9. Downton Abbey

407 80 3
                                    

Anantari mengecek ulang alamat yang diberikan oleh Michael, juga pin di google maps, lalu matanya berganti ke arah pagar besi tinggi berwarna hitam di bawah naungan pohon kenari dengan daun-daun yang sudah mulai menguning memasuki musim gugur.

Setelah kencan gila kedua mereka, Ana dan Michael tidak melewatkan hari tanpa berkomunikasi. Baik hanya melalui pesan atau bervideo call. Kembali dari Tajikistan, misi yang untuk alasan sangat berbeda terasa begitu lama bagi Ana, Michael mengundangnya untuk makan malam di rumahnya di Versoix. Rumah dalam bayangan kepala Ana adalah sebuah bangunan dua lantai yang mungkin terdiri dari dua atau tiga kamar, sedangkan bangunan di depannya tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah rumah.

Mata Ana memandang ke jalan setapak dengan kerikil-kerikil kecil berwarna putih, tertata rapi dengan hamparan rumput menghijau di sisi kiri kanannya. Sebuah pohon maple besar dengan daun-daun yang mulai memerah berdiri cantik di salah satu sisi halaman. Danau Leman dengan kemilau warna keemasan tertimpa matahari sore tampak gemilang di sisi jauh, sedangkan puncak dari properti ini adalah sebuah vila, atau lebih tepatnya kastil berwarna coklat bata dengan jendela-jendela besar yang membutuhkan waktu untuk menghitung jumlahnya.

Pandangan Ana kembali ke layar ponsel, mencocokkan informasi nomor rumah yang diberikan oleh Michael lalu ke arah nomor yang tertera di samping pintu pagar. 89. Benar. Tetapi ini bukan rumah.

Ana sedang mencari nama Michael dari daftar kontaknya ketika dia dikejutkan oleh sebuah suara. ¨Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?¨

Dia mendongak dari layar ponsel, menemukan seseorang berbadan tegap dengan mantel berwarna hitam berdiri di balik pagar. Tidak ada orang yang memiliki satpam di Jenewa, di Swiss, terlalu mahal, lalu matanya terlempar ke kastil megah di depannya, tetapi siapapun pemilik kastil itu pasti mempunyai cukup uang untuk membayar satpam, membayar apapun.

¨Halo, saya Anantari.¨ Ana mengenalkan diri, tetapi sebentar kemudian dia merasa bodoh, dia pasti salah alamat. Mungkin tempat ini adalah salah satu properti yang dimiliki oleh pemerintah Swiss, sebuah museum mungkin dan tentunya membutuhkan penjagaan. ¨Maaf say–¨

Perkataannya terpotong oleh pintu yang terbuka. ¨Nona Anantari, silahkan masuk. Kehadiran anda sudah ditunggu.¨ Laki-laki bermantel hitam itu mempersilahkan dia masuk dengan tangannya. Dengan ragu dia melangkah, melewati pintu pagar. ¨Silahkan ikuti saya, Nona Anantari.¨

Matanya memindai ke pemandangan sekeliling ketika dia melangkahkan kaki di jalan berkerikil putih, ke rumpun-rumpun mawar yang tertata rapi, rimbun pepohonan yang termanikur dengan cantik. Danau Leman dengan latar belakang Mont Blanc yang hari ini tampak begitu cemerlang seperti menjadi penyempurna tempat ini. Ini bukan kali pertama dia melihat kastil-kastil di Swiss, tapi baru kali ini dia benar-benar akan memasukinya.

Langkahnya terhenti ketika dia melihat Michael yang menunggu di atas puncak tangga, bibirnya menyunggingkan senyum walaupun ada sebayang gusar di wajahnya. ¨Ana,¨ sapanya.

Dia memandang lelaki yang hari ini mengenakan setelan jas kotak-kotak berwarna abu-abu, tidak hanya perlente, tetapi juga sangat berwibawa. Tiba-tiba ada sesuatu yang klik di kepala Ana, banyak laki-laki mengenakan pakaian mahal, tetapi ada sesuatu yang lain dari diri Michael semenjak pertama kali mereka bertemu, keeleganan yang hanya dimiliki oleh orang-orang aristokrat.

¨Kamu tinggal di sini?¨ Ana masih bertanya dengan bodoh.

Michael berjalan menuruni anak tangga, ke arah Ana yang masih berdiri terpaku, dia mengucapkan terimakasih kepada pria bermantel yang mengantarkan Ana lalu perhatiannya kembali ke wanita di depannya. ¨Kita masuk dulu, diluar sudah mulai dingin.¨ Tangannya terulur ke arah punggung Ana, tetapi wanita itu menghindar.

SEMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang