Ilha duduk diam di balkon kamarnya. Ia merenung, ditemani cahaya bulan memikirkan kembali kejadian tadi siang ketika ia menyaksikan Aeseol gemetar ketakutan.
Ilha belum lama mengenal Aeseol, namun bahkan di hari pertama mereka bertemu Ilha bisa melihat keteguhan hati wanita itu. Ilha bisa melihat bahwa tak ada yang ditakuti gadis mungil itu.
Namun hari ini, ia melihat sosok Aeseol yang berbeda 180 derajat dengan Aeseol yang ia kenal.
Ilha sudah menggali latar belakang Aeseol dan ia tau bahwa keluarga Aeseol bukanlah keluarga yang utuh. Ibunya meninggalkanya saat ia kecil dan Aeseol hanya tinggal dengan ayahnya. Ilha juga tau bahwa ayahnya sering memukuli keluarganya.
Mungkinkah apa yang dilakukanya dan teman-temanya telah menggali luka lama Aeseol. Ilha tau ia baru saja menemukan kelemahan gadis itu, namun entah mengapa itu sama sekali tak membuatnya senang. Yang ingin dilawan Ilha adalah Aeseol yang berani. Yang ingin dilihat Ilha adalah Aeseol yang berdiri tegak, menanntangnya tanpa kenal takut.
Lagi pula Aeseol sempat menjadi atlet anggar saat ia SMP. Gadis itu tau dasar-dasar dalam membela diri, karena itulah dia mampu membantunya melawan Jaebum dan kerumunannya. Namun, mungkinkah sebelum menjadi atlet ia sudah lebih dulu hancur.
Melihat Aeseol membuat Ilha memikirkan semua kelakuan bejatnya selama ini. Ia tak pernah ragu memukul, mengroyok atau menghancurkan hidup seseorang. Siapapun yang dianggapnya mengganggu hidupnya. Adakah di antara mereka yang menjadi sehancur Aeseol?
Tapi ia juga masih belum percaya. Bagaimana mungkin sesorang yang terlihat begitu kuat seperti Aeseol, menjadi selemah itu. Mungkinkah, rasa takut bisa membuat orang menjadi seperti itu.
Sedalam itukah efek yang bisa muncul karena sebuah kenangan. Ilha bergidik, membayangkan sudah berapa banyak orang yang ia buat seperti Aeseol. Perlahan, Ilha memejamkan matanya, berdoa.
***
Keesokan harinya, Ilha berdiri diam di depan kelas Aeseol sama sekali tidak menghiraukan tatapan menyelidik disekitarnya hingga wanita yang ditunggunya datang. Aeseol sempat menghentikan langkah saat melihat Ilha, tapi ia kembali melangkah dengan penuh percaya diri tanpa rasa takut sedikit pun terbesit di wajahnya. Ilha tersenyum Aeseolnya telah kembali.
Aeseol terus berjalan ke kelasnya, mencoba untuk sama sekali tidak memedulikan Ilha. Tapi sayangnya, langkahnya harus terhenti karena Ilha menarik lengannya dan membawanya pergi. Aeseol sedang tidak ingin melawan, ia hanya mengikuti ke mana Ilha membawanya.
Ternyata Ilha membawa Aeseol ke atap sekolah. Perlahan ia melepaskan lengan Aeseol, berbalik dan menatap gadis itu. Tapi berbeda dari biasanya, kali ini tatapan Ilha begitu tenang, begitu teduh. Ilha menatap Aeseol penuh rasa iba.
Aeseol menangkap tatapan itu. Ia marah dan kesal, ia mengepalkan tangannya dan menatap Ilha tajam.
"Jangan mengasihani gua! Apapun yang lo lihat kemarin, jangan mengubah pandangan lo!" ucapnya tegas.
Ilha hanya diam, tapi kemudian perlahan Ilha melangkah maju mendekati Aeseol. Hal itu membuat Aeseol melangkah mundur menjauhinya. Mereka terus melangkah seperti itu, hingga Aeseol terpojok. Ia tak bisa mundur lagi. Langkahnya terhenti oleh tembok. Ilha berdiri di depan Aeseol, begitu dekat, hingga Aeseol bisa mersakan hembusan nafas laki-laki itu.
Ilha berdiri di depan Aeseol dan mentapnya lembut. Tapi itu bukan rasa iba. Ilha menatapnya penuh ketulusan seperti ingin melindungi. Peralahan, Ilha menggerakan tangannya menyentuh kedua bahu Aeseol dan ditatapnya Aeseol lekat-lekat. Ia menundukan kepalanya sehingga matanya sejajar dengan mata Aeseol. Tak ada kemarahan atau pun kebencian pada tatapan Ilha. Kedua tangannya yang menyentuh bahu Aeseol pun tidak terasa sakit.
Tanpa disangka, Ilha memeluk Aeseol erat. Ia merengkuh tubuh kecil Aeseol ke dalam dekapanya.
Aeseol yang sama sekali tidak menyangka Ilha akan memeluknya, seakan kehilangan semua tenaganya untuk bergerak. Ia hanya bergeming dalam dekapan Ilha.
Ia tau jelas bahwa ia tak punya cukup kekuatan untuk melawan, namun yang lebih mengagetkan Aeseol adalah, pelukan itu terasa seperti sebuah penghiburan. Penghiburan akan apa yang sudah dilalui Aeseol selama ini. Ilha seakan mengatakan bahwa Aeseol sudah bekerja keras, bahwa ia memahami semua penderitaan dan kesedihan Aeseol. Bahwa Aeseol sudah tak lagi sendirian.
Pelukan itu tak berlangsung lama, 60 detik, Aeseol menghitungnya baik-baik. Itu adalah 60 detik terlama dalam hidupnya, 60 detik yang tak pernah disangka Aeseol akan dibahiskan dalam pelukan Ilha.
Perlahan Ilha melepaskan dekapannya pada Aeseol. Ia memperhatikan Aeseol yang hanya diam mematung. Aeseol Diam menatap Ilha tanpa sepatah kata pun. Tidak ada penolakan dari Aeseol, tapi juga tak ada penerimaan.
"Dengar, jangan pernah memperlihatkan kelemahan lo ke orang lain, mengerti." Ucap Ilha.
Aeseol tidak menjawab. Ia hanya terdiam beberapa saat. Setelah tersadar, Aeseol langsung mendorong tubuh Ilha kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Ia meninggalkan Ilha sendirian dengan segala kecamuk perasaan tak menentu di dalam dadanya.
Aeseol masuk ke kelasnya, dan langsung didapatinya wajah-wajah yang menatap penuh kekhawatiran. Jangsoo langsung menghampirinya dan bertanya.
"Lo ngak papa? Lo baik-baik aja kan? Lo ga diapa-apain kan?" tanyanya, terlihat sekali ia sangat mengkhawatirkan Aeseol.
Chiyeol dan Deokjoong juga berdiri di belakang Jangsoo, menatap penuh kekhawatiran kepada Aeseol.
Aeseol mencoba tersenyum pada teman-temannya. "Gak papa kok, gua baik-baik aja." Ucapnya lembut.
Aeseol pun meneruskan langkahnya. Ia berjalan ke bangkunya dan duduk di sana. Diikuti tatapan heran teman-temannya. Tapi pada akhirnya, mereka kembali ke kegiatannya masing-masing, membiarkan Aeseol menenangkan diri.
Aeseol tidak bisa menceritakan ini pada siapapun. Ia bahkan masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Ilha yang memeluknya, atau ia yang menikmati pelukan itu, manakah di antara kedua hal itu yang lebih tidak masuk akal?
Aeseol mengingat apa yang terjadi kemarin, mungkinkah kejadian kemarin sudah membuat Ilha gila?
Namun, mengingat kejadian kemarin membuat Aeseol kembali marah. Ia tak menyangka Ilha akan membuat langkah selicik itu, mengroyok kakaknya dan memukulinya di hadapan Aeseol. Itu langkah paling pengecut yang dibuat Ilha.
Pelukan Ilha memang mengagetkan Aeseol, tapi Aeseol harus menguatkan dirinya. Ia tak boleh lengah dan jatuh ke dalam perangkap Ilha. Ia harus kuat dan bersiap untuk kemungkinan paling buruk.
Aeseol berusaha keras menormalkan debaran jantungnya, mengatur nafasnya, melupakan rasa nyaman yang sempat ia rasakan tadi. Ia tak boleh lengah, segala sesuatunya bisa berubah salam sekejap, dan pelukan itu sudah pasti bukan apa-apa.
Aeseol menghembuskan nafas panjang, ia akan mejalani hari ini dengan tegar. Ia baru saja kehilangan kewaspadaanya dan membiarkan Ilha melihat kelemahanya, bukan tidak mungkin Ilha akan memanfaatkan kelemahanya untuk mempermainkan Aeseol.
Aeseol harus kembali waspada. Ia sendirian di dunia ini dan karena itu ia tak boleh punya kelemahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun and The Fire Keeper
FanfictionAeseol tak pernah peduli dengan keadaan sekitar. Ia hanya ingin bersekolah, lulus dan melanjutkan hidup. Ia tak memiliki teman dan tak merasa membutuhkanya, hingga suatu hari ia bertabrakan dengan Ilha. Ilha, kakak kelasnya, pria yang ditakuti hampi...