01. Rama dan Airi

360 21 0
                                    

"Ram, berantem lagi lo, ya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ram, berantem lagi lo, ya!"

"Si Kunyuk itu duluan yang mulai, Ri--"

"Harusnya nggak lo, ladenin dong!"

Rama terdiam, mimik kecut lagi bodo amat akan omelan gadis di hadapannya ini tak bisa selalu ia bantah lebih panjang lagi, ia pun memilih terdiam, membiarkan si Gadis menjelajahi tiap inci wajahnya dengan kedua tangannya yang mungil namun kesemua jarinya panjang layaknya tangan Barbie.

Deg ... deg ... deg ....

Bahkan bagi Rama, bukan hanya jari-jemari Airi yang mirip dengan Barbie, namun semuanya. Rupa Airi cantik layaknya Barbie dunia nyata. Iya, Airi selalu sukses membuatnya membeku dengan segala keindahan yang ia punya. Bahkan hatinya lebih indah ketimbang rupanya.

"Udah puas? Gue pegel berdiri btw," kata Rama menyudahi penjelajahan Airi terhadapnya, lantas Rama pun menggandeng tangan Airi, membawanya duduk di sebuah bangku panjang yang terdapat di halaman sekolah mereka. "Lo emang berantem ama siapa sih?!" Masih terdengar intonasi kekesalan di sana. Rama menggelengkan kepalanya, isyarat bahwasannya itu tak penting, ia pun mulai menyibukkan diri dengan ponselnya yang ia ambil dari saku celana abu-abunya itu. Airi yang tentu saja penasaran masih memicingkan kedua matanya dengan dahi yang menggurat. Airi sungguh penasaran. "Yaudah kalo, lo nggak mau cerita, gue juga nggak akan cerita." Pancing Airi, lantas Rama yang sok sibuk dengan ponselnya pun mengalihkan pandangannya pada Airi. "Cerita apaan?" Ujarnya ringan lalu kembali memainkan ponselnya.

Airi mengambil ponsel Rama agar lelaki di sampingnya ini mau penasaran akan ucapannya. "Dihhh," dengus Rama lalu menatap Airi kesal. Airi terkikik, lalu membisikan sesuatu yang mampu membuat Rama membisu. Yang mana bisikkannya hanyalah kata, "meonggg."

Dengan cepat Airi berdiri dengan cengengesannya, dia lalu berlari, setengah jalan tak mendapati suara langkah Rama, ia pun berhenti, kemudian berbalik dan melambai-lambaikan tangannya pada Rama. "Di belakang sekolahan ayo!" Teriaknya semangat. Kemudian ia berbalik lagi, lalu kembali berlari secepatnya. "Cepetan ah, keburu pergi!" Teriaknya lagi.

Rama yang melihat tingkah gadis kesayangannya pun hanya bisa tertawa gemas. Ia pun berdiri, dan ikut berlari di belakang Airi.

***

Mereka sampai tepat di belakang sekolah, mereka disambut oleh dua anak kucing yang langsung mengeong. Rama mengatur napasnya yang tersengal, padahal ia hanya berlari kecil, namun lemahnya hilang saat rasa takjub menyelimuti sampai matanya terlihat begitu berbina, tak menghiraukan omelan Airi yang terdengar begitu nyaring, ia pun langsung mengais kedua anak kucing tersebut. Wajah bahagianya bukan main, sampai-sampai membuat Airi seketika berhenti mengoceh. Wajah bahagia yang Rama tampilkan memang tidak boleh ia lewatkan. "Jangan kelamaan megangnya, ya." Katanya, Rama pun mengangguk paham. "Gila gemes bangettt!" Ucapnya seraya mendekatkan kedua anak kucing yang masih mengeong-ngeong gemas itu ke pipinya. Rama usap-usap gemas, yang tak berselang lama ia pun terbatuk. Melihat kejadian itu, sontak Airi pun langsung mengambil paksa kedua anak kucing tersebut dari tangan Rama dan menaruhnya ke tanah dengan hati-hati.

Rama meremat dadanya yang mulai sesak dengan tangan kanannya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pada Airi. "G-gua ... ng-nggak papah kok," ujarnya susah payah. Airi yang panik, langsung mengelusi punggung Rama. "Inhaler lo mana?" Tanyanya yang ditanggapi Rama dengan gelengan. "Dasar bego! Kenapa lo nggak bawa sih?! Nyawa lo ada banyak gitu!" Omelnya yang tak sadar, kalau kedua matanya sudah perih akan air mata yang bisa keluar kapan saja karena rasa bersalah. "Tunggu di sini. Gue ambil dulu di kelas."

Baru saja akan pergi, salah satu tangannya ditahan Rama. Dia masih saja menggeleng sambil berusaha mengatur napasnya. Airi tahu apa yang akan diucapkan lelaki tersebut, sampai kedua matanya lolos akan air mata, Rama pun merengkuh tubuh langsing Airi. Bagi Rama, aroma tubuh milik Airi lebih bisa menenangkan dirinya daripada obat maupun Inhaler yang sejak kecil sudah bersahabat dengan dirinya. Airi tak kuasa menahan tangis, ia peluk erat tubuh Rama, yang benar saja mampu meringankan penyakit asma yang tengah menggerogoti. "Nanti kalo lo ke kelas, yang ada Pak Ujang tau gue bolos pelajarannya gimana? Lo mau ikut kena hukum nyikatin WC gitu?" Candanya yang mendapat gelengan dari Airi. "T-tapi ..., lo--"

"Gue nggak papah."

Rama menghirup lebih dalam lagi aroma tubuh Airi dengan tarik-ulur napas yang biasa ia lakukan. Dirasa sudah membaik, Airi melepas pelukan, lalu menatap lekat wajah Rama yang membirunya mulai membaik. Ia usap asal air matanya yang lolos dengan kecurutan bibir, yang demi apa pun! Rama ingin merenggut ranumnya detik ini juga. Tak berselang lama, kedua alis Airi bertaut saat ia dapatkan warna bibir Rama yang ternyata terseling kepink-an. "Bibir lo!"

Rama langsung memasukkan bibirnya dalam dengan arah pandangannya yang ia lempar ke atas. "Apaan?!"

"Siapa yang lo cium kali ini?!"

Rama yang tak terima pun langsung menatap Airi tak suka yang menatapnya seolah-olah dia adalah cowok gampangan. "Mulut lo anjing banget sih!"

Airi mencebik kesal masih dengan tatapannya. "Udah tau cewek suka kegatelan di deket elo. Lonya terima ajah kan?! Murahan lo!"

Tuk!

"Kalo ngomong seenaknya ajah!" Ketusnya sembari menoyor dahi Airi seenak jidat. "Gue nggak tau anjing. Gue lagi tidur di kelas tadi! Yaudah gue gampar ajah oknumnya," ketusnya lagi, membuat Airi menghentikan tatapan menjijikannya. "Terus muka lo bisa jadi bonyok begini?--"

"Digebukin ama cowoknya. Dua-duanya anjing beneran! Cowoknya segala bawa geng lagi."






Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang