"Jod, kamu kapan ajak aku ke rumah kamu? Kata kamu, mamah sama papah kamu udah setuju ama hubungan kita?" Tanya Maya yang sedang sibuk menjaiti gaun yang selama ini ia tekuni. Iya, Maya aktif sekali di ekstrakulikuler Tata Busana. Dan ia berinisiatif untuk membuat gaun pernikahan untuknya sendiri nanti.
Yang ditanya hanya bisa membalas senyum, lalu ia terduduk di samping Maya. "Jangan sekarang-sekarang deh, May. Soalnya mamahku lagi sibuk buat acara seratus harian kakek," bohongnya yang jelas membuat Maya kecewa, dan menghentikan acara favoritnya. "Apa kamu mau kawin lari ama aku?" Canda Maya yang secuilnya, ada kesungguhan. Jodi hanya terkekeh pelan, lalu ia cubit kedua pipi Maya gemas. "Kamu tuh ada-ada ajah. Kawin lari capek tau nggak? Janji kok aku, kalo nanti aku bakalan ajak kamu ke rumah aku."
Maya terlalu sadar diri, Jod.
Siapa yang tak kenal keluarga Alvaro? Usaha segala bidang ada. Cabangnya hampir pelosok di Indonesia ada.
Terus Maya?
Iya, cuman anak yatim piatu asal panti asuhan.
Maya memilih keluar dari panti ketika usianya sudah menginjak remaja. Karena ia pikir, tidak seharusnya ia membebani orang-orang panti lebih banyak lagi. Maya bekerja paruh waktu. Sehari-harinya dia habiskan hanya untuk bekerja untuk bayar uang sewa dan belajar untuk menekuni cita-citanya yang ingin menjadi seorang desainer. Maya bertemu dengan Jodi saat mereka SMA. Jodi jatuh cinta pada Maya benar-benar di pandangan pertama. Rasa tulus yang Jodi berikan untuk Maya membuat Maya mulai mengenal akan cinta. Mereka pun tak lama akhirnya menjadi sepasang kekasih.
Jarak antara langit dan bumi benar-benar jauh. Tidak bisa menyatu. Jika dipaksakan menyatu yang ada langit dan bumi bisa runtuh.
"Seharusnya kamu cari wanita yang sepadan sama kamu le. Jangan cari wanita cantik tapi bobotnya nggak ada. Nanti yang ada kamu susah sendiri."
Maya tidak sengaja mendengar percakapan Jodi dan mamahnya ditelpon saat Jodi menjanjikan kali pertama, kalau Jodi akan memperkenalkannya pada keluarga besarnya. Namun Maya mengabaikannya, karena Maya tahu, cinta Jodi padanya tak bisa diukur. Maya yakin, kalau Jodi bisa menyakinkan keluarganya, agar mau menerima dirinya apa adanya.
Tok! Tok! Tok!
Pintu ruang Tata Busana diketuk, membuat Jodi dan Maya langsung menatap si pengetuk tersebut, "Ay, udah mau maghrib. Ayo pulang." Ajak lelaki berseragam olahraga itu. "Oh, iya, Ki." Maya membereskan barang-barangnya, lalu hendak bangkit, namun pergelangannya ditahan oleh Jodi. "Kamu masih tinggal ama Kiki?!" Ada nada kecemburuan di sana, dan Maya menyukainya.
"Uang sewa Jakarta mahal, Jod. Jadi aku berbagi atap ama Kiki biar harganya murah. Memang biaya sekolahku dapet dari beasiswa, tapi untuk makan dan tempat tinggal, itu sulit Jod. Lagian Kiki cowok baik-baik, kamu tenang ajah. Aku udah cerita kan, kalo dia itu temenku di panti."
Maya dan Kiki pun akhirnya pulang. Jodi masih di ruang Tata Busana. Dia berdiri di depan jendela lantai dua. Melihat betapa asiknya obrolan Maya dan Kiki yang kini berboncengan di sepeda milik Kiki. Bahkan Maya sampai memukul-mukul punggung Kiki karena candaan lelaki manis itu.
"Aku mana bisa tenang, May. Kamu keliatan bahagia gitu. Kan udah aku bilang, kamu cuman boleh senyum untuk aku! Padahal aku udah nawarin kamu supaya biaya hidup kamu aku tanggung, tapi kamu nggak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]
FanfictionBagi Rama, Airi adalah tempatnya untuk pulang. Begitu pun sebaliknya. Airi tahu segalanya tentang Rama, baginya Rama adalah kenyamanan tersendiri. Begitu pun sebaliknya. Kehidupan pelik yang mereka alami, mengatarkan mereka untuk saling ketergantung...