Cp 12 : Pelantikan Sergeant Maika

265 52 3
                                    

Libur panjang kenaikan kelas ini hanya berisi bolak-balik rumah sakit untuk pemeriksaan Maika. Hingga akhirnya segala pemeriksaan itu selasai dan hasilnya bisa diketahui minggu depan.

Sejujurnya Maika sudah merasa baik-baik saja. Namun kedua orang tuanya bersikuku agar Maika melakukan pemeriksaan menyeluruh. Maika tak punya pilihan lain selain menurut.

Hari ini cuacanya cukup cerah. Kemarin Hiro mengumumkan dimeja makan kalau ia diterima di ITB jalur undangan. Dan mungkin beberapa waktu kedepan ia akan bolak-balik Bandung bersama Bunda dan Ayah tiri mereka untuk mengurus segala keperluannya.

Yosi juga sudah mendapatkan jadwal sidang. Bulan depan lebih tepatnya. Akhirnya Kakaknya itu bisa lulus dari kuliahnya. Banyak hal baik yang terjadi dikeluarganya akhir-akhir ini.

Perasaan tidak nyaman dan dingin yang sebelumnya Maika rasakan saat dikelilingi keluarnya. Kini berangsur memudar. Entah karena sudah mulai membaur dengan yang lain. Entah karena ingatan Maika sedikit demi sedikit sudah kembali. Atau memang karena Kakak-kakaknya tidak bertingkah aneh lagi. Entah yabg mana sebabnya. Yang pasti Maika mulai nyaman ada disana.

"Mai." Bundanya itu langsung menggerakan kepala Maika yang sedang duduk dikasur hingga berada didekapannya.

Maika pun melingkarkan lengannya di pinggang Bundanya, membalas pelukan wanita itu. "Bunda mau kerumah tante Sania, mau ikut?"

Maika memundurkan kepalanya kemudian mendongak melihat kearah wajah Bundanya, "Siapa?"

"Adenya Papa." Disini yang dimaksud Papa adalah Ayah tiri Maika. Bundanya kerap memberikan julukan yang lebih akrab agar anak-anaknya suatu saat bisa mengikuti. Namun tidak pernah memaksakan panggilan apapun.

"Emang ada apa?"

"Tante Sania baru melahirkan. Lucu deh anaknya kembar. Kamu gak mau liat?" Untuk sejenak Maika berpikir. Kalo boleh jujur, Maika malas berbasa-basi, terlebih dengan orang yang tidak ia ingat. Dengan keluarga intinya saja Maika sudah repot mencoba mengingat semuanya, apalagi dengan orang yang notabennya jauh darinya itu.

"Enggak deh, Bun. Dirumah aja."

Bundanya itu langsung menampakan wajah sedihnya, "Kenapa sih punya anak banyak gak ada yang mau diajak jalan. Dulu kemanapun Bunda pergi pasti pada berebut mau ikut" serunya dengan tangan yang mengusap-usap belakang kepala Maika dengan lembut.

"Jangan cepet-cepet gede deh kalian. Jadi gak gemes lagi."

Maika pun tersenyum mendengar ucapan Bundanya, "Kalo kita gak gede-gede nanti Bunda pusing."

Bundanya itu pun menajuhkan tubuhnya bertingkah seolah 'ngambek' namun masih tetap memberikan senyuman. "Yaudah, nanti rame kayanya dirumah. Bang Raja juga mau pulang. Bunda nginep ya disana, sekalian bantuin urus-urus mereka baru pindahan."

"Siap." Maika mengangkat tangannya dan meletakannya di kening dengan sikap hormat.

"Kalo ada apa-apa, kabarin Bunda ya, Dek."

"Iyaudah sana jalan. Nanti kesorean malah macet." Maika bangkit dari atas kasurnya dan mendorong tubuh Bundanya pelan keluar dari kamar.

"Bunda udah masak dibawah ya jangan lupa makan sama minum obat."

"Iya, Bunda."

***

Sebenarnya Maika sudah melihat mobil Raja masuk kehalaman rumah dari jendela kamarnya, tapi saat tiba-tiba Kakak pertamanya itu masuk kedalam kamarnya, Maika terkejut juga.

Satu hal yang baru Maika sadari, Raja senang sekali berada di sekelilingnya. Dan entah Maika terlalu percaya diri atau memang benar, cara Raja memperlakukan Maika, berbeda dengan memperlakukan adik-adiknya yang lain. Maika jadi penasaran, apakah sejak dahulu Raja seperti ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Better Not RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang