delapan belas

79 10 0
                                    

Pagi hari ini Rachel tidak masak banyak-banyak.

Pertama, karena ia kelelahan. Kedua, karena nanti siang mereka akan makan bersama dengan ayah dan ibu mertuanya. Sejak kemarin siang, Diane sudah meminta putranya untuk datang dan makan bersama. Yang menjadikannya istimewa adalah bahwa Diane meminta putranya.

Biasanya Peter yang memiliki ide soal itu dan meminta mereka berkumpul dan makan bersama. Sekarang, Diane bahkan sampai memastikan lagi semalam bahwa Jared dan Rachel benar-benar akan datang.

Ini asing bagi Jared. Namun, ia menghormatinya dan ia penasaran. Sebaliknya, Rachel tidak penasaran dan sebenarnya ia tidak mau ke mana-mana. Hanya saja, dilihatnya bahwa suaminya senang dengan undangan itu, jadi wanita itu akan pergi juga nanti siang.

"Kamu yakin tidak apa-apa, Sayang?" Jared berjongkok di depan sofa, memandangi istrinya yang duduk menonton Spongebob sambil sesekali menyesap air jahenya. Pria itu sudah siap untuk pergi bekerja, hanya tinggal mengenakan jas dan sepatunya. Namun ia tampak tidak ingin pergi meninggalkan istrinya yang tampak lesu. "Haruskah kita meminta Mama memeriksa bayinya?"

Rachel mengalihkan tatapannya kepada suaminya yang sangat tampan. Ia sedikit mual mencium bau hal-hal pagi ini, tetapi ia selalu menyukai aroma ayah dari bayi yang ia kandung ini.

Perlahan, ia memindahkan gelasnya ke tangan kiri. Dengan tangan kanannya yang bebas, ia mengusap kening suaminya, begitu lembut dan teratur mengurai kerut kekhawatiran itu. "Aku baik-baik saja."

Bukannya menghilang, kerutan di kening Jared semakin dalam. Sekarang wanita itu tahu. Sekarang nyata di permukaan kulit Rachel bagaimana dulu pria ini bereaksi setiap istrinya berakting seolah semuanya baik-baik saja, padahal semuanya remuk redam. "You don't seem okay, Sayang."

Rachel masih mengusap kening suaminya, pelan dan dengan sepenuh hati. "Aku memang seharusnya tidur semalam dan tidak bercinta dengan kamu sampai pagi," katanya, membuat Jared tersenyum iseng. Namun, tidak ada senyum di wajah Rachel, bukan karena ia marah, tapi karena ia baru menyadari bahwa jika saat itu suaminya menciumnya dan memulai semua itu lagi, jika pria ini menidurinya lagi dan berada di atasnya atau di mana saja dan bercinta dengannya, ia akan menyerahkan dirinya kepada itu, ia akan menolak seluruh dunia dan seluruh titik demi itu, karena ia benar-benar mencintai pria ini dan segala sesuatunya sudah habis di sana.

Sekarang kerutan di wajah Jared lenyap, digantikan dengan kerutan di pipinya berkat cengirannya yang sungguh lebar dan sungguh jujur. Semua tentang tadi malam, seluruh kehangatan dan kekudusan dan gairah yang sangat baik itu, mengisi relung hatinya, membuatnya tenang dan jatuh cinta.

Diambilnya tangan istrinya yang sudah berhenti mengusapnya, dan diciumnya dalam. "Can we do it again, my love?"

Pertanyaan itu membuat Rachel geli dengan dirinya sendiri. Ia lupa bahwa Jared Assad memang akan memintanya lagi, karena pria ini tidak memiliiki batasan terhadapnya. "Bekerjalah, aku tidak mau anakku makan garam, Jared."

Jared berkelit jenaka, "Bagaimana jika gudangnya, Sayang?"

Sekarang Rachel benar-benar tertawa. Dan tawa wanita itu sudah cukup. Bagaimana mata itu melengkung indah, bagaimana nada-nada itu mengalir renyah adalah bagaimana Jared bisa memulai hari itu. Tawa wanita yang ini selalu lain, selalu melepas ke udara sesuatu yang membuat Jared tahu bahwa semuanya bisa ia lewati karena rumahnya utuh. 

Jadi sekarang Jared bisa tenang.

Pria itu bangkit. Ia menunduk demi mencium kening istrinya. "Aku akan pergi sekarang."

"Oke," kata Rachel dengan sisa-sisa senyumannya. "Jangan lupa membeli bingkisan untuk Mama dan Papa nanti siang."

Berpaling dari sana, Jared mengambil jasnya dari sandaran di kursi. "Of course, my queen. Anything else?"

Rachel Assad & SonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang