Prolog

15.5K 617 10
                                    

Petir menyambar ke tanah kekuasaan Count Barnett yang dipercaya tumbuh subur dari generasi ke generasi selama ratusan tahun.
Malam yang dipenuhi darah, kala itu tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan Barbara yang merupakan Selir ayahku dengan Marie, Pelayan yang baru mengabdi di keluarga kami selama setahun.

"Madam, ini Botulinum Toxin yang anda minta, dosisnya lebih tinggi dari biasanya."

Ujar pelayan itu seraya menyerahkan botol kecil bewarna coklat pada Barbara yang duduk tenang disebuah kursi.

"Siapkan makan malam yang spesial, umur suamiku tidak akan lama lagi, ini akan menjadi racun sekaligus makan malam terakhir untuknya!".

Ayahku Count Geffrey Barnett, terbaring ditempat tidur selama lima tahun karena menderita kelumpuhan dan kesulitan bernapas semenjak ia pulang berburu bersama Barbara, selir kesayangannya.
Penyakit ayah dipercaya merupakan kutukan, karena memiliki ciri yang sama persis seperti penyakit mendiang ibuku, Countess Dorothy Barnett.

Setelah kematian ibu, Barbara bertindak seolah ia adalah nyonya rumah, semua pelayan dan pengawal tunduk padanya ketika ia ditunjuk ayah sebagai pengurus rumah.

Barbara seakan menang setelah berhasil hamil dan melahirkan seorang putra yang akan menjadi penerus keluarga ini.
Hingga empat tahun setelahnya ibu melahirkan aku, namun ayah tidak begitu senang dan mengabaikan kami.

Ditambah dengan kelahiran seorang putri yang umurnya tidak jauh denganku, membuat Ayah semakin tak memperdulikanku.

Tidak ada yang tahu bagaimana Ayah mengenal Barbara, yang ku dengar dari gosip para pelayan, ia adalah seorang nona bangsawan pinggiran yang telah jatuh.

Barbara bukanlah orang yang murah hati, ia bertindak semena-mena dan kejam terhadap para pekerja, dan juga terhadapku Liliana Barnett, putri semata wayang count dan countess Barnett.

Uhuk,,uhuk,,uhuukkk,,,

Tanpa sengaja aku terbatuk saat mengintip Barbara dan Marie, dadaku yang sesak membuatku tidak bisa tidur karena kesulitan bernapas, karenanya aku menyusuri kastil berharap menemukan seorang pelayan dan meminta obat.

"Siapa disana?"

Pekikan Barbara membuatku gemetar, teringat dirinya yang ringan tangan dan tidak segan menyiksa siapapun yang membuatnya tidak senang.

Seketika aku terjatuh sembari merangkak kesakitan, darah berceceran dari mulutku, hingga terdengar langkah kaki Barbara dan Marie yang menuju kearahku.

"Madam, itu nona Liliana, sepertinya ia mendengar pembicaraan kita!"

Seru pelayan itu dengan nada yang penuh amarah.

Kala itu dengan susah payah aku merangak ke sebuah turunan tangga yang menuju ke ruang perjamuan.

"Sakiit."

Pekikku saat Barbara menjambak rambutku.

"Anak penyakitan sepertimu bisa apa? Berani sekali menguping pembicaraan orangtua!"

Seru Barbara yang semakin erat menarik rambutku.

"Ampuunn,, aku tidak akan bilang pada siapapun."

Lenguhku sembari menatap darah dari mulutku  yang tak berhenti menetes, hingga membuat kepalaku menjadi pusing,
Dan seketika itu Marie menamparku dengan keras.

"Berani sekali kau melawan Madam!"

Marie adalah pelayan yang seumuran dengan anak perempuan Barbara, dengan sekuat tenaga aku menarik pakaian yang dikenakannya hingga robek.
Betapa aku sangat membencinya, ternyata ia bukanlah pelayan dipihak ibu, hingga tanpa sengaja aku mendorong marie, membuat ia jatuh dan terguling ditangga.

Seketika itu mataku berkunang-kunang, kepalaku semakin pusing, perutku sakit sekali dan darah dari mulutku tidak berhenti menetes. Brraaakk... aku tidak sadarkan diri.

                            ***

Perlahan aku membuka mata, kepalaku masih sedikit sakit, dan tubuhku terasa pegal-pegal.

"Marie, marie, kau sudah sadar?"

Kala itu samar-samar terdengar suara Nina, Kepala Pelayan yang merupakan Bibi dari Marie.

Melihat Nina berdiri dihadapanku, membuatku terkejut dan ketakutan, ia adalah kepala pelayan yang pernah dengan sengaja menumpahkan sup panas pada ibuku.
Seketika itu air mata membasahi pipiku, mengingat orang yang dibawa oleh ibu, kini menjadi musuh kami.

"Apa tubuhmu masih terasa sakit? Berbaringlah, kau tidak perlu ikut menyiapkan pemakaman."

Ujar Nina yang saat itu semakin membingungkanku, mengapa ia terus berbicara padaku.

"Siapa yang meninggal?".

Lirihku yang penasaran akan celoteh Nina.

"Count dan putrinya telah meninggal karena penyakitnya, kau beristirahatlah, aku sangat sibuk."

Sahut Nina meninggalkanku dengan terburu-buru.

Ucapannya itu membuatku tertegun, perlahan kutatap ruangan yang ternyata kamar milik pelayan.
Dengan tubuh yang masih sakit, aku bangkit dan berjalan menuju cermin.
Betapa kagetnya saat wajah yang kulihat bukanlah diriku, melainkan Marie. Pelayan yang membawakan racun kepada Barbara.

"Mengapa aku berada ditubuh Marie?"

Perlahan aku berputar didepan cermin menatap tubuh Marie, seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi.
Kusentuh rambut hitam pendeknya yang lurus, kondisinya lebih buruk dari rambut perakku.
Wajahnya, hidungnya dan mulutnya semuanya mungil, sangat tidak cocok dengan sifatnya yang kasar.

Kulitnya tak terlalu putih dan tak terawat, ia memiliki wajah lembut. Siapa sangka kelakuan aslinya begitu mengerihkan.

Sembari menangis bahagia, aku berpikir "Mungkin ini adalah jalan untuk membalaskan dendam keluargaku."

____________________________________

Hai, ini cerita kerajaan bertema Transmigrasi pertamaku, semoga menghibur 😊

Balas Dendam Seorang Pelayan [NOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang