Oh bapak, wakil kepala sekolah. Belum pak, tapi aku sudah punya pacar, baru dua hari kenalan. Kalau bapak sudah punya anak berapa?"

"Oh, sudah punya pacar. Saya sudah punya anak empat, sama satu cucu. Saya duda ditinggal istri."

Aku mengangguk sambil mendengarkan ucapan Edy, tidak lama Wawan datang memanggil Edy.

"Pak Edy?" panggil Wawan.

"Iya, pak. Ada apa?" balas Edy.

"Aku mau minta tolong, pak."

Aku cukup lega ketika tidak berhadapan dengan Pak Edy, mengapa semua cowok mau datang menggodaku. Jangankan guru, wakasek sama murid cowok banyak menghampiri ku, hingga membuatku sedikit gelisah.

"Ya Tuhan, tolong beri aku kesabaran lagi dalam dunia lingkungan kerja ini, dan beri kekuatan untukku. Aku cukup lelah, aku ingin menjadi guru yang baik," batin ku.

Saat duduk di meja, aku malah dapat jadwal lagi dengan mengajar kelas 11I, kemudian aku bergegas keluar sambil membawa tas dan buku cetak seni budaya.

Pacarku Bujangan Tua [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang