Cp 9 : Selangkah Maju, Lima Langkah Mundur

434 64 6
                                    

Mungkin yang Maika rasakan selain pusing dikepala dan nyeri di lengannya, ada rasa malas, mungkin bisa dibilang juga kesal saat kedua matanya menatap orang-orang terdekat namun asing dihadapannya.

Jujur saja Maika tidak ingat apapun yang terjadi di rumah Brian sampai akhirnya saat ini ia membuka mata dan sudah berada di rumah sakit. Maika bahkan mendengus saat melihat infus yang terpasang di tangan kanannya, 'disini lagi, disini lagi' gumamnya dalam hati.

"Kamu ngapain sih Dek dirumah Brian?" Meski nada yang Bundanya berikan terdengar seperti kesal, namun Maika bisa menangkap tatapan khawatir dari kedua bola mata Bundanya.

"Bunda kan udah bilang kalo ada apa-apa kabarin Bunda." Lanjut Bundanya mengomel namun tangannya dengan lembut membelai kening Maika.

"Maika gak kenapa-kenapa Bunda. Cuma pusing aja."

Sekelebat ingatan samar akan apa yang terjadi di rumah Brian pun akhirnya teringat. Cerita dari Brian akan masalalu Maika dan Jema langsung membuat memori diotaknya terasa mendobrak untuk diingat. Namun sebelum rangkaian memori itu menjadi utuh, dengungan hebat kembali didengarnya. Kepalanya terasa seperti diremas kuat hingga Maika tak kuat lagi menahan kesadarannya.

"Dokter bilang kemungkinan kamu stress. Banyak pikiran. Kamu tuh mikirin apa sih, Dek? Sekali aja jangan bikin Bunda khawatir terus gitu. Tempurung kepala kamu tuh abis dbuka, tumor kamu diambil dari kepala. Itu bukan hal kecil Maika."

Maika langsung memegang tangan Bundanya ketika dilihatnya wanita itu sudah mulai berkaca-kaca.

"Iya maaf ya Bunda."

"Bunda hampir kehilangan kamu.." air mata itupun tak bisa lagi terbendung, "Bunda gak mau ngerasain itu lagi, Mai."

Dibelakang Bundanya, ayah tirinya pun mengusap punggung wanita itu dengan lembut, berniat untuk menenangkan namun malah membuat air mata itu semakin tumpah. Tidak ingin terlihat lemah, Bundanya itupun bangkit dan berjalan keluar dari ruangan putih itu bersama ayah tirinya.

Bangku kosong yang tadinya ditempati Bundanya itupun berganti ditempati oleh Iyori. "Brian cerita semuanya. Dan lo liat kan gimana Bunda? Gak seharusnya lo inget apapun Mai."

"Iyori!" Bentak Yosi dibelakangnya dengan nada yang cukup keras membuat semua penghuni tempat itu tersentak.

Hitto menghembuskan napas berat sebelum akhirnya tanpa mengucapkan apapun, ia berjalan keluar dari ruangan itu dan tentunya Hiro mengikutinya. Tersisalah Iyori, Maika dan Yosi diruangan itu.

"Gak usah dengerin Iyori, Mai. Lo cukup jaga kesehatan aja yang baik. Apapun yang akan lo lakuin, pastiin itu gak nyakitin diri lo sendiri." Ujar Yosi.

"Nyatanya kalo dia inget semuanya. Dia bakalan sakit sendiri." Seru Iyori dengan raut wajah penuh dengan amarah bercampur kekecewaan. Entah apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarga ini, Maika sungguh tak mengerti.

Namun demi Jema, Maika ingin mengingat semuanya. Sekali lagi.

***

"Gimana? Udah mendingan?" Suara Brian diseberang telepon membuat Maika menganggukan kepalanya, namun sadar lelaki itu tidak akan bisa melihat, ia pun hanya bergumam saja "hmm."

"Disana siapa yang nginep? Gak mungkin se-RT kan ikutan nginep? Abang lu kebanyakan." Ditanya seperti itu Maika pun menoleh kearah laki-laki yang sedang membuka pelastik pembungkus makanan dipojok kamar, abang pertamanya. Raja.

Setelah berhasil memaksa Bundanya untuk tidak menginap karena tidak tega kalau Bundanya harus tidur disofa rumah sakit, akhirnya Raja berhasil meyakinkan Bundanya kalau Maika akan baik-baik saja.

You Better Not RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang