09. Bangun

126 14 0
                                    


"Gue udah bilang, kalo lo dipukul, ya pukul balik!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue udah bilang, kalo lo dipukul, ya pukul balik!"

Airi yang sedari tadi menahan air matanya pun lolos sak tetesan. Bibirnya yang terluka pun, ia hisap, membuat rasa keamisan di indra perasanya. Airi paling tidak sanggup kalau Rama sudah mengamuk seperti ini.

"Lo tolol banget sih?!"

Airi pun terisak.

"Nangis! Nangis ajah lo bisanya! Pantesan, si cewek babi itu seneng ngbully, lo!"

Bukan terisak lagi. Airi kini menangis.

Rama kalau sudah memergoki luka yang didapat Airi, bukannya malah khawatir, tetapi malah mengamuk seperti ini.

"Gue mau lo tuh berubah! Kalo lo begini terus lo nggak bisa maju, Ri!"

Tangis Airi semakin kencang. Rama belum puas mengompori dirinya.

"Gue mau lo tuh jadi lebih berani lagi, Ri. Jadi, sewaktu-waktu Gue nggak ada, lo nggak ngenes-ngenes amat."

Airi tersenyum kecut mengingat kejadian-kejadian dimana dirinya selalu dirisak oleh teman-temannya, apalagi dengan Raya, "Ma, gue abis digebukin lagi ama Raya. Lo bangun sih, terus marahin Gue kayak kemarin-kemarin." Lalu ia ambil tangan Rama yang tak berimpus, mengusap-usap tangan lemah itu ke pipinya yang lebam, lalu ke bibirnya yang sedikit robek. "Sakit banget tau, Ma."

Maya yang terduduk di sofa didalam bangsal Rama--yang mana, Maya meminta agar Rama dipindahkan bangsal VVIP, membuat ruangan ini jadi lebih luas dan tentunya nyaman. Bahkan Maya semenjak kemarin menginap di sini atas izin suaminya. Maya melarang Jodi dan Nanda untuk berkunjung setelah debat drama yang mereka lakukan kemarin. Maya menatap sendu Airi. Entah kenapa? Maya merasa iri sekaligus kagum terhadap gadis yang baru saja berusia tujuh belas tahun itu.

Dia mengenal Rama begitu baik.

Mau menerima dan memberikan tempat untuk Rama.

Tidak seperti dirinya.

Yang ujung-ujungnya dia menyesal.

Grep!

Airi terkesiap, tiba-tiba saja ia merasakan bahwa Rama membalas genggam tangannya. "Ma!" Teriaknya membuat Maya terkejut spontan bangun dari duduknya, dan mendekati ranjang putranya. "Ada apa?" Tanya Maya khawatir, dan--

Kedua tangan Maya otomatis membungkam mulutnya dengan matanya yang membesar akan haru.

Rama telah sadarkan diri.

Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang