7. Kebutuhan

608 33 0
                                    

Nih lanjut wkwk




Langit-langit rumah sakit, tangan yang terinfus, dan masker oksigen menjadi hal yang langka seumur hidup Alvin.

Jadi, begini rasanya di rawat di rumah sakit. Alvin mendapatkan oksigen berbayar yang ia tak pernah rasakan selama ini.

Apa yang terjadi dengannya?

Ruang yang terbaca adalah UGD dengan satu perawat disana menyambut kesadaran Alvin.

"Kamu bangun? Syukurlah. Suhu tubuh kamu sangat tinggi dan kadar oksigen mu rendah. Untuk sementara kamu disini dulu ya" ucap perawat itu.

Alvin diam, tak berniat menjawab karena rasa pusing masih terasa juga dadanya yang masih nyeri.

Tak lama masuklah dokter tampan, ia tersenyum ke Alvin.

"Saya akan melakukan pemeriksaan ya, Alvin" ucap dokter itu.

Di mulai dari memeriksa infus, aliran oksigen, hingga detak jantung.

"Hmm melihat hasil diagnosa kamu, sepertinya memerlukan pemeriksaan lanjutan. Kamu punya asma kan? Dan kamu tidak menangani penyakitmu dengan baik. Makanya kamu terserang penyempitan saluran pernafasan dan bisa di bilang akut"

Alvin sedih mendengar itu, ternyata selama ini ketika ia mencoba baik-baik saja. Nyatanya hal itu tidak lah baik.

"Alvin, kamu masih harus memakai masker oksigennya ya. Dan akan di pindahkan ke ruang rawat umum."

Setelah itu, bergeraklah beberapa perawat mengurus Alvin.

Keluar ruang UGD, ternyata dokter itu berpapasan dengan seseorang yang wajahnya panik.

"Apa adik saya di dalam? Namanya Alvin" tanyanya.

"Oh dia adikmu? Wajah kalian agak mirip. Iya di dalam dan akan pindah ke ruang umum"

"B-bagaimana keadaannya. Apa parah? Dia baik-baik saja?" Tanya Alvan menggebu-gebu

"Hei tenang...dia baik dan sudah sadar. Saya juga sudah membicarakan terkait kesehatannya ke wanita yang mengantarnya ke sini. Mungkin kalian bisa berbicara. Dan pastikan orang tua kalian tahu tentang kondisi Alvin yang sebenarnya

Alvan terdiam. Apakah orang tuanya akan peduli jika tahu Alvin masuk rumah sakit? Alvan pun juga bertanya-tanya, siapa wanita yang membawa Alvin ke rumah sakit.

"Baik terima kasih dok"

Dokter itu pun melenggang pergi.

🍂🍂🍂

Alvan memutuskan untuk mencari siapa wanita yang telah membawa Alvin kerumah sakit. Sembari menunggu, ia belum berani menemui Alvin, bagaimana bisa disaat saudara kembarnya tengah kesakitan, ia tak ada disana dan malah mengabaikan telepon.

Kata Ayu, wanita yang membawa Alvin adalah perawat dari sekolah sebelah, ya memang sekolah mereka berdekatan dengan salah satu sekolah swasta. Itu karena UKS sekolah mereka tidak mempunyai peralatan yang memadai.

Karena tak bisa menemukan info lanjutan tentang wanita itu, Alvan memutuskan untuk pergi melihat kondisi sang kembaran. Saat memasuki ruangan yang tentu saja tidak cuma Alvin disana. Ia begitu terkejut saat melihat Alvin yang terbaring lemah dengan masker oksigen menghiasi wajahnya.

Hati Alvan sakit sekali. Alvin pasti sangat kesakitan.

Alvan bawa tubuhnya mendekat, menggenggam tangan Alvin yang tidak terpasang infus. Pergerakan itu membuat Alvin langsung membuka matanya dengan lemah.

"Alvan?"

"Yaaa...? lo gak tidur?"

Entah kenapa Alvin jadi sedih. Ia gelisah dan membuat tak nyaman. Ia hanya mau Alvan ada disampingnya.

"Hiks, s-sakit kak. Tubuh gue sakit" isaknya pelan, tarikan nafasnya jadi berat dan membuat masker oksigen itu berembun.

"heyyy gue disini, gue temenin lo. Jangan nangis dek" Alvan mengelus lembut kepala Alvin, menghapus jejak air mata disana.

Sepertinya Alvin sedang dalam mode paling tidak nyaman. Ia jadi lebih manja, tapi hanya ke Alvan. Dibuktikan dengan Alvin yang memanggil Alvan dengan sebutan kakak.

"hiks kepala gue pusing~~" adunya.

Alvan malah tersenyum. Ia masih terus mengelus kepala Alvin dengan pelan.

"Maafin gue yang ga ke sekolah hari ini. Maafin juga karena ga jawab telpon Ayu. Lo pasti kesakitan banget ya?"

Alvin menggeleng "Bukan salah lo, gue yang minta maaf karena kambuh sampai parah kayak gini. Sekarang lo pasti bingung gimana bayarnya. Maaf Van"

"Kalau lo lagi sakit, pikirkan aja kondisi tubuh lo oke. Lo pikir biaya rumah sakit semahal apa?"

"Ya tapi kan obat-obatannya, biaya pemeriksaan, bahkan biaya oksigennya? Atau gue lepas aja ini" tangan Alvin hendak melepas benda yang membantunya bernapas itu.

"Eitss jangan coba-coba. Lo pikir kita semiskin apa Vin ya ampun. Gue yang bayarin semua ini. Atau lo berharap ayah dan ibu datang kesini?"

Alvin terdiam, jika orang tuanya tahu, apa mereka akan marah? Baru saja kemarin mereka diberi peringatan agar tidak boros dan juga jangan sakit.

"Walaupun lo mau, gue gak akan izinin ayah atau ibu lihat keadaan lo. Gue udah hafal respon mereka. Daripada lo sakit hati mending ga usah kan?"

Alvin menyetujui itu, ia mengangguk dan tersenyum. Kembarannya itu memang tau apa yang harus ia lakukan dan mengantisipasi sesuatu yang buruk.

"Btw Vin, gue pernah denger dari Gio, orang yang punya penyakit asma itu harus punya persedian tabung oksigen dirumah, karena tiap mau tidur tuh mereka tidur dengan bantuan oksigen karena malam itu rawan untuk kambuh_" Alvan pun menatap Alvin dengan curiga.

"Lo sering kambuh tiap malam? Iya kan? Makanya inhaler lo cepet habis"

Alvin memalingkan wajahnya, tebakan Alvan sangat benar.

"Maafin gue Vin. Maafin ayah dan ibu yang belum bisa memberikan yang terbaik buat lo. Gue rela Vin ga dapat banyak barang atau hal lain. Asalkan mereka bisa memenuhi kebutuhan lo."

"Lo ga salah, ayah dan ibu ga salah. G-gue yang salah karena penyakitan"

Hal yang paling tidak disukai Alvan adalah saat Alvin mengatakan dirinya penyakitan. Itu memang fakta tapi tidak usah di ungkit seperti itu.

"Gue akan penuhi semua kebutuhan lo Vin, semuanya, termasuk kuliah jika perlu"

Alvin menatap mata kembarannya dengan sendu. "T-tapi gue capek kak"




TBC!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TBC!!!

One Soul, Two BodiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang