satu

282 21 5
                                    

Rachel pernah mendengar satu kali seorang pendeta berkata, suatu hari kita akan melihat ke belakang dan bersyukur atas apa yang terjadi di masa lalu.

Sekarang jelas kenapa Rachel hanya pernah mendengar pendeta itu satu kali. Ia meninggalkan gereja itu. Kenapa? Karena tidak ada abu-abu, dalam tingkat gradasi mana pun, yang bisa, dan bahkan layak, disyukuri. Mengotbahkan dari mimbar bahwa kita harus bersyukur akan titik abu-abu adalah tindakan yang tidak menyerupai Kristus, menurut Rachel.

Itu adalah perbuatan yang sangat buruk, Rachel, seseorang akan berkata, semua manusia berbuat kesalahan, bahkan juga pendeta.

Bagi Rachel, tidak ada pengampunan bagi yang seperti ini. Tidak ada kasih karunia bagi mereka yang membalut titik abu-abu dengan warna lain, meromantisasinya, dan sok-sokan mengubah darah dan air mata menjadi jus jeruk dan cokelat panas.

Titik abu-abu adalah semua yang jahat yang pernah dimiliki titik hitam, dan satu-satunya hal baik yang terjadi di sana adalah ciuman Yudas Iskariot kepada Yesus Kristus.

Titik abu-abu adalah manipulasi. Ilusi. Penuh kertak gigi dan ratap tangis.

Namun, ketika sore itu ia dan suaminya mengunjungi tempat Diane Assad, Rachel merasakan sesuatu yang lain, yang berbahaya tetapi juga mengilhami.

Rachel memandangi layar di depannya. Matanya terpancang pada satu titik di sana. Suara degup jantung yang lemah mengalun memenuhi ruangan yang seketika senyap, menguasai indra pendengarannya seutuhnya.

Sorot mata Rachel datar, seperti biasa. Namun, sorot itu lain. Ini bukan datar yang kosong, yang tahu ia akan menang di dalam setiap peperangan. Ini adalah datar yang penuh dan kental, yang hanya mematung di dalam medan perang terpanas, karena ia tahu bahwa, ketika lawannya adalah detak jantung kecil ini, kekalahan adalah mutlak.

Bayi itu masih begitu mungil, begitu belum apa-apa. Namun, untuk sebuah alasan yang tidak bisa dipadatkan dalam bentuk kata, Rachel Helena rela menukar apa saja untuknya.

Bahkan jika saat itu Tuhan muncul dan berkata, bangkit dari sana sekarang juga dan lewati lagi delapan belas tahun di titik abu-abu itu, atau Aku akan mengambil bayi itu, maka di dalam kecepatan yang gagal terekam, Rachel akan bangkit dari sana dan berangkat. Ia akan kembali ke umur tiga dan empat belas lagi. Ia rela mati di kayu salib untuk bayi ini, dan kali ini, ia tidak rela mati untuk seorang asing atau seekor anak capung.

"Cari apa, Sayang?"

Jared Assad muncul di ambang pintu ruang kerjanya di unit apartemen itu. Rambutnya masih basah, dan bahkan masih ada titik-titik air di beberapa ujungnya. Ia juga belum mengenakan atasannya padahal malam itu sangat dingin.

Ketika keluar dari kamar mandi dan menemukan istri tersayangnya sudah tidak lagi duduk membaca di kamar mereka, pria itu segera keluar lagi karena ada kewaspadaan yang kental yang menetap sejak mengetahui bahwa istrinya hamil. Kewaspadaan itu menguat, tumpang tindih dengan kebahagiaan tak terperi, di saat ia mendengar degup jantung bayinya tadi sore.

Jared berjalan lurus, mendekati Rachel yang berdiri di depan rak buku yang didualfungsikan menjadi partisi di antara area kerja dan area kecil di belakangnya. Seluruh ruangan itu dikurung oleh jendela sebesar tembok di tiga sisi, sehingga pemandangan perkotaan menjadi latar belakang yang megah, tetapi area kecil yang kosong itu terasa lebih menenangkan. Ketika Jared masih lajang dulu, ia akan menghabiskan banyak waktu di area kerja itu untuk mengerjakan hal-hal penting, dan lebih banyak waktu lagi di area kecil itu untuk memikirkan hal-hal penting.

Strategi brengseknya demi mendapatkan Rachel Helena bahkan lahir dari perenungan kerasnya di sana.

"Sebuah buku catatan," gumam Rachel sambil menyisir tingkat rak yang tepat sejajar dengannya.

Rachel Assad & SonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang