04. Ulang tahun

154 13 0
                                    

"Seriusan kenapa kita nggak pacaran ajah sih, Ri?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seriusan kenapa kita nggak pacaran ajah sih, Ri?!"

Airi menatapnya sebentar, lalu sibuk menata makanan di piring.

"Tahun depan gue sweet seventeen hehehe. Lo nembak gue lagi ajah ya pas tahun depan. Janji deh, gue terima lo jadi pacar gue."

Rama mendengus pasrah.

"Lama amat, kalo gue keburu mati gimana?"

Plak!

Airi sontak menampar mulut Rama yang sukanya sembarangan, tapi yang ditampar justru terikik geli.

Rama mengedipkan matanya sebelah, "makanya, pacaran sekarang ajah yuk," ajaknya lagi, yang laginya kedapatan tolakan dari Airi. "Dibilang tahun depan ajah!" Final Airi yang sukses membuatnya Rama merengut tak suka. Dia pun lantas berdiri, dan pergi dari area piknik entah kemana.

Airi hanya menghela napas pasrah namun tetap saja gemas akan tingkah Rama. Dia terkekeh mengingat kejadian yang baru saja terjadi. "Elu punya deadline apaan sih? Heran gue." Kemudian Airi pun melanjutkan menata buah dan sebagainya.

Dilihat sekelilingnya, memang semua yang hadir di sini merupakan pasangan yang benar-benar pasangan, bukan seperti mereka yang terjebak friendzone--eh, salah, lebih ke teman tapi mesra. Airi tertawa samar, "pantesan ajah ngebet pacaran sekarang, ternyata dia cuman iri ama yang lain." Gemasnya yang lagi-lagi tertawa. Pun kini menatap langit yang birunya begitu cerah, ditambah angin sepoi-sepoi yang melewatinya pun dirasa sudah seperti di Surga bagi Airi.

Huaaappphhh

Lama-kelamaan dia mengantuk, entah kemana perginya Rama yang tengah merajuk itu. Ditelpon tak diangkat, di chat pun tak dibalas. Airi pun mengabaikannya. Toh Rama paling tidak bisa marah padanya. Setiap Airi salah pun, endingnya Rama yang akan minta maaf.

Detik kemudian, Airi tertidur dengan posisi bersandar di pohon besar yang tepat sekali berada di belakangnya.

Jauh kini dari tempat Airi berada, Rama sibuk mengatur napasnya yang tak karuan, padahal Inhaler sudah ia gunakan. Kedua tangannya yang gemetar pun kini kembali sibuk dengan mahkota bunga yang ia buat. Sudah setengah jadi, tapi penyakitnya justru kambuh. Padahal bunga-bunga yang ia dapatkan tak ia petik sendiri, melainkan ia membelinya di sebuah toko. "Kalo gue beneran nggak ada waktu gimana ini, Ri? Lu siap gue tinggal, kan ya?" Katanya yang hanya dibalas oleh embusan angin sepoi yang melewatinya.

Rama merasakan akhir-akhir ini, penyakitnya dalam sehari datangnya sampai tak terhitung, mungkin karena dirinya juga yang sering melupakan untuk minum obat atau pun sekedar terapi uap untuk meringankan penyakitnya.

Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang