Cp 7 : Kelopak Bunga Terakhir

402 75 12
                                    

⚠️⚠️⚠️ Hai gais, just want to add some warning here, cause this might be a trigger for some off you. This chapter would never something to 'normalize' what ever happens in this chapter. This story is 'mature' content from beginning. So please read it wisely⚠️⚠️⚠️

-with love, kopi

***

Sudah 2 hari ia izin sakit dan tidak masuk sekolah. Hari pertama menginap di rumah sakit atas perintah Ayah kandungnya. Dan yang kedua istirahat dirumah atas perintah Bunda dan untungnya, besok ia sudah bisa bersekolah.

Sebenarnya Maika bukan anak yang rajin sekolah, bisa dibilang ia sangat menikmati masa-masa hanya berbaring di kamarnya. Namun mengejar pelajaran yang tertinggal nampak lebih menyebalkan dari pada mengikuti kelas rutin, terlebih karena ia sudah sering sekali izin sakit sebelumnya.

Pukul 9 malam, Maika baru akan menelan pil terakhir yang harus ia minum sebelum tidur. Namun sampai pukul 2 pagi Maika tidak juga memejamkan matanya. Hingga tiba-tiba ponselnya bergetar, membuatnya hampir tersendak air yang belum selesai di telannya.

Lelaki itupun menyeka pangkal bibirnya kemudian mengangkat telpon dari 'Bocah Dongo' dengan kesalnya, "Apaan? Kangen lo sam—"

"Lo udah buka group angkatan?" Suara Brian terdengar terengah dan serak, seolah ia habis berlari maraton hingga kehabisan tenaga.

Maika hendak menjawab namun kata-katanya sempat tertahan ketika Iyori membuka pintu kamar mereka, mengalihkan fokus Maika. Wajahnya terlihat begitu lelah dan ia masih memakai seragam lengkap. Disaat bersamaan Iyori juga melihat kearah Maika, namun tampang lelaki itu semakin tidak enak hingga Iyori memalingkan wajahnya kembali.

"Belom, Kenapa emang? Gue che—"

"JANGAN DI BUKA!" Suara Brian yang tiba-tiba meninggi membuat Maika refleks menjauhkan ponselnya untuk beberapa saat sebelum akhirnya mendekatkan kembali ketelinganya.

"Emang kenapa?" Maika belum mendengar ucapan Brian namun tiba-tiba pintu kamar itu terbuka kembali dengan sangat kasar dan kencang hingga membentur dinding, menimbulkan suara keras yang ikut membuat Iyori terkejut.

Hiro, lelaki yang baru membuka pintu dengan kesetanan itu langsung berjalan tergesa mendekati Maika, merebut ponsel lelaki itu. Ia sempat melihat kalau ponsel itu masih tersambung dengan Brian sebelum akhirnya Hiro menekan lingkaran merah di layar ponsel itu.

"Brian ngomong apa?" Tanyanya penuh dengan emosi.

"Bang Ro." Iyori berusaha masuk diantara pertanyaan yang masih belum terjawab oleh Maika itu.

"Diem Yo!—Jawab gue Mai!"

Entah mengapa rasanya Maika benar-benar takut melihat kakaknya saat ini. Seolah Maika sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal hingga membuat Hiro, kakaknya yang selama ini selalu berwajah datar, kali ini benar-benar penuh kehancuran yang bahkan Maika tak bisa deskripsikan.

"Dia cuma nanya, gue udah buka group angkatan atau belom."

Mendengar jawaban Maika, Hiro langsung sibuk menatap layar ponsel Maika. Tangannya bergerak begitu cepat seolah ia sudah hafal setiap seluk beluk ponsel Maika. Sampai akhirnya kedua mata Hiro semakin membulat.

"Kenapa sih bang?" Tangan Hiro kembali bergerak cepat sebelum akhirnya ia melempar ponsel Maika di atas tempat tidur.

Hiro sempat menatap Maika untuk beberapa menit sebelum akhirnya ia berjalan mendekati Iyori, menarik tangan anak itu dan membawanya pergi dari kamar, menyisakan Maika dengan kebingungannya.

You Better Not RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang