10. KELUARGA ADE

12 6 0
                                    

"Mau kecil atau dewasa, tidak ada hubungannya dengan umur. Jodoh itu diciptakan dari hati dan kasih sayang."

***
Tiga puluh menit berlalu, kami berdua singgah membeli makanan. Namun, aku malah merasa pusing sebab tidak makan sama sekali.

"Dedek, kenapa?" tanya Ade.

"Aku sakit kepala, mas. Kayaknya nih perut belum diisi," balas ku.

"Oalah, jadi adek lapar. Ya sudah kita beli bakso yah. Sorry yah sayang, sebab tak peka, maklum soalnya mas baru pertama kali kencan sama wanita, selama ini aku selalu gagal."

"Iya mas, tidak apa-apa. Lagi pun aku sudah tahu dengan masa lalu mas, Aida yang sudah ceritakan semua. Kali ini, mas tidak akan gagal lagi."

"Waduh, terbongkar deh. Emang istri Pak Kepsek suka sekali membongkar kehidupan ku. Iya sayang, makasih yah sudah percaya dan menemani ku. Ya sudah kita beli bakso yah, nanti lanjut ke rumah mas."

Aku mengangguk, lalu kami berdua singgah ke angkringan dengan membeli bakso dan teh hangat. Kini kami makan berdua sambil memandangi lapangan basket, ditambah ada beberapa pemuda yang sedang bermain basket.

"Mas, sering yah makan di sini?" tanya ku.

"Iya, mas sering datang ke sini. Nemani Pak Kepsek sama istrinya, sekalian cari pendamping untuk mas, ternyata tidak ada beruntung sama sekali," balas Ade.

"Emm ... aku jadi kasian sama Mas Ade, sekarang mas nggak usah sedih lagi yah, aku akan selalu berada di samping mas."

"Makasih yah, sayang."

Setelah menyantap bakso, kami berdua sudah kekenyangan. Kemudian lanjut perjalanan menuju rumah Ade. Beberapa menit berlalu, kami telah sampai. Kini rumah Ade cukup besar dan asri, di sebelah kanan melihat kolam biru yang besar, sebelah kiri dipenuhi bunga warna-warni, berbanding dengan lingkungan rumahku yang cukup sederhana. Ayahku hanya bekerja sebagai bapak toko dan ibuku hanya ibu rumah tangga, tapi aku, kakak dan adik sudah berhasil semua. Kakak yang bekerja di BUMN, aku bekerja sebagai ASN guru dan adik menjadi taruna berkat beasiswa serta belajar kami yang semakin meningkat.

Selepas memandang lingkungan rumah Ade,  kami memarkirkan motor di depan garasi. Lalu Ade melepaskan dua kancing kerah baju nya.

"Duh gerah, ya sudah dek. Ayo kita masuk mama, papa sama adek lagi ngumpul di ruang keluarga jam segini," ajak Ade.

"Iya, mas," balas ku. Kemudian kami berdua masuk bersamaan ke dalam rumah.

"Dedek, mau kopi atau teh?" tanya Ade.

"Aku, mau teh aja, mas," balas ku.

Selepas keberangkatan Ade, aku berjalan dengan melihat beberapa foto di ruang tamu tersebut. Tak lama, Ade bersama ketiga keluarga nya datang menghampiri ku. Aku mendadak malu.

"Eh ibu, bapak. Iqbal, kok bisa ada di sini?" sapa ku, lalu heran melihat Iqbal. Kini aku bergegas menyalimi mama dan bapak Ade, kemudian aku menyalimi Iqbal.

"Jadi ini pacar mu, Ade. Gelis pisan, siapa namanya nak?" tanya Mama Ade.

"Emm ... nama saya Rinda, Bu. Iya saya pacarnya Mas Ade," balas ku.

Kini Ade diam saja sambil tersenyum dan meletakkan teh di atas meja, sedangkan Iqbal kaget, ternyata guru yang ia sukai adalah calon kakak iparnya.

"Nak Rinda, tinggal di mana?" tanya Papa Ade.

"Saya, tinggal di Jakarta Utara, pak," balas ku.

"Haduh, pantes gelis pisan, neng. Ternyata orang Jakarta, hebat kamu Ade sudah bisa cari menantu dari kota besar," tambah Mama Ade.

"Iya Bu, saya juga beruntung bisa bertemu Mas Ade yang tampan itu. Eh, ternyata bapak dan ibu juga cakep pisan."

"Ibu, senang kalau kamu suka. Oh iya, neng bisa masak? Terus kapan atuh mau nikahin anak saya?" tanya Mama Ade.

"Bisa Bu. Emm ... kemungkinan, pacaran dulu Bu soalnya adalah masalah kerajaan yang harus diselesaikan. Nanti kalau sudah selesai, baru direncanakan. Ditambah aku belum kenali Mas Ade, sama ayah dan ibu di Jakarta," balas ku.

"Oh begitu, kirain sekarang. Soalnya ibu kepengen punya cucu, teman-teman ibu yang seumur sudah punya satu atau dua cucu."

Aku hanya diam dan sambil tersenyum. Kemudian bapak datang berbisik pada Ade.

"Ade, kamu ketemu Nak Rinda di mana? Gelis pisan uyt, mirip kayak mama kamu masih muda," tanya bapak.

"Di sekolah pak, kan kemarin Ade sudah ceritain," balas Ade.

***
"Oh iya, neng. Sekarang kamu tinggal di mana? Kamu pulang-pergi atau ngkoss?" tanya Mama Ade.

"Saya ngkoss di Bandung, Bu. Jadi jarak ngkos ke SMK Harapan Bangsa cukup dekat untuk ke sana, kalau pulang-pergi ke Jakarta kan jauh juga," balas ku.

"Oalah, perbulan bayar berapa nak?"

"800 ribu, Bu. Belum makan sama minum paling habis 500 ribu. Naik ojek online 300 ribu."

"Oh, nggak sampai 2 juta yah nak, ya sudah nanti ibu bantu sama Nak Ade ngasih uang pada mu 2 juta."

"Eh, nggak usah Bu. Aku bisa kok ngurus kehidupan sendiri, selain mengajar aku ada kerjaan freelance buat nambah-nambah penghasilan."

"Nggak pa-pa, nak. Kan bentar lagi, kamu bakalan jadi calon menantu ibu. Ini aja Ade, tiap Minggu selalu dapat uang berkat konten musisinya sama Nak Wawan di YouTube."

"Duh, jadi nggak enak, Bu. Tapi, terimakasih banyak sudah membantu."

Kini Mama Ade hanya mengangguk dan datang mengelus ku, lalu ia membelai rambut ku. "Nak, kamu agama nya apa?"

"Saya Katholik, Bu."

"Oh syukur kalau begitu, ibu senang dengarnya. Soalnya kami sekeluarga kristen protestan."

"Iya, Bu."

Usai mengobrol berdua, kini Iqbal mengobrol berdua dengan Ade. "Kakak, kenapa merebut guru favorit ku, harusnya aku yang bisa mengejar Bu Rinda, aku nggak rela mau jadi adik ipar, intinya Bu Rinda harus jadi calon istri ku."

"Kamu itu masih kecil, Bal. Ditambah kamu juga sudah banyak cewek, ya kali mau sama ibu guru. Emang, kamu mau kasih makan apa sama kakak ipar mu."

"Mau kecil atau dewasa, tidak ada hubungannya kak dengan umur. Jodoh itu diciptakan dari hati dan kasih sayang."

"Sudah nggak usah paling puitis, belajar dulu yang benar. Masih kecil mau pacaran mana pakai nikahan segala, sukses dulu sama pendidikan dan karir, baru hidupi anak orang!"

"Ih—kakak ngeselin dah. Gimana sih agar cepat jadi orang dewasa. Aku malas sekolah, maunya kerja langsung, terus nikahin Bu Rinda."

Satu jam berlalu, aku sudah banyak mengobrol dan mendekatkan diri pada keluarga Ade. Lalu, aku menghampiri Ade.

"Mas, pulang yuk. Aku dah ngantuk, ini Mbak Uni sudah chat pada ku," ajak ku.

"Iya sayang, ayo kita pulang. Ma, pa. Aku mau anterin Rinda pulang yah," balas ku, lalu mengalihkan pertanyaan.

"Iya nak, hati-hati di jalan."

Selesai pamit dan menyalimi kedua orang tua Ade, kini kami berdua pulang menuju kosan Mbak Uni.

To be continued.

Pacarku Bujangan Tua [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang