Aeseol berjalan menuju perpustakaan sambil membawa beberapa buku, saat didengarnya sebuah suara memanggil namanya. Aeseol menoleh, dan mendapati Jangsoo sedang berjalan ke arahnya sambil berlari kecil.
"Mau ke perpus?" tanyanya saat sudah berdiri di hadapan Aeseol.
Aeseol hanya mengangguk dan kembali berjalan, sedang Jangsoo menyamai langkah Aeseol. "Sini gua bawain." Katanya sambil mengambil buku yang dibawa Aeseol.
Aeseol ingin menolak tapi Jangsoo lebih cepat darinya. Mereka berjalan perlahan dalam diam sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Udah denger rumornya belum?" kata Jangsoo memecah keheningan.
"Rumor apa?" jawab Aeseol
"Tentang ka Ilha."
Aeseol diam sebentar kemudian menggeleng, berusaha memperlihatkan ketidak tertarikan.
"Lo tau kan kalo ka Ilha dan gengnya udah mulai berubah, mereka lebih banyak diam sekarang, ngak bikin kegaduhan. Sebenarnya itu hal yang bagus, sekolah juga terasa jadi lebih damai." Kata Jangsoo.
Aeseol tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk, menunjukan bahwa ia mendengarkan.
"Entah lo sadar atau engga, banyak orang berpikir kalo lo adalah alasan perubahan sifat mereka."
"Gua??? Gua ngapain emang?" Aeseol mencoba mengucapkan sesuatu tapi Jangsoo menyelanya.
"Banyak yang bilang ka Ilha melemah di hadapan lo! Rumornya sekarang malah kalian pacaran?" jelas Jangsoo
"Gua pacaran sama Ilha! Yang bener aja!"
"Jadi rumor itu salah?"
"Jelas salah lah."
Jangsoo tertawa kecil melihat reaksi Aeseol yang di luar dugaannya.
"Tapi banyak yang percaya sama rumor itu. Masalahnya adalah..."
Aeseol berhenti berjalan, begitu juga Jangsoo. Jangsoo terlihat begitu serius hingga entah bagaimana itu menakuti Aeseol.
"Masalahnya adalah, ka Ilha punya banyak musuh Seol. Hal ini juga tentunya didenger sama musuh-musuhnya ka Ilha. Sekarang ini, kebanyakan dari mereka mungkin berpikir kalo lo adalah kelemahan ka Ilha."
Aeseol terdiam mendengar perkataan Jangsoo.
"Ka Ilha kemungkinan udah tau soal hal ini makanya kemarin dia mau nganterin lo pulang."
Aeseol tidak merespon.
"Karena itu sekarang ini, usahain untuk ga ke mana-mana sendirian. Gua udah ngomongin soal ini sama Nara dan Yoojung. Mereka sepakat untuk sering ngobrol sama lo dan nemenin lo bukan karena kasihan atau takut, tapi karena mereka juga mau jadi temen lo. Jadi, kalo mereka ngedeketin lo nanti jangan ditolak terima mereka kaya sekarang lo nerima bantuan gua, oke?"
Aeseol melihat mata Jangsoo yang menatapnya serius tidak ada penghakiman di sana. Aeseolpun tersenyum kecil dan mengangguk. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke perpustakaan.
Aeseol tak bisa memungkiri bahwa apa yang baru saja didengarnya membuatnya takut. Meski begitu, hal ini juga membuat ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu fokus pada kesedihan dirinya. Bahwa ia tidak pernah berusaha keluar dari ruang gelap yang ia ciptakan sendiri. Bahwa nyatanya masih banyak orang baik di sekitarnya. Dunia mungkin tidak seburuk yang ia pikirkan.
***
"Jadi lo bakal gimana, Ha?" tanya Taeman.
Saat ini, Ilha, Taeman, Wootaek dan Heerak sedang berkumpul di rumah Ilha. Mereka sudah mendengar banyak kabar burung terkait musuh-musuh mereka yang berniat menjadikan Aeseol sebagai alat untuk membalas Ilha. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan ke depanya.
"Mungkin sebaiknya kita balik kaya biasa aja, balik kaya dulu, bertingkah semau kita. Mungkin kalo orang-orang liat kita balik kaya biasa, mereka ga bakal gangguin Aeseol." Ucap Heerak.
"Kenapa juga si kita harus peduli sama apa yang bakal terjadi sama Aeseol? Bukanya kita seharusnya mikirin apa yang bakal kita lakuin ke depanya. Kan kalian sendiri yang mau berubah, terus sekarang kalian mau balik gitu aja kaya dulu." Kata Wootaek tajam.
"Jadi kita mesti ngebiarin Aeseol gitu aja? Ngebiarin dia dapet masalah gara-gara kita?" bantah Heerak.
"Kenapa juga itu jadi gara-gara kita, dia duluan kan yang nyari masalah sama kita. Ini konsekuensi dari tindakan dia, bukan gara-gara kita." Tegas Wootaek.
"Tapi dia bakal jadi sasaran atas dendam orang-orang ke kita, dan lo mau kita diam aja ngeliat hal itu?"
"Guys, ini bukan waktunya berantem!" Kata Taeman berusaha melerai kedua temanya.
"Jangan bilang lo beneran ada perasaan ke Aeseol cuman gara-gara kejadian waktu itu Ha!" Kata Wootaek pada Ilha, seakan mengabaikan Taeman.
"Dengan logika kaya gitu kita semua harusnya udah jatuh cinta sama Aeseol sekarang!" Bantah Taeman.
Ilha menatap ketiga temanya bergantian, keempatnya terdiam sambil saling berpandangan, "Kalian semua jatuh cinta sama Aeseol?" tanyanya serius.
"Ya ngaklah!"
"The f*ck No!"
"No F*cking way!!"
Jawab ketiganya berbarengan.
Ilha terlihat lega mendengar jawaban mereka. Ia kembali fokus pada pikiranya, melihat reaksi Ilha, Taeman, Heerak dan Wootaek menyadari bahwa Ilha serius pada perasaanya.
"Kalo lo bener-bener peduli sama Aeseol lu harus ngejauh dari dia Ha." Kata Taeman dengan serius, Ilha hanya menatap Arsa lekat-lekat seakan bertanya kenapa.
"Semakin lo keliatan peduli sama Aeseol, bakal semakin banyak orang yang neggangguin dia." Tambah Taeman mencoba menjelaskan.
Ilha terdiam, Taeman benar, perasaan dan kepedulianya pada Aeseol akan menjadi bumerang bagi Aeseol. Semakin dia mendekati Aeseol semakin Aeseol berada dalam bahaya. Namun, bukan berarti ia bisa menghilangkan begitu saja perasaannya dalam waktu semalam. Apa yang harus ia lakukan? Di mana ia harus mencari jawaban?
***
Aeseol sedang berjalan sendiri menuju rumah saat tiba-tiba seseorang menarik tanganya, membawanya bersembunyi di balik pohon besar. Aeseol hampir berteriak jika saja orang itu tidak membekap mulutnya.
Ilhalah orang yang sudah menarik Aeseol, ia membekap mulut Aeseol dengan tangan kanannya dan menahan Aeseol dengan tangan kirinya. Mencengkram bahu Aeseol sehingga ia terpojok ke arah pohon. Seakan menyembunyikan Aeseol dari sesuatu yang mengerikan.
Aeseol merasakan gelagat kekhawatiran dan kegelisahan Ilha. Mata Ilha yang menatap matanya terlihat penuh ketakutan.
Aeseol berusaha mendorong tubuh Ilha supaya menjauh darinya, tapi Ilha bergeming dan tak berniat melepaskan Aeseol. Aeseol menekan kedua tangan Ilha yang menahanya, memandang langsung ke mata Ilha, seakan mengisyaratkan bahwa ia tak akan lari atau berteriak.
Melihat Aeseol yang begitu tenang, Ilha pun perlahan melepaskan bekapan dan cengkramannya pada Aeseol. Aeseol tidak berteriak, tidak juga lari dari Ilha. Ia menoleh ke belakang mengamati jalan yang tadi dilaluinya. Beberapa siswa muncul dan terlihat seperti sedang mencari sesuatu, ada 5, 8, 9, 15 orang totalnya.
Aeseol langsung berbalik arah dan kembali menatap Ilha. Kali ini wajahnya dipenuhi kekhawatiran dan ketakutan. Ilha yang melihat hal itu perlahan menggenggam tangan Aeseol, sangat perlahan seakan mengatakan pada Aeseol untuk tidak takut.
Ilha menarik tangan Aeseol, ia harus membawa Aeseol ke tempat yang aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun and The Fire Keeper
FanfictionAeseol tak pernah peduli dengan keadaan sekitar. Ia hanya ingin bersekolah, lulus dan melanjutkan hidup. Ia tak memiliki teman dan tak merasa membutuhkanya, hingga suatu hari ia bertabrakan dengan Ilha. Ilha, kakak kelasnya, pria yang ditakuti hampi...