Kau Sendirilah Monsternya

143 16 58
                                    

Xiaojun memiringkan kepalanya saat mendengar itu. Apakah benar-benar masih ada hal berguna dari rekaman cctvnya? Mengapa bajingan ini tidak langsung memberitahunya dan malah membuat semuanya menjadi bertele-tele. Dia mencebik jengkel.

Hendery masih berdiri disana, bahunya sedikit turun menahan rasa sakit yang mencekik seluruh tubuhnya. Memerhatikan monster itu hanya menatapnya dengan wajah datar. Perasaan dejavu kembali meruak ke otaknya, membuatnya kembali mengingatnya pada insiden yang lalu. Tiba-tiba saja monster ini menjadi overpower dan mengambuk. Hendery tidak begitu percaya diri dengan kekuatan fisiknya, tapi dia yakin dengan otak lebih unggul dibanding otot, jika tidak begini maka dia akan menjadi bulan-bulanan bagi monster gila itu. Namun, ketika menghadapi serangkaian serangan membabi buta dari Xiaojun, tubuhnya yang bisa dianggap ringkih ini terasa akan hancur kapan saja dan itu menyakitkan. Astaga, apakah wajahku harus lebam-lebam lagi?

Hendery mendengus saat bersinggungan dengan wajah menyebalkannya Xiaojun, alisnya sedikit terangkat.

"Kenapa? Gak percaya?"

Diseberangnya Xiaojun berkata.

"Katakan sekarang."

Xiaojun sudah tidak memiliki niatan untuk menghajarnya lagi. Ditambah setelah beberapa hal yang dilakukannya menjadikan omongan manusia ini sangat diragukan. Namun tidak ada satupun informasi yang diberikannya hanya omong kosong belaka. Sial. Xiaojun dibingungkan menghadapi manusia biadab dengan segala pola pikir bajingannya. Haruskah dia mempercayainya? Setidaknya untuk terakhir kali?

Tiba-tiba suara berisik terdengar dari kejauhan, itu seperti suara dari segelintir pejalan kaki yang lewat dan mendengar kegaduhan yang mereka perbuat. Xiaojun menyadari itu berdecak lagi dan kembali memandang tajam Hendery, dia tidak mau menanggung resiko yang tidak perlu menghadapi orang-orang, akhirnya memilih pergi dari sana. Sebelum pergi, dia memberikan peringatan pada Hendery.

"Aku akan mengawasimu. Jangan pernah berpikir untuk berurusan dengan kami lagi, ingat itu baik-baik, jalang."

Setelahnya, Xiaojun mengenakan tudung hoodienya dan berjalan meninggalkan tempat itu dengan cepat. Hendery menatap kepergiannya, dia tidak bergerak sejengkal pun dari tempatnya berdiri untuk waktu yang agak lama. Suara kerumunan orang-orang tidak terdengar lagi, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan. Ketika dia menunggu panggilan tersambung, dia mengingat kata-kata yang dilontarkannya sebelum pergi.

Kemudian, seringai tipis terpatri di bibirnya.

"Harusnya 'aku', bukan 'kami'. Karena kenyataan aku lebih tertarik padamu."

Disaat yang sama, panggilan yang berdering lama akhirnya terhubung. Senyum diwajahnya Hendery segera luntur.

"Halo."

***

Ada pertentangan yang Xiaojun rasakan saat ini. Semua yang dia memenuhi rongga dihatinya sekarang mulai berantakan dan seolah tumpah ruah hingga kehilangan wujud aslinya. Kebimbangan menggerogoti dadanya, kebencian ini mulai tidak terarah. Pada awalnya itu mirip titik hitam yang mengotori dan mengisi kekosongan yang gelap. Kemarahan dan kebencian yang dia arahkan kepada pembunuh di depan matanya masih tetap menyala seperti api yang tak akan padam. Namun, ada sesuatu yang lain di sisi hatinya yang sedikit salah, pembalas dendam itu, untuk saat ini Xiaojun mulai ragu menginjakkan kakinya lebih jauh.

Mungkin karena beberapa kejadian yang dia hadapi, terutama karena setelah bertemu manusia itu.

Tanpa dia sadari dia telah sampai di depan rumahnya, Xiaojun menatap rumah besar yang megah dan juga tampak tua. Rumah ini sama seperti dirinya, hanya saja rumah ini adalah saksi bisu perjalanan panjang yang telah melewati waktu selama berpuluh-puluh tahun.

Cyfrinachol: henxiaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang