Dosa Semeja

3 0 0
                                    

                Dikutip dari ayat suci atau petuah apapun, ucapan ini akan selalu jadi benar. : surga berada di telapak kaki ibu.

Begitulah Adrian setelah menggunting lidahnya.

Beberapa tahun silam, Adrian dan ibunya memiliki hubungan yang jauh dari kata sehat. Bahkan bisa dibilang runyam. Diantara mereka berdua selalu ada sesuatu yang bisa diperdebatkan, entah hal sekecil sabun sampai akhir ini berbentuk warisan.

Ladang sekecil lapangan bola menjadi topik paling panas diantara mereka berdua, karena sang ibu sudah memutuskan untuk mewariskan kepada adik ketimbang kakak. Adrian yang mendengar rumor ini spontan murka dan langsung minggat dari rumah.

Walaupun begitu, ibunya paham betul emosi Adrian. Dia tak akan pergi lebih dari tiga hari, pasti ada saatnya dia pulang ke rumah tanpa mengucap salam dan langsung tidur di kamarnya. Ibunya paham betul akan hal itu. Sudah lewat tiga hari dan Adrian belum pulang juga kerumah, bukannya tubuhnya yang kembali di kamarnya melainkan sebuah berita miring soal putranya.

Kabar yang berseliweran entah datang darimana, mulai dari mulut ibu-ibu lain di pasar sampai anak remaja kawang tongkrongan Adrian di kota selalu mengucap hal yang sama. "Memang betul Adrian sudah pindah agama?"

Mendengar pertanyaan konyol yang terdengar seperti basa-basi itu jelas Ibu tidak begitu menghiraukan. Karena gosip itu belum bisa dipastikan siapapun dan belum tentu benar.

Hal yang membuat Ibu merasa bersalah selain terlalu keras pada anaknya bisa diungkit juga dari dialog terakhir saat Adrian pergi. Ibunya berkata Adrian anak yang tidak pantas dan bodoh. Begitu juga Adrian yang ikut memaki ibunya karena badai emosi yang tajam.

Walaupun termakan emosi apapun sebagai anak, beberapa orang harus menelannya. Sebelum Adrian pergi membanting pintu dia berteriak dengan lantang. "Aku malu punya ibu sepertimu" begitu ucapnya.

Di meja makan sudah ada lauk yang biasa Ibu siapkan, sederhana dan lezat. Ikan goreng ditambah gorengan kecil tak lupa juga dengan nasi. Sang ibu hanya makan berdua dengan adik, sebelum mengambil nasi mereka berdoa dengan khidmat.

Sebelum mereka selesai berdoa, tiba tiba pintu terbuka dan seseorang langsung masuk ke dapur. Adrian seperti biasa masuk tanpa mengucap salam dan langsung menghampiri meja makan tanpa sepatah kata keluar.

Ibunya sadar anaknya pulang tapi juga tak mengeluarkan sebait kalimat apapun, justru hanya makan seperti biasa. Seperti merasakan angin yang berhembus di dapur. Tetapi ibu masih inisiatif dia menyediakan piring ketiga untuk Adrian yang baru pulang.

Adrian berjalan dengan tatapan kosong, menggeledah laci di dapur yang tak jauh dari ruang makan. Dan kembali ke meja dengan sebilah gunting di tangan kirinya. Ibu enggan bertanya karena masih ada atmosfir dendam diantara mereka berdua.

Adrian duduk diseberang ibunya, tidak menyentuh piring yang diberikan oleh ibunya. Ia hanya tertunduk diam tak lama isakan kecil datang dari mulutnya, kedengaran seperti burung camar di tepi pantai. Tanpa basa-basi ia membuka mulutnya dan menggunting lidahnya dengan penuh penyesalan.

Ibu tertegun tak tahu harus berbuat apa, adik melanjutkan makannya tak peduli kakaknya sedang pingsan di sampingnya. Darah berlumur kebawah meja. Sang ibu hanya mengibas dengan lap agar darah dari mulut anaknya tak menyentuh makanan.

Sambil makan, Ibu berkata : "Salah sendiri pindah agama."

Bait Bait BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang