06. Tante Maya

112 12 0
                                    

"Dek bangun dek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dek bangun dek. Ini kita udah sampe."

Supir Taksi membangunkan keduanya yang sama tertidur. Iya, hari dimana Rama dipulangkan dari Rumah Sakit, besoknya Rama mengajak Airi ke suatu tempat.

Lantas mereka pun terbangun. Sama-sama menyipitkan mata ala kadarnya dan melihat sekeliling dengan sekilas. "Udah sampe, ya, Pak?" Rama memastikan, "iya dek, udah sampe ditempat tujuan." Jawabnya.

Rama pun mengambil uang tiga lembar seratus ribuan dari saku celananya, lalu memberikan kepada sang Supir, "kembaliannya ambil ajah, pak," katanya lalu turun bersama Airi yang cengar-cengir. Dalam hati, Airi sudah bersyukur sesyukur-syukurnya, dia memang tidak salah memilih tambatan hati. "Makasih dek." Ucap pak Supir yang hanya diangguki oleh Rama dan Airi sambil tersenyum. Kemudian, mobil taksi pun menghilang di pertigaan jalan dari sini.

Airi menatap sekelilingnya, dan hanya bisa menemukan satu rumah mewah bergaya Eropa. "Jadi, kita mau kemana?" Tanyanya lalu menatap Rama yang sejak kepergian Supir Taksi tadi, terus menatap rumah mewah tersebut. "Ketemuan sama ibu kandung gue, Ri." Jawab Rama lalu berjalan perlahan.

Airi mematung di tempat. Tiba-tiba matanya memanas. Hampir semingguan ini dia menangis. Susah tidur. Jantungnya berdebar tak karuan karena meratapi nasib Rama yang pelik. Dan ini ..., apalagi Tuhan?

"Ri,"

Airi terkesiap, dia pun langsung berjalan mendekati Rama yang sudah ada di depan pintu gerbang rumah mewah itu.

Pluk!

Kali ini Rama yang terkesiap. Tiba-tiba saja Airi memeluknya menyamping seperti ini. Dan ini sungguh tidak baik untuk jantungnya yang harus dipompa lebih cepat. "Gue tau, lo tuh kuat, Ma. Gue bener-bener kagum ama calon pacar gue ini," akunya yang mendapat senyuman sinis candaan dari Rama. "Yaelahhh ternyata masih jadi calon pacar gue. Kira gue lu tau gue sakit, bakalan cepet-cepet jadiin gue cowok lu."

Airi terkikik sebentar.

"Lah makanya sembuh dong. Kan gue bilang taun depan,"

"Ya gue juga lagi usahain sembuhlah. Kan gue kira--"

"Lah, katanya nggak mau dikasihanin. Jadi lo harus tunggu taun depan, terus lo harus sembuh, Ma. Kan elo yang bakalan jadi bapak dari anak-anak gue, kan?!"

Memang Airi ini namanya. Cewek tegasnya yang bukan main.

"Yaudahlah ayo lanjut lagi, ya. Gue kalo udah debat ama lo, ujung-ujungnya gue yang salah. Gue yang kalah."

Airi lagi terkikik geli.

Ting tong!

Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang