enam belas (i)

73 9 1
                                    

Jared Assad akan membunuh dirinya setelah ini.

Pria yang awalnya kebingungan itu kini sudah tahu kebenarannya. Ia memanggil Tisna tadi. Ia memanggilnya dengan jelas. Pria marah itu memiliki kultur yang selalu melokalisasi segala permasalahan karena ia tidak suka jika iklim organisasional mereka terusik rumor atau intrik atau apa.

Sayangnya, kali itu, atas permasalahan itu, oleh karena soal siapa semua itu, nada rendah itu tidak bisa ditahan.

Alhasil, para pegawai tahu. Mereka melihatnya bahwa sesuatu sedang terjadi di bawah permukaan air. Mata-mata penasaran itu mengikuti kepergian Jared Assad dan pegawai malang itu ke ruangan mahatinggi di sana.

Melihat itu, Sam pasrah. Ia tahu bahwa Tisna sudah habis. Pria itu hanya berharap tidak ada lagi yang bermain-main seperti ini, seperti seolah-olah Rachel Assad adalah seorang wanita saja.

Dan Sam benar bahwa Tisna berakhir. Wanita itu diberhentikan. Jared bukannya tidak mengasihi. Hanya saja aturannya sudah jelas dari awal. Ada batasan mutlak. Oleh Jared, hanya pada satu orang batasan-batasan itu bisa—dan pernah—batal, dan jika satu orang itu diganggu, segala sesuatunya usai.

Segala sesuatunya belum usai. Sekarang, di dalam ruangan itu, setelah cerita yang jujur dan mentah dan telanjang oleh Tisna, Jared malah ingin memanggil seseorang lain ke ruangannya dan menghabisinya. Dan pria itu geram besar karena ia tahu seseorang itu adalah dirinya sendiri.

Benar bahwa Tisna menghampiri Rachel dengan begitu lancangnya dan membuat wanita hamil itu terjebak dalam dilema etis yang besar. Tapi itu adalah Jared sendiri yang membuat istri tersayangnya menangis dengan mengatakan, jangan gegabah.

Bukankah itu jahat—mengatakan jangan gegabah? Masalahnya, ini adalah anak tiga tahun. Anak itu hanya berusaha memberi pertolongan pertama pada ibunya yang hampir mati. Tentu saja Rachel menangis. Perkataan itu seperti seorang paman yang menegur keponakan mungilnya yang kesedihan.

Dan seolah itu belum cukup, Jared menegur wanita tersayangnya itu di depan Sam tadi. Ia bahkan tidak memanggilnya, sayang. Ia memanggil namanya, Rachel. Nama itu sangat indah dan sangat cantik. Bahkan, adalah suatu kekejian untuk memanggil seorang wanita, sayang, ketika nama wanita itu adalah Rachel. Namun, karena satu kilat yang pilu tepat setelah nama itu diucapkan, Jared tahu bahwa istrinya itu terkejut. Wanita itu terluka.

Jadi itulah kira-kira bagaimana awalnya Yakob kelimpungan di telepon dengan Jared siang hari itu.

"Maaf, Pak. Tapi ibu Rachel mengatakan ia akan pergi tanpa saya," tutur Yakob segan ketika ia menceritakan ulang kejadian yang baru saja terjadi. Tidak pernah ia bayangkan bahwa ia akan berada di tengah-tengah itu.

Jared menggeram. Pria itu gagal menghentikan istrinya setelah berbicara dengan Tisna dan sekarang ia kehilangannya lagi. Ia benci bahwa wanita itu entah di mana sekarang. "Kenapa?"

"Saya tidak menanyakan itu, Pak," jawab Yakob, sedikit heran, karena tentu saja ia tidak bisa bertanya kenapa kepada istri bosnya. "Maaf, Pak, tapi Ibu Rachel dan Ibu Tisna tadi dijemput oleh seorang pria."

Jared berhenti berupaya untuk menelepon istrinya di ponsel di tangan kanannya. "Arya Salbatier?"

Yakob berkata takut, "Bukan, Pak. Saya tidak tahu identitas pria ini."

Mata tajam Jared berkilat tegas. Serta-merta suara pria itu merendah, begitu intimidatif dan lugas, "Pak Yakob, saya pikir saya sudah membuatnya jelas bagaimana saya ingin istri saya dijaga."

"Maaf, Pak. Saya sudah menanyakannya kepada pria itu, tetapi Ibu Rachel menghentikan itu."

"Apa katanya?"

Rachel Assad & SonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang