07. Obrolan panjang

103 12 0
                                    

Maya menatap takjub keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maya menatap takjub keduanya. Tak disangka gaun yang selama ini tersimpan di lemarinya, begitu amat cocok Airi pakai. Bahkan setelan Tuxedo yang ia khususnya untuk diberikan pada seseorang pun, benar-benar cocok dipakai oleh Rama.

Sejujurnya, Tuxedo yang Maya buat memang untuk Rama. Hadiah dari Maya karena sudah mau terlibat di dalam hidupnya. Sementara gaun yang dipakai Airi, itu ia rancang sendiri, dan ia jahit sendiri saat masih remaja. Ia simpan untuk pernikahannya nanti. Namun usahanya sia-sia, karena kekasihnya justru menikah dengan wanita lain tanpa sepengetahuannya.

Itu benar-benar menyakitkan.

Dan Maya memilih untuk pergi dari kehidupannya selama-lamanya.

"Kalian beneran cocok banget. Apa karena kalian ini muka-muka model, ya, jadi kayak kerasa ..., ah udahlah nikah juga kalian udah pantes hahaha. Padahal kalian masih SMA, ya." Puji Maya membuat keduanya sama-sama tersipu malu.

Airi dan Rama pun saling menatap satu sama lain. Perasaan bahagianya membuncah, padahal mereka hanya mencoba pakaian pengantin yang Maya rancang, mereka malah melamunkan masa depan dengan pakaian yang mereka pakai di sebuah gedung pernikahan.

"Ihhh nggak boleh. Kan, Kak Airi katanya mau nikah sama Raka!" Ketidaksetujuan anak lelaki berusia tujuh tahunan itu pun membuyarkan lamunan Airi maupun Rama.

Reflek semua orang kecuali Raka yang ada di sana pun terbahak.

Raka yang merajuk pun menyilangkan tangan di depan dada, lalu melangkah pergi dengan ambeknya. Airi yang tak kuasa menahan tawa pun segera menyusulnya. Meninggalkan Rama dan Maya yang masih terkekeh karena tingkah Raka yang begitu menggemaskan.

"Ma, ambil ajah pakeannya. Kalian simpen untuk kalian nikah nanti," kata Maya mengalihkan pandangan Rama dari ambang pintu padanya. Manik keduanya bertemu satu sama lain, ada perasaan mengganjal yang satu sama lain rasakan, namun keduanya saling paham, dan memilih untuk tak mengutarakan. Karena mereka pikir, jika diutarakan, hanya petaka yang akan terjadi. "Nggak usah Tante, aku mau usaha dulu dong buat beli bajunya. Apalagi buatan tangan tante kan branded--"

"Ya makanya lah kamu terima. Kapan lagi dapet gratisan dari brand Tante. Apalagi Tante sendiri yang desain. Tante sendiri yang jait. Kan spesial." Tutur Maya dengan senyuman manis.

Rama ikut tersenyum, lalu memandang dirinya di depan cermin full body. "Spesial, ya. Rasanya terharu banget dengernya," katanya membuat Maya sedikit terenyuh. "Dulu, teman Tante pernah punya anak, mungkin kalo dia masih hidup sekarang, usianya sebesar kamu." Maya hanya ingin bernostalgia, meskipun hanya sekali ini.

Rama kembali menghadapnya, lalu menatapnya mulai lirih.

Rasanya Rama ingin mengatakan. "Ma, ini aku. Anak Mama."

Rumah untuk pulang || JIN-LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang