Bab 13

263 62 4
                                    


Bab 13


Proyek renovasi rumah Yanti dimulai setelah desain Wisnu disetujui minggu lalu. Pagi ini adalah hari pertama dari tiga bulan yang Gigih rencanakan untuk menyelesaikan bangunan satu lantai tersebut, seiring dengan keinginannya membuat Yanti jatuh cinta kembali. Enam bulan, dan aku bisa menyebutmu milikku, Ci! Gigih mengulum senyum sambil mengamati persiapan semua anak buahnya.

"Aku enggak nyangka kalau tugas seorang Gigih Irawan berdiri ganteng sambil senyum-senyum enggak jelas gini kalau di proyek!" Gigih menolehkan kepala dan pandangannya bertemu dengan perempuan cantik yang menatapnya dengan senyum di bibir. "Nah, kan, senyum lagi," kata Yanti menunjuk bibirnya yang tak bisa berhenti tersenyum.

"Jadi ... aku ganteng," katanya menaik turunkan alis mata sebelah kanannya. Tangan terlipat di dada, dengan pandangan lurus tepat ke mata sipit Yanti. Gigih bisa melihat efek dari tatapan tajamnya, karena semu merah di pipi yang ingin dibelainya saat ini terlihat jelas.

"Masih pagi. Kerja, sana!" perintah Yanti menolak untuk menatapnya lebih lama lagi meski pundak keduanya hanya berjarak beberapa centi. Perempuan di sampingnya memilih untuk menatap kegiatan pembongkaran yang tengah berlangsung. "Ganggu tetangga sebelah enggak, Mas?" tanya Yanti setelah beberapa saat terdiam.

"Tenang, urusanku itu." Gigih sudah mendatangi rumah yang terletak tepat di samping kiri dan kanan rumah Yanti. Ia bahkan tidak mengoreksi ketika mereka menyebutnya sebagai pemilik atau suami perempuan yang berdiri di sampingnya saat ini. "Nyonya bisa tenang dan nikmati proses renovasi." Ia bisa merasakan lirikan yang Yanti berikan tapi Gigih memutuskan untuk tidak memperhatiknnya. Saat ini, ia terlalu sibuk merasakan kebahagiaan karena bisa kembali melihat wajah yang kerap muncul di mimpinya hampir setiap malam.

"Besok aku janjian sama Putra, mau ikut," ajaknya tanpa menoleh ke arah Yanti, tapi dari ujung mata, Gigih bisa melihat tubuh mungil itu tersentak. "Kenapa? Kok kaget gitu?"

Gigih bersyukur tak seorang pun yang mengetahui sekencang apa degup jantungnya saat ini ketika merasakan tarikan di lengan kanannya. Yanti yang menatapnya dengan mata membelalak menyambutnya ketika Gigih menolehkan kepala. "Lha, kenapa kaget gitu?"

"Lha kamu ngapain ngajak aku ketemuan sama Mas Putra?!" Tinggi badan Yanti yang hanya sampai setinggi dagunya membuat perempuan itu harus mendongak untuk berbicara padanya. Namun, itu justru membuat Gigih bisa lebih dekat memandang mata sipit yang selalu menghantuinya. "Misiku mencari informasi kan harus dilakukan diam-diam. Masa iya aku ikut terus tanya sama Mas Putra semua yang pengen Dara ketahui. Malu, kan!"

Gigih harus menahan diri untuk tidak menunduk dan menyapukan bibir di puncak kepala Yanti saat ini. Ia memasukkan tangan ke dalam saku, menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambut panjang Yanti. Pagi ini, Gigih harus mengeratkan pertahanan diri sebelum melakukan sesuatu yang akan disesalinya di masa depan.

"Ci, aku cuma nanya, kamu mau ikut, enggak. Enggak harus ngobrol tentang Dara, kan." Kini wajah terkejut itu membuat Gigih semakin bingung. Keningnya mengernyit tak tahu kesalahannya. "Aku salah ngomong?" tanyanya dengan sabar. Namun, ketika gelengan kepala ia dapatkan, Gigih menjadi semakin bingung, karena sikap yang ia dapatkan menunjukkan sebaliknya. Wajah cemberut yang terlihat siap meledak membuat Gigih menutup erat bibirnya.

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang