tiga belas

113 10 0
                                    

Makan siangnya diadakan di Sempoerna.

Restoran bukan sembarang restoran. Sempoerna adalah medan perang. Dua tahun lalu, tempat itu adalah gelanggang antara Jared Assad dan Rachel Helena, ketika mereka masih berseteru, ketika si wanita berpikir si pria begitu brengsek sementara si pria begitu geram soal manipulasi apa lagi yang bisa dilakukannya untuk mendapatkan wanita yang membakar gairahnya dari segala penjuru hanya dengan berkedip pelan dan menatapnya datar.

Dua tahun lalu, Rachel tidak menduga bahwa ia akan ke sana lagi dengan pria itu sebagai suaminya, dan suaminya yang ia cintai yang olehnya ia mengandung.

Dua tahun lalu, setelah percakapan itu usai, Jared Assad tahu dengan jelas bahwa pada akhirnya, wanita itu adalah miliknya. Dan jika bukan, maka itu bukanlah akhir dan itu artinya ia belum selesai berperkara dengan Tuhan.

Memasuki Sempoerna, Rachel tersenyum melihat ke mana suaminya membawa mereka serombongan. Ia ingat parkir mobil di bawah sinar matahari yang membakar mobil jeleknya dan membuatnya sangat gerah ketika ia masuk kembali. Ia juga ingat melihat mobil putih Jared terparkir di satu titik di sana.

Sekarang area itu penuh. Jadi Jared membawa ke area basement. Area yang gelap dan sedikit lebih lowong. Begitu sunyi. Pada kenyataannya, area itu menambah kesunyian di dalam mobil itu karena sedari tadi Jared Assad bungkam dan sesuatu soal keterdiaman itu begitu terasa berbahaya sehingga Rachel hanya diam juga.

Setelah mobil terparkir sempurna, Rachel sudah siap turun. Namun, Jared tidak. Sekitar mereka gelap, tetapi jelas bahwa pria itu tampak sedikit terlaku berkonflik.

Rachel menoleh. "Let's go?"

Jared sudah mencoba. Demi segala apa pun, ia sudah mencoba.

Namun ketika ia menoleh ke kiri dan menatap wanita yang begitu cantik itu, ia tidak bisa menahannya lagi. Pria itu membuka kunci sabuk pengaman, mencondongkan tubuh, dan meraih tengkuk istrinya dan mengecup bibir lembut itu dalam-dalam. Ia melepaskan semuanya di sana.

Rachel tidak menduga itu. Tetapi ia menerimanya. Sesuatu soal ciuman itu adalah bahwa itu terasa benar-benar dibutuhkan, bahwa itu adalah pertahanan terakhir Jared Assad. Rachel bisa merasakan keterdiaman dan ketegangan suaminya perlahan luruh.

Ketika ia merasa lebih baik, Jared menarik dirinya, menatap istrinya. Jarak di antara mereka tidak sejauh itu. Jadi Rachel melihat itu. Tatapan mata Jared Assad adalah keduanya—lembut dan berbahaya.  "That was so hot, Sayang."

Rachel merasakan kupu-kupu itu lagi. Ia tahu bahwa sepertinya presentasi tesis itu bermakna begitu besar bagi suaminya dibanding seluruh populasi yang menontonnya tadi, dikombinasikan.

Wanita itu tersenyum lembut. Tentu saja pria ini tidak pulih. Jared Assad tahu. Ia ada di sana, di setiap prosesnya. Tidak bersamanya ketika menulis, melainkan membersamainya.

Oleh karena itu, Rachel membingkai wajah tegas itu dengan satu tangannya dan mencium pria itu sekilas. "Itu untuk kamu."

Rachel tidak seharusnya menyentuh Jared pada saat ini. Pria itu sedang begitu panas secara intelektual dan emosional dan filsafatis, dan sentuhan itu benar-benar adalah kematiannya. Jared menggeram rendah. "Aku mengutuk kenyataan bahwa kita tidak di kamar sekarang."

Itu terdengar jujur. Rachel tertawa kecil. "Orang-orang sedang menunggu kita."

"Dan?"

"Jared."

Jared Assad membuang napas kasar. Pria itu menunduk. "Lord," desahnya seperti doa yang putus asa. Berusaha keras mengumpulkan dirinya, ia membuka pintunya dan memutari mobil untuk membantu istrinya turun. Segera saja tangannya melingkari pinggang wanita itu posesif.

Rachel Assad & SonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang