Bab 0.3

531 94 5
                                    

Bab 0.3 



Malam ini, Gigih kembali ke kampus untuk mengikuti rapat panitia Temu akrab. Namun, kesibukan dan kemacetan membuatnya terlambat datang, dan ia menyadari rapat telah usai ketika melangkah memasuki gedung yang terdapat semua ruangan bagi himpunan mahasiswa setiap fakultas. Gigih menyapa beberapa orang yang dikenalnya hingga langkahnya terhenti ketika melihat wajah akrab di ingatannya.

"Lho, Ci! Ngapain di sini malam-malam gini?" tanya Gigih ketika hendak berbelok menuju ruangan fakultasnya. "Kamu jadi panitia TA?" ucap Gigih dengan penuh tanda tanya. Pasalnya, ketika pembentukan panita beberapa minggu lalu, Gigih tidak melihat melihat Yanti berada di antara mahasiswa semester tiga di sana.

"Lho, Mas Gigih kok di sini? Panitia juga?" Gigih menggeleng menjawabnya. "Lha terus?"

"Aku cuma bantuin panitia aja, Ci. Dari dulu selalu jadi semacam panitia bayangan, gitu, lah! Kamu panitia?" tanyanya kembali.

Yanti sesekali menoleh ke belakangnya dan mengedikkan pundak. "Iya, Mas," jawabnya dengan helaan panjang. "Terpaksa ini. Aku dijebak sama mereka." Gigih melihat tiga orang yang Yanti tunjuk. Ketiga orang yang pernah di lihatnya bersama Yanti di kantin. "Mereka bertiga lagi mau PDKT sama anak semester satu, dan aku harus jadi pendamping mereka." Wajah masam Yanti membuatnya harus menahan tawa. Perempuan yang malam itu terlihat lelah, sesekali menoleh ke arah teman-temannya.

"Ini semua gara-gara teman yang tidak bertanggung jawab. Narik aku jadi bagian dari TA, padahal aku males banget harus tidur di luar gitu!" gerutunya tanpa mempedulikan tiga pasang mata yang memandang Yanti sambil menahan tawa di bibir mereka.

"Aku itu males harus ikutan kegiatan gitu itu. Bukan karena aku takut kukuku rusak atau apa, ya. Aku cuma enggak suka karena urusan kamar mandi aja." Yanti terdiam sesaat. "Ada kamar mandi, sih. Tapi tempatnya kan kepisah. Gimana kalau tengah malam aku harus ke kamar mandi? Enggak mungkin panitia yang lainnya mau nemenin aku. Mereka semua kan sensi, gara-gara cowok gebetan mereka nggelibet deket aku semua. Mereka enggak tahu apa kalau cowok-cowok yang mereka taksir itu memiliki tingkat menjengkelkan terlalu tinggi sampai enggak semua orang bisa ngerti itu." Yanti mengomel panjang lebar dan tak ada satu suarapun yang menyelanya. Membiarkannya menumpahkan semua kejengkelannya.

Tiga orang terlihat terbiasa mendengar kecerewetan Yanti, berbeda dengan Gigih yang saat ini memandangnya dengan takjub. Seakan-akan menemukan sesuatu yang tak pernah di sangkanya selama ini. Hingga Yanti menoleh dan mendapatinya keheranan. "Kenapa, Mas? Enggak pernah lihat cewek ngomel!" tanyanya ketus. Gigih masih diam tanpa kata. "Giliran siapa anter aku?!" tanya Yanti terlihat tak ingin memperpanjang kecanggungan antara mereka berdua.

"Aku yang anter, boleh?" Saat ini, bukan hanya mata Yanti yang melotot mendengar jawabannya. Ketiga pasang mata yang beberapa saat lalu tertuju pada ponsel mereka masing-masing, kini mengarah pada Gigih dengan curiga.

"Ayo cepetan! Giliran siapa anter aku pulang malam ini?!" teriakan Yanti membuatnya terkejut.

"Bukannya pulang sama aku," ucapnya lagi mengambil kesempatan yang tiba-tiba hadir di depan mata. Namun, mata membelalak Yanti membuatnya ragu.

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang