lima belas

168 10 1
                                    

"Who the fuck involved my pregnant wife in this problem?"

Rapat dadakan dihelat. Pertemuan yang intens. Agenda yang berjalan dalam dominasi yang tidak bisa ditolak.

Semua partisipan meremang dalam sentuhan nada dingin itu. Jared Assad tidak menghentak, tetapi ia sudah mencengkeram seluruh ruangan tepat di tenggorokannya. Ia tidak tampak terbakar, tetapi sedikit lagi semua orang akan mati membeku.

Di samping Jared, Sam membuang napas pelan. Ia adalah orang pertama yang menyadari adanya masalah. Sebagai asisten dan sahabat sejak lama, Sam tahu Jared, dan sesuatu soal cara Jared Assad berderap keluar dari ruangannya membuatnya tahu bahwa ada sesuatu yang harus dituntaskan dalam hitungan detik.

Dugaan Sam terbukti ketika Jared menghampiri ruangannya demi berkata dalam otoritas absolut, "Page legal."

Setelahnya, Jared melanjutkan langkah teguhnya ke ruang rapat. Ia tiba pertama di sana, duduk di satu-satunya kursi di ujung meja itu, menatap seluruh ruangan dengan intens seolah-olah ia sedang menyerap kekosongan di sekelilingnya dan menjadikannya minus, karena yang nyata adalah kegeraman yang menguar kuat dari seluruh tubuhnya.

Semua orang melihat itu. Mereka menemukan eksekutif mereka itu tampak sungguh benci untuk menunggu atau bahkan berpikir untuk menunggu.

"Everyone," Sam berusaha menjalankan diskusi ketika pertanyaan sarkas atasannya itu tidak mendapatkan jawaban. Ia tahu jelas bahwa hal terakhir yang Jared butuhkan saat ini adalah kebisuan, sementara, di sisi lain, ia juga menyadari bahwa orang-orang ini juga tidak berani berkata-kata. "With all due respect, siapa yang membawa urusan ini kepada Ibu Rachel? Penting untuk kita terbuka soal ini."

Sam jauh lebih lembut. Ia memfasilitasi kedua sisi, tetapi tetap tidak ada respons.

Jared tidak memiliki waktu untuk ini. Ia menunduk samar. Dengan begitu kentara, ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Itu adalah suatu gestur paling muak. Melihat itu, orang-orang mulai menatap satu sama lain.

Segera saja seorang wanita bernama Lily berkata, lebih seperti kompulsi yang tidak bisa ia cegah karena ia sungguh gelisah, "I'm afraid none of us, Pak," ujarnya segan. "Kami tidak pernah melibatkan istri Bapak atau siapa pun juga ke dalam masalah kecelakaan itu karena kami menjaga dan menghormati perintah Bapak untuk menggeluti perkara ini secara internal."

Jared mengangkat kepalanya, menatap wanita muda itu dan membuatnya merasakan sergapan seluruh spektrum emosi dalam satu detik yang menyakitkan. "Maka beri tahu saya," perintahnya semakin membuat wanita itu merasakan gejolak asing di perutnya, "siapa di antara tim Anda yang membuka ini dan menimbulkan potensi-potensi untuk seseorang mendengarnya dan menyeret istri saya ke dalam ini?"

Lily menarik napas, berkata, "Tidak ada, Pak."

Jared menatap setiap anggota tim hukum yang lain. Beberapa dari mereka terkejut mendapat tatapan darinya. Namun, bukannya melembut, suara pria itu semakin dingin, tajam, dan menusuk, terlebih lagi ketika melintas di benaknya bayangan istrinya yang menatapnya terluka dan menangis.

"There will be structural consequences," ultimatum Jared final.

Tetap tidak ada yang mengaku. Padahal ancaman itu serius. Tidak ada orang sehat yang mau dikenakan sanksi struktural dari perusahaan yang dipimpin oleh para Assad, atau bahkan untuk berurusan dengan mereka sama sekali. Itu adalah gertak yang seharusnya efektif.

Jared menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi. Ia memindai para peserta rapat paling tenang itu satu-persatu, memikirkan siapa yang paling sentimental untuk berani menembus batas-batas telak perusahaan itu demi menghadap istrinya dan mengatakan bahwa supir itu memiliki istri dan anak sehingga harus dibebaskan.

Rachel Assad & SonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang