Cp3 : Terlupakan, Dilupakan, Melupakan

413 76 3
                                    

Lelaki itu pernah bersumpah, ia akan memukul siapa saja yang menyakiti ibunya. Karena alasan yang sama lelaki itu juga berpikir kalau ia akan berdiri tegak untuk wanita-wanita di luar sana. Karena ia mencintai Ibunya, yang ia tau sejak perceraian orang tuanya hanyalah Ibunya. Dan Ibunya adalah seorang wanita. Jadi ia ingin memperlakukan semua wanita sebagaimana ia memperlakukan Ibu yang melahirkannya.

Namun itu dulu.

"Jangan pernah deketin Maika lagi." Dadanya naik turun seiring dengan ia memperhatikan gadis berambut panjang di hadapannya yang sedang mengelus bahunya yang baru saja menabrak dinding, hasil dari dorongan yang cukup kencang dari laki-laki di hadapannya.

Laki-laki itu tau kalau ia sudah menyakiti teman sekelasnya itu. Bahkan tidak hanya fisik, namun juga psikisnya.

Namun, bukannya terlihat takut, gadis itu justru malah tersenyum sinis sebelum berujar. "Sergent Maika udah balik. Kenapa gak lo ceritain misi konyol kalian, hah?!"

Lelaki itu langsung mencengkram bahu gadis itu kencang, "Sampe Maika tau, lo adalah orang pertama yang gue cari." Lelaki itu melepaskan cengkramannya dan berbalik hendak pergi dari tempat itu, sebelum akhirnya langkahnya terhenti mendengar ucapan dari gadis itu.

"Let's play, Sergeant Iyori."

***

"Eh Mai." Panggilan dari Brian yang tiba-tiba itu sontak membuat Maika yang sedang membereskan buku-bukunya menoleh dan bergumam, menjawab panggilannya.

"Lo kan selalu naro buku di loker. Kenapa gak lo cek aja loker lo dulu, siapa tau buku lo masih di sana." Setelah seharian Maika sedikit kesulitan karena harus belajar berdua dengan hanya satu buku, Brian baru memberitahukannya hal ini. Sekarang Maika paham kenapa Maika yang dulu, menamai Brian 'bocah dongo'.

"Nih." Brian mengeluarkan sebuah kunci kecil dari tempat pensilnya dan meletakannya di hadapan Maika.

"Ini apa?"

"Kunci loker lu." Jawabnya santai sambil merapihkan buku-bukunya, kemudian menggantungkan tasnya pada sebelah bahunya, bersiap untuk meninggalkan kelas.

"Kok ada di lo?" Maika langsung mempercepat kegiatannya merapihkan alat tulis dan memasukannya kedalam tas. Ia tidak ingin Brian meninggalkannya dengan segudang pertanyaan yang kini ada di otaknya.

"Jangankan kunci loker, kolor lo juga gue punya." Brian tertawa kemudian bangkit begitu saja dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas. Langsung saja Maika mengikuti lelaki yang pada akhirnya berhenti di depan loker biru yang berada di luar kelas.

"Gue sedeket itu sama lo?" Pertanyaan yang Maika layangkan sukses membuat senyum Brian pudar. Lelaki itu langsung menunduk, namun sejurus kemudian ia kembali tertaws. Tawa pahit.

"Gue kira cewek doang yang bisa bikin gue sakit. Ternyata di lupain sahabat sendiri lebih sakit ya?" Nada akhir yang diberikan olehnya memang sebuah pertanyaan, namun ada rasa sakit yang Maika bisa rasakan. Membuatnya menyesal. Ternyata efek amnesianya bukan hanya membuat dirinya sakit hati ketika keluarganya membahas masalalu bahagia yang bahkan sedikitpun tak Maika ingat, namun orang di sekelilingnya juga merasakan hal yang sama saat mengetahui kalau mereka terlupakan.

Namun belum juga Maika berucap apapun, atmosfer sedih itu langsung berubah kembali saat Brian mengelus tengkuknya kemudian berkata, "Anjing, jijik banget ya gue? Mending buruan lo buka."

You Better Not RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang