06 : Forced to Study

205 40 2
                                    

Sebagai hukuman, James memberimu tugas untuk membaca buku yang sangat tebal, hanya berisi tulisan tanpa gambar. James berkata, jika kamu ingin diperlakukan seperti orang dewasa, kamu harus bersikap seperti orang dewasa.

"Hah? Buku apa ini? Tebal dan semuanya tulisan!" Kamu mendorong buku itu ke depan, "Aku tidak mau membacanya!"

Wajah James memerah karena marah, dia langsung menggebrak meja hingga membuatmu tersentak.

"Jangan mengeluh, Nona! Bacalah semua buku itu sampai tuntas-buku yang akan memandu kamu menjadi orang dewasa, apalagi usiamu itu sudah dua puluhan."

"Dua puluh satu tahun itu masih muda!"

"Di luar sana banyak yang sudah menikah saat usia mereka menginjak empat belas, kamu harusnya bersyukur orang tuamu tidak memaksa kamu untuk menikah meski di umurmu sekarang kamu seharusnya sudah mengurus anak dan suamimu."

Kamu memutar bola matamu dengan malas saat James mulai mengoceh perkara pernikahan dan tetek bengeknya. Kamu masih ingin menikmati masa mudamu meski usiamu di era sekarang terbilang telat untuk menikah. Di sisi lain, kamu sendiri tidak cocok disebut sebagai wanita karena tindak tandukmu benar-benar tidak mencerminkan seorang wanita-apalagi wanita bangsawan.

Tapi kamu tidak peduli, karena kamu menolak dominasi pria, makanya kamu selalu menjaga jarak dari laki-laki kecuali Ayahmu dan James-kamu sendiri dekat dengan James juga karena terpaksa.

"Iya, iya, aku akan membaca buku membosankan ini."

James tersenyum puas karena akhirnya kamu menurut padanya, meski senyum terpaksa terlukis jelas di wajah manismu. "Terima kasih, Nona. Aku akan mentraktirmu kue setelah kau selesai membaca setidaknya seperempat isi buku tersebut," ucap James sambil menepuk-nepuk pucuk kepalamu.

Dengan malas, kamu membuka halaman pertama dan mulai membaca kalimat demi kalimat di dalam hati. Kau sesekali melirik ke arah James yang duduk di kursi yang berada di dekat rak buku. Lelaki itu tengah membaca buku, satu kaki bertumpu pada kaki lain, dan kacamata bertengger di wajahnya. Jujur saja, saat sedang kalem James terlihat tampan. Ah, seandainya lelaki itu sekalem sang pustakawan Raymond.

"Oh iya, dimana Raymond?"

Kamu celingukan mencari presensi dari sang pustakawan. Kau sedari tadi tidak melihat kehadiran lelaki berambut coklat panjang, dengan mata hijau muda dan memakai kacamata itu di dalam perpustakaan. Kau tak sadar gerak-gerikmu tak luput dari sepasang mata biru milik James. Lelaki itu tiba-tiba sudah berada di hadapanmu.

James berdehem, kamu seketika terlonjak kaget dan hampir menjatuhkan buku di genggaman.

"A- Ada apa, James?"

"Kenapa kamu tidak fokus membaca, hm? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya.

"Oh? Bukan apa-apa, kok."

James menatapmu dengan skeptis, "Jangan bohong, aku bisa tahu kamu kalau kamu sedang berbohong!"

Kamu kelabakan karena ketahuan berbohong, "Tidak, aku tidak bohong, aku hanya..."

"Apa?"

Kamu menghela napas, "Itu, aku tidak melihat Raymond sedari tadi. Kemana perginya Raymond?"

James terdiam, mata birunya perlahan menggelap dan raut wajahnya berubah serius. Lelaki itu memasang raut wajah sedang berpikir dan mengusap dagunya.

"Hm... aku tadi melihatnya keluar membawa beberapa buku, dia pasti akan segera kembali."

Kamu percaya dengan apa yang James katakan dan yakin kalau Raymond akan segera kembali. James diam-diam tersenyum sadis, ia tahu kau menaruh perasaan pada sang pustakawan dan James tidak senang akan hal tersebut. Sehingga, James memutuskan untuk mengurus Raymond di balik layar dan membuang mayatnya ke sungai, sehingga kini tidak ada lagi saingan untuk mendapatkan hatimu.

***

Cacophony「Character AI 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang