Bab 0.8

301 83 8
                                    


Sejak pukul sepuluh, semua orang sibuk merapikan barang masing-masing sebelum serentak mulai membersihkan bumi perkemahan yang menjadi rumah mereka sejak hari Jumat lalu. Yanti pun terlihat sibuk mengecek barang sehingga tidak menyadari sepasang mata menatapnya sejak beberapa menit yang lalu.

"Kalau tiap hari liat yang bening-bening begitu, bisa tambah semangat kerja, ya, Gih." Suara Putra membuatnya menghela napas panjang sebelum membalik badan dan mendapati sahabatnya dengan botol air di tangan. "Cantik. Badannya imut, aku ngerti kenapa kamu enggak bisa ngelepas pandangan dari dia. Pacarmu punya aura menyenangkan yang bikin adem."

"Aura gundulmu!" katanya sambil meraih botol minum Putra. "Aku enggak jadian sama Yanti," katanya lagi setelah kembali mencurahkan konsentrasi pada perempuan yang terlihat terkejut setelah Rendra memintanya untuk pindah ke mobil di belakangnya. "Dia itu ngeyelan, tapi enggak jengkelin. Setidaknya buatku."

"Katanya enggak jadian, tapi kok gitu." Gigih melirik tajam Putra dan kembali menatap Yanti. Suasana ramai dan debu yang beterbangan di setiap sudut area perkemahan tak membuat keduanya berpindah tempat. Seakan pandangannya terpaku, meski saat ini Gigih harus mulai bersiap untuk pulang bersama Putra.

"Mulih, enggak?" tanya Putra dengan sabar. "Atau nunggu sampai rombongan pacarmu berangkat?"

"Tunggu sampai dia berangkat, baru kita pulang," jawab Gigih tanpa mengoreksi panggilan Putra untuk Yanti. "Tiba-tiba kok perasaanku enggak enak, ya, Put. Aku harus mastikan dia berangkat dulu."

Dua jam setelah persiapan pulang dimulai, satu persatu kendaraan berisi peserta dan panitia pun meninggalkan area parkir. Gigih melihat Windy masuk kendaraan yang berisi Rendra, dua orang dosen dan beberapa panitia perempuan. Ia segera berjalan menuju keduanya, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Yanti melambaikan tangan sebelum memasuki truk berisi semua perlengkapan dan juga teman-teman panitia. Senyum terkembang di bibir merah itu membuatnya kembali bernapas lega dan bersiap untuk pulang.

Sepanjang perjalanan menuju Surabaya, Gigih tak bisa menghilangkan perasaan kacau yang muncul di hatinya sejak ia membuka mata. Ia berusaha untuk menghalau itu semua, tapi hingga ia melihat satu persatu kendaraan peserta memasuki area parkir kampus, perasaan itu masih memenuhi hatinya.

Matanya tak henti-hentinya mencari kendaraan di mana Yanti berada, tapi hingga semua kendaraan terparkir rapi, ia tak bisa menemukannya. "Yanti mana? Kendaraan yang isinya panitia sama perlengkapan, di mana?!" teriaknya setelah tidak berhasil menghubungi Yanti dan siapapun yang ada di dalam kendaraan tersebut.

Gigih masih mencoba menghubungi, tapi tak ada jawaban hingga Wahyu mendekatinya. "Kendaraan dosen kecelakaan di jalan tol, Mas. Yanti ada di belakang mobil itu."

"Mas Rendra?" Wahyu mengangguk lemah. "Rumah sakit mana? Yanti ikut ke sana?!" bentaknya tanpa sadar. Tepukan di pundaknya pun tak membuat tegang dan takut yang dirasakan sejak mendengar kata kecelakaan mereda.

"Gih, tenang dulu," pinta Putra yang membuatku semakin ingin berlari menuju entah kemana. Jawaban Wahyu pun tak jelas ia dengar karena pikirannya hanya tertuju pada Yanti. "Ayo, aku anterin kamu!"

Enggak Sengaja Jatuh Cinta, lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang