Prolog

1.5K 174 7
                                    



Gigih tak melepas pandangan dari kesibukan semua orang pagi itu setelah menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan dengan rasa puas. Setiap kali memulai proyek baru selalu memberinya kesenangan tersendiri. Mengubah bangungan yang hampir roboh atau terbengkalai menjadi rumah layak huni memberinya kepuasan tak tertandingi. Seperti bangunan satu lantai yang sudah hampir roboh di deoannya. Terlupakan dan diabaikan. Hingga ia dan Wisnu—partner kerjanya—memutuskan untuk membelinya beberapa bulan. Keduanya berencana untuk menjadikan rumah layak huni dan memberi warna bagi kehidupan siapapun yang nanti akan membelinya.

"Mas! Bongkar kabeh , yo?!" tanya Adit yang berdiri di sampingnya. Gigih menepuk punggung Adit yang bekerja dengannya sejak beberapa tahun lalu itu dengan perasaan dongkol merusak ketenangannya.

"Iyo, Dit. Bongkaren kabeh!" jawab Gigih jengkel, karena pria yang beberapa bulan lalu menikah tersebut memiliki kebiasaan untuk bertanya padanya dua kali. "Enggak usah atek takon maneh! Bongkar kabeh!" perintah Gigih ketika melihat Adit kembali membuka mulut.

"Yakin, yo?!" tanya Adit kembali. Gigih menahan jengkel yang muncul setiap kali Adit menanyakan sesuatu untuk kedua kalinya.

"Sak karepmu, Dit! Aku mau semuanya udah beres waktu aku balik nanti, Dit!" perintah Gigih bersamaan dengan mobil Putra—sahabatnya sejak SMA—berhenti tak jauh dari tempat keduanya berdiri.

"Tumben?" tanya Gigih saat Putra membuka kaca jendelanya. "Enggak bilang-bilang kalau mau ke sini, aku ada janji sama orang." Dara mengatakan salah satu temannya butuh jasa untuk merenovasi rumah. "Atau ikut aja, lah. Ngobrol di jalan." Tanpa memberi kesempatan Putra untuk menjawab, Gigih masuk dan menutup pintu mobil SUV yang selalu rapi dan terdiam ketika melihat penampilan Putra terlihat berbeda.

Tidak ada celana pendek selutut. Tidak ada kemeja flannel yang melapisi kaos oblong, karena saat ini Putra terlihat rapi. Kemeja polos lengan panjang yang ditekuk sampai siku, dipadu dengan celana kain warna biru. "Tumben? Ada janji sama orang?" tanya Gigih yang sudah terbiasa mendapati Putra bekerja di akhir pekan atau hari minggu. Founder dan owner salah satu aplikasi pembantu rumah tangga yang memiliki banyak klien tersebut tak pernah terlihat rapi kecuali ketika harus meeting dengan seseorang. "Meeting?"

"Enggak," jawab Putra santai. "Kenapa?"

"Kamu ... rapi. Dan itu membuatku curiga ... kalau enggak ada janji sama klien terus ngapain rapi. Biasanya kalau main juga cuma pake celana pendek." Putra—seperti Gigih— berusia tiga puluh lima tahun, belum memiliki pasangan hingga saat ini. Berbeda dengan Wisnu—partner kerjanya yang sudah pernah menikah—ia dan Putra masih lajang dan belum ada rencana untuk menikah. Namun, Putra tak pernah dekat dengan perempuan kecuali saat mereka berdua duduk di bangku SMA, tidak seperti dirinya yang beberapa kali pernah memiliki kekasih.

"Jangan-jangan ... Mas Puput lagi jatuh cinta, ya. Aku bangga banget sama kamu, Put. Akhirnya." Wajah jengkel Putra semakin membuat Gigih semangat untuk menggodanya. "Cantik enggak? Sexy enggak? Udah jadian belum? Kenal dari mana? Kok enggak cerita-cerita, sih, Puput."

"Jancuk!" Tawa Gigih pecah mendengar Putra mengumpat. Pasalnya, lidah pria yang lahir dan besar di Yogya tersebut terdengar aneh setiap kali mengumpat.

Mendengar kegugupan Putra tak membuat tawa Gigih mereda, meski di dalam hati ia tak pernah berniat untuk menggodanya. Ia adalah satu dari beberapa orang yang tahu cerita di balik semua kesuksesan dan kegagalan karir Putra dan, beserta semua tawa dan sedih yang menyertainya. "Sorry, Put. Lagian aneh aja lihat kamu ujug-ujug muncul di proyek, rapi pula. Ojo ngamuk , lho, Put"

"Ngamuk ... enggak. Jengkel ... iyo!" jawab Putra sambil memelankan laju mobil ketika memasuki kawasan tak jauh dari kampus di Surabaya Timur. "Bener nomer dua puluh tiga, Gih?" Gigih memandang rumah yang Putra tunjuk dan mengangguk setelah mengecek alamat di layar ponselnya. "Kelihatannya enggak ada orangnya."

"Dara masih di jalan." Gigih menjawab pertanyaan Putra tanpa mengangkat kepala dari ponsel di tangannya. Dara adalah agen perumahan yang beberapa kali bekerja sama dengannya dan Wisnu. Perempuan cantik berambut panjang itu selalu berhasil menjual rumah dalam waktu singkat. Bahkan mata jeli Dara berhasil membuat mereka berdua mendapatkan rumah dengan lokasi yang bagus. "Atau mau aku kenalin sama Dara. Gelem enggak, Put?"

"Enggak usah aneh-aneh, Gih!" Gigih tahu kisah sedih Putra semasa remaja, tapi penolakan yang diberikan setiap kali ia ingin mengenalkannya pada perempuan terasa ganjil. "Jangan ada ide mau ngenalin siapa-siapa, Gih!" ancam Putra sambil mengedikkan dagu ke arah city car yang berhenti tepat di depan mobilnya.

"Temenmu?" tanya Putra ketika melihat Dara dan seseorang keluar dari mobil berwarna merah.

"Iy—" jawaban di ujung lidah Gigih terhenti, begitu juga dengan napasnya. Hingga tepukan di pundaknya membuat aliran napasnya kembali lancar. "Turun, enggak?" tanya Putra padanya yang masih memaku pandangan. Gigih tak memperhatikan Putra yang mengikutinya turun. Lambaian tangan Dara pun tak ia lihat, karena hanya satu orang yang mengisi penglihatannya saat ini.

Gigih masih tidak percaya melihat perempuan yang berdiri di samping Dara, meski saat ini berdiri tepat di depannya. Rambut pendek itu kini panjang, bergelombang membingkai wajah cantiknya. Backpack besar berwarna hitam yang selalu setia menemaninya, kini berubah menjadi totebag trendy yang serasi dengan penampilannya. Bahkan Gigih tak melihat lagi sepatu doc martens semata kaki yang selalu mengihiasi kakinya.

"Gih! Itu bukannya ...." Gigih bisa merasakan tepukan di pundaknya, mendengar suara Putra. Bahkan tatapan tajam semua orang padanya saat ini bisa ia rasakan. Namun, matanya menolak untuk berpaling ketika wajah yang lama tak muncul dalam ingatannya kini tepat di depan mata.

"Gih, ojo ngisin-ngisini! Sadar! Nyebut!"


1. Bongkar semuanya
2. Enggak perlu tanya lagi, bongkar semuanya
3. Terserah kamu
4. Jangan marah
5. Mau
6. Malu-maluin



Cerita yang udah hampir tamat di KK, karena tinggal extra part yang nanti hanya ada di KK
Dolan ke KK kalau mau baca duluan, https://karyakarsa.com/ShofieHapsari/enggak-sengaja-jatuh-cinta-lagi

Seperti biasanya, di sini bakalan di publish tapi alon-alon asal kelakon ya guys.
Happy reading
Love, ya!

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang