Ilha sedang berkumpul dengan teman-temanya di rumah. Wootaek, Heerak dan Taeman, mereka memang biasa berkumpul di tempat Ilha. Kadang bermain game, kadang bermain gitar sambil bernyanyi, kadang sekedar bercengkrama.
Keempatnya sudah berteman sejak SMP. Mereka cenderung tidak terpisahkan, jika yang satu punya masalah, tiga lainya akan dengan tanpa ragu ikut campur, apapun itu yang harus mereka lakukan. Termasuk saat Ilha meminta mereka membantunya memberi 'pelajaran' pada Pak Jang, yang notabenya adalah guru mereka. Tidak ada yang menyanggah atau sekedar mengingatkan Ilha itu salah.
Bagi mereka berempat, persahabatan mereka adalah segalanya, siapapun yang mengganggu teman mereka, berarti mengganggu mereka secara keseluruhan. Siapapun itu, mereka akan langsung memberi balasan. Mereka menyebutnya kesetiaan dan merasa bangga akan hal itu.
Heerak dan Wootaek sedang asik bermain gitar dan bernyanyi di bangku tengah, sedangkan Ilha hanya memandang kosong ke jendela. Taeman entah sudah berapa lama hanya memperhatikan Ilha.
"Lo udah lama ga gangguin Aeseol, Ha." Katanya tiba-tiba.
Seminggu sudah berlalu sejak mereka berempat menyerbu Aeseol dan Pak Jang. Sejak itu Ilha tak lagi datang ke kelas Aeseol atau mengganggu Aeseol, lebih tepatnya, Ilha tak lagi mengganggu siapapun. Ia tak menganggu guru, teman sekelas atau siapapun itu yang mencari masalah denganya. Ia malah lebih banyak melamun dan tidak bersuara.
Wootaek dan Heerak langsung berhenti bernyanyi saat mendengar ucapan Taeman. Mereka juga agak bingung, tapi mereka memutuskan untuk membiarkan Ilha. Tapi sepertinya Taeman tidak cukup sabar untuk menunggu Ilha bercerita sendiri. Ia ingin tau apa yang ada di kepala Ilha.
"Jangan bilang lo masih shock sama kejadian kemarin?" kata Taeman lagi.
"Seriuosly Ilha, ini bukan kaya pertama kalinya lo mukulin orang kan." Tambah Wootaek
Ilha akhirnya mulai menunjukan reaksi kepada teman-temannya. Ia yang tadinya hanya memandang jendela berbalik arah dan memperhatikan teman-temannya.
"Kalian sendiri, kalian baik-baik aja bahkan setelah liat kejadian kemarin?" ucap Ilha, ia tidak menunjukan kemarahan, suaranya tenang tanpa penghakiman. Ia seakan sedang berkata pada dirinya sendiri.
"Kalo boleh jujur, sebenernya gua agak kepikiran. Kadang gua juga ngeri sendiri kalo inget ekspresinya Aeseol pas kita mukulin Pak Jang." Ucap Heerak.
Wootaek dan Taeman langsung beralih memperhatikan Heerak. Mereka bukanya tidak merasakan apa-apa. Mereka juga melihat betapa ngeri dan takutnya wajah Aeseol saat itu.
"Terus, kalian mau gimana?' Tanya Taeman,
Sebuah pertanyaan yang juga ditanyakan Ilha pada dirinya sendiri selama ini. Tak satupun dari mereka memberi jawaban. Tak satupun dari mereka bisa memberi jawaban.
***
Ilha, Wootaek, Taeman dan Heerak sedang berkumpul di kantin untuk makan siang. Hari ini tidak banyak yang mereka lakukan. Mereka juga tidak membuat kegaduhan apapun.
Mereka tidak tidur di kelas, tidak berisik dan mengobrol di kelas, juga tidak bermain game. Bisa dikatakan mereka hanya melamun dan mendengarkan apa yang terjadi. Seisi kelas sebenarnya bingung akan kelakukan empat serangkai ini. Sebagian juga merasa khawatir, apakah ini adalah ketenangan sebelum datangnya badai besar.
Saat sedang asik mengunyah makanan, seseorang lewat dan tanpa sengaja menubruk Ilha. Ilha hampir menjatuhkan wajahnya ke dalam piring nasi, beruntung ia cukup tangkas, sehingga baik nasi dan awajahnya masih baik-baik saja.
Seisi kantin langsung membeku melihat kejadian itu, tak ada yang berani bicara. Si yang menabrakpun hanya bisa termengu sambil memandangi punggung Ilha. Ia seakan harus siap menerima hukuman terberat, wajahnya pucat pasi dan ia bahkan tidak berani bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun and The Fire Keeper
FanficAeseol tak pernah peduli dengan keadaan sekitar. Ia hanya ingin bersekolah, lulus dan melanjutkan hidup. Ia tak memiliki teman dan tak merasa membutuhkanya, hingga suatu hari ia bertabrakan dengan Ilha. Ilha, kakak kelasnya, pria yang ditakuti hampi...