Bab 3

289 71 5
                                    

Bab 3

Sore itu, di bagian lain kota Surabaya, Yanti meraba dada sebelah kiri dan merasakan detak jantung yang masih tak beraturan. Gerakan tangannya terhenti ketika perintah Dara terdengar dari balik tubuhnya. “Cerita. Sekarang!” Dara melipat tangan di depan dada menanti Yanti memulai ceritanya. “Dan jangan berpikir untuk ngurangin, nutupi atau bahkan ngelak untuk cerita. Karena aku butuh semuanya, setiap detail antara kamu dan Mas Gigih!”

Detak jantung yang masih belum juga normal semenjak melihat wajah dari masa lalunya, membuat Yanti tak tahu harus memulai cerita dari mana. Gigih sudah menjadi bagian dari cerita masa lalunya. Namun, pertemuan beberapa saat lalu membuatnya terguncang meski ia berusaha untuk menutupi. Detak jantungnya semakin tak beraturan seiring langkah kakinya mendekati pria dengan senyum tertuju padanya. Ia bisa merasakan sorot mata tajam Gigih di balik kaca mata hitamnya dan Yanti tak menampik wajah yang sesekali muncul di dalam mimpinya tersebut terlihat semakin menarik.

Yanti menghela napas panjang dan mengubah arah duduk. Sesekali melirik sekeliling kafe yang terlihat ramai sambil mengatur napas mencoba untuk menyusun kata. Ia tak ingin terdengar seperti perempuan menyedihkan yang masih bisa mengingat masa lalunya. Yanti tak mau menjadi seseorang yang terdengar menyimpan amarah. “Aku enggak tahu kalau kenal Mas Gigih, Ti?” Yanti mengedikkan pundak tak tahu harus menjawab apa ketika suara Dara membuyarkan lamunannya.

“Aku juga enggak tahu kalau kamu kenal Mas Gigih.” Meriah gelas kopi yang masih terasa hangat berhasil meredakan gugup di hatinya. “Kamu juga enggak pernah cerita, kan.”

“Jangan ngalihin topik pembicaraan, kamu berhutang cerita!” Menyadari tak bisa menahan keinginan Dara, Yanti menghela napas panjang dan memulai ceritanya.

Yanti harus menyiapkan hati untuk membuka kembali kenangan yang selama ini ia pendam. Mengingat semua hal yang pernah mereka lewati bersama seakan kembali membuka luka lama. “Mas Gigih adalah patah hati terbesarku. Dia yang pernah ghosting aku dulu. Dia yang pernah PHP aku waktu kuliah. Dia yang mengambil hatiku dan ngilang tanpa kabar.” Tarikan napas Dara tak membuat kenangan itu menghilang dari ingatannya. Yanti tersenyum masam ketika merasakan usapan tangan Dara. “Aku udah enggak apa-apa, Ra. Itu kejadian lama banget. Kaget aja kok bisa ketemu lagi.”

“Kira-kira hatimu enggak masalah kalau dia yang ngerjakan rumah kamu? Aku bisa cari kontraktor lain kalau enggak mau berurusan sama dia lagi, Ti.” Rasa kuatir yang dirasakan Yanti di setiap ucapan Dara membuat hatinya menghangat. Ia bersyukur saat ini memiliki Dara yang bisa memahaminya, tidak baper seperti perempuan pada umumnya, dan tak pernah ragu untuk berkata jujur meski terkadang menyakitkan.

Sekian detik Yanti menatap Dara dan mencari jawaban di dalam hatinya. “Aku enggak ada masalah meski Mas Gigih yang ngerjakan rumahku, Ra. Seperti yang udah kubilang tadi, aku hanya kaget.”

“Jadi jantungnya enggak jedag jedug kalau ketemu lagi, nih?” Senyum jahil yang ada di wajah Dara membuat Yanti harus menahan diri untuk tidak melempar benda apapun di tangannya. “Kalau masih ada getar-getar asmara di hati, juga enggak apa-apa, Ti. Lagian enggak ada larangan kalau kamu sama Mas Gigih, setahuku dia belum men—”

“Stop!” sela Yanti mengulurkan tangan. “Aku enggak mau tahu kehidupan pribadi Mas Gigih, Ra. Antara aku sama dia sekarang hanya urusan rumah. Enggak lebih, dan enggak kurang.” Yanti memutuskan untuk membatasi diri. Mendirikan benteng pertahanan dari pesona Gigih yang masih bisa ia rasakan.

“Tapi, Ti,” kata Dara menarik perhatiannya. “Ada yang pengen aku tanyain sama kamu.” Perubahan ekspresi wajah sahabatnya menimbulkan tanda tanya. “Ingat waktu aku bilang kalau temanku punya klien ganteng, kira-kira tahun lalu?” Yanti mengangguk ketika teringat cerita Dara setiap kali ia bertemu dengan seseorang yang mencari lokasi di Surabaya Barat. “Nah … itu Mas Putra, dan aku enggak ngerti kalau itu teman Mas Gigih. Aku enggak ngerti kenapa, waktu itu aku terlalu gengsi untuk kenalan atau mencari tahu nomor dia.”

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang