15. The Rising Flames

43 3 0
                                    

Ilha berlari kencang menuju taman belakang. Ia baru mendengar bahwa Aeseol dan Kitae bertengkar. Chiyeol lah yang memberitahuanya. Hatinya bergemuruh, ketakutan, akan apa yang mungkin terjadi pada Aeseol. Ia berlari seakan hidupnya bergantung pada itu, dengan Taeman, Heerak dan Wootaek mengikutinya.

Ilha sampai di taman belakang, hatinya makin bergemuruh, berdetak keras, ketakutan membuat matanya gelap dan segalanya buram. Namun, ia bisa melihat, Aeseol berdiri terengah, dengan luka dan lebam di sekujur tubuhnya.

Pemandangan itu membuat otaknya berhenti bekerja. Ilha diam mematung, tak sanggup melangkahkan kakinya atau mengeluarkan suara.

Seorang lelaki tergeletak lemas di hadapan Aeseol. Tubuhnya tak kalah penuh luka dari Aeseol. lelaki itu meringis kesakitan memegang tangannya.

Ilha masih diam mematung, bahkan saat Kitae tersenyum penuh kemenangan dan mendeketi Aeseol, membisikan sesuatu di telinganya. Setelahnya, Aeseol langsung melempar kayu yang sedari tadi dipegangnya, yang juga telah berlumuran darah.

Aeseol berbalik, mematung saat mendapati Ilha tengah berdiri di sana menatapnya. Matanya memancarkan kesedihan dan penderitaan. Ilha tau Aeseol sedang sekuat tenaga menahan air matanya. Namun, kesedihan itu perlahan berubah menjadi kemarahan.

Aeseol memandang tajam Ilha sebelum akhirnya melangkah pergi, melewati Ilha begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Ilha masih mematung, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, mencerna apa alasan kemarahan Aeseol padanya. Namun, ia tak menemukan jawaban, tak ada sedikitpun.

Mata Ilha berhenti pada Kitae yang tengah tertawa puas, mendadak hatinya kembali dipenuhi kemarahan.

Ilha melangkah mendekati kita dan mencengkram kerah baju Kitae.

"Lo lupa apa kesepakannya! Jangan sentuh Aeseol!" ucap Ilha geram, matanya menatap Kitae penuh kemarahan, tanganya mencengkram kuat kerah baju Kiae, tak memberikan sedikitpun peluang bagi Kitae untuk lepas dari genggamannya.

"Tehnically, I didn't!" ucap Kitae, tak terlihat takut sedikitpun, suaranya tenang dan tanpa emosi.

"Cut the bullshit! You keep bothering her!" ucap Ilha lagi, siap tanganya yang bebas mengepal siap menghajar Kitae.

Kitae menyeringai, tersenyum melihat kepalan tangan Ilha. Kepuasan terlihat jelas di wajahnya.

Emosi yang muncul tiba-tiba di wajah Kitae membuat Ilha lengah, dengan mudah Kitae melepaskan tangan Ilha yang mencengkram kerah bajunya, kemudian tertawa puas.

"It's your little princess who keep coming to me! Stick her nose into my business! And look at what she does!" katanya menunjuk anak buahnya yang masih tergeletak di lantai.

Ilha menatap anak itu, kepalanya dipenuhi berbagai hal, alasan kemarahan Aeseol, alasan rasa sakit Aeseol. Semua hal yang mungkin membuat Aeseol melakukan hal ini.

Ilha mundur selangkah, penat, kepalanya penat. Kemarahan memenuhi dirinya, tapi Ilha tau kemarahan itu tak tertuju pada Kitae atau anak buahnya, namun pada dirinya sendiri.Alasan kemarahan Aeseol, alasan kesedihan Aeseol, semua itu pada akhirnya aan berlabuh di dirinya. karena ialah yang membawa Aeseol masuk ke dalam lingkaran masalah ini.

Sebuah tangan menggapai lengan Ilha. Ilha menatap ke samping dan mendapati Taeman sudah berdiri di sampingnya dan mencengkram kuat lenganya, menatap tajam Kitae dan kawanannya.

"Ingat baik-baik perjanjiannya. Ingat baik-baik kalo kita bisa dengan mudah ngembaliin gelar nomor dua lo di sekolah ini." ucap Taeman dengan sangat tenang, menatap lurus mata Kitae.

Senyum licik terhapus dari wajah Kitae dan ia menatao Taeman dengan serius.

"Well, I will always ready to fight you, but you sure it was your priority now?" ucap Kitae tak kalah tenang.

"Let's go." Taeman menarik tangan Ilha, memahami bahwa yang terpenting saaat ini adalah menmukan Aeseol.

Tubuh Ilha menuruti Taeman, mengikuti ke mana Taeman membawanya. Tubuhnya tau Taeman tak akan mencelakainya. Tubuhnya percaya pada taeman,  namun otaknya masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Apa yang harusnya jadi prioritasnya? Hingga sebuah nama terngiang di kepalanya.

Aeseol,

Saat ini yang harus Ilha perhatikan, yang harus Ilha temui, yang harus Ilha ketahui adalah di mana Aeseol dan apakah gadis mungilnya baik-baik saja.

Begitu tersadar Ilha sudah berada di depan kelas Aeseol. Dilihatnya salah satu teman Aeseol Chi Yeol, menunggu di depan kelas dengan wajah khawatir. Ia mendengar Taeman bicara dengannya, namun tak menangkap apa yang mereka bicarakan.

Meski begitu, samar-samar telinga Ilha mendengar nama Aeseol disebut. Mendengar Chi yeol mengatakan bahwa Aeseol pergi meninggalkan sekolah begitu cepatnya dan ia tak bisa mengejarnya.

Kemudian, mata Ilha bertemu dengan mata bulat yang dilapisi kaca mata, berjalan ke arahnya. Itu Pak Younghoon, kakak Aeseol. lelaki itu mendekat ke arah mereka dan ia bisa mendengar samar-samar Taeman dan Younghoon bicara.

Ilha sekali lagi hanya menangkap samar-samar apa yang mereka katakan. Hanya menangkap samar-samar bagaimana mereka menyebut nama Aeseol. Namun, Ilha tau, melihat bagaiaman Younghoon tetap tenang, merasakan bagaimana Younghoon bersikap, mendengar tak ada kepanikan dalam nada bicara Younghoon. Ilha tau bahwa Aeseol baik-baik saja.

Jika ada orang di dunia ini yang mengharapkan keselamatan Aeseol, yang ingin melindungi Aeseol lebih dari dirinya, maka orang itu adalah Younghoon. Karena itulah, Ilha yakin, Ilha sangat yakin bahwa Aeseol baik-baik saja.


The Sun and The Fire KeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang