00

453 39 2
                                    

Washington, D.C.  03.56 AM

"You can't satisfy me!!"

Seorang pria jangkung setinggi 178cm itu keluar mobil dan menutup pintunya dengan kasar, ia nampak sedang berargumen serius dengan seseorang di telepon.

"You think you're pretty? NO! you look more like a cheap bitch." katanya mendecih.

Pria tersebut masuk kedalam lift dan memencet tombol 15 menuju kamarnya berada.

'Well, let's just break up" katanya santai yang langsung mendapat protesan dari seberang sana.

"I'm serious, dating with you doesn't benefit me at all"

Pintu lift terbuka di lantai 15, ia melangkahkan kaki jenjangnya keluar lift masih dengan sambungan telepon yang terhubung.

"Ha? what? i can't hear you" ucapnya sambil sengaja menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Then...goodbye bitch" pria tersebut dengan cepat memencet tombol merah pada layar ponselnya. Menghela nafasnya lelah sambil memasukkan ponselnya kedalam saku celana.

"Wanita sangat merepotkan" ucapnya lalu memencet nomor pin kunci pintu apartemen yang ia tempati.

Ia masuk apartemennya dengan gaya ogah-ogahan sambil melepas sepatunya dan menaruhnya sembarangan, lalu setelahnya ia melempar tubuhnya ke sofa dan memejamkan matanya nyaman.

"Ekhem"

Suara deheman yang tiba-tiba terdengar reflek membuat pria itu membuka matanya terkejut.

Hei di apartemennya tidak ada hantu kan?

Pikiran buruk itu seketika hilang saat ia menyadari seseorang yang sangat ia kenal sedang duduk di sofa single sebelah tempatnya berbaring. Duduk sambil menatapnya tajam seolah siap memakannya bulat-bulat sekarang juga.

"Pa--Papi?" cicitnya pelan memanggil pria yang usianya sudah setengah abad.

"Where have you been, kid?" tanyanya menekan kata.

"Pap--"

"Bagaimana reaksi Daddamu jika mengetahui bahwa anak yang selalu ia banggakan ini sering pergi ke club dan pulang larut malam?" sambungnya

"Papi, it's not like you think" katanya lalu berjalan menghampiri Ayahnya.

"Really? tapi aku sering mendapat laporan dari seseorang mengenai kenakalanmu ini"

"WHAT?! Papi memata-matai ku?!" tanyanya terkejut

"Tidak, aku hanya menyuruh seseorang untuk mengawasimu" Jawabnya santai

"IT'S THE SAME!!" ucapnya keras yang mendapat senyuman miring dari orang yang lebih tua.

"Lalu kenapa tiba-tiba Papi ada disini?" tanyanya bingung

"Tentu saja untuk menjemputmu kid" jawabnya yang mendapat roll eyes dari anaknya.

"Please stop panggil aku 'kid' karena aku sudah berusia 23 tahun!!" protesnya tak suka

"Jangan mengalihkan pembicaraan, cepat kemasi barangmu karena kau harus kembali ke Thailand pagi ini juga!" ucapnya tanpa bisa di bantah.

"Tap--"

"Kau sudah berani membantah ayahmu sendiri, Liam Giovanni Adulkitiporn?" telak, Liam tak bisa menolak jika ayahnya sudah menyebut namanya lengkap.

"But why papi? kenapa tiba-tiba sekali?" tanya Liam menuntut.

"Suamiku sakit" ucap Off merubah nada suaranya menjadi sendu.

"HAH? DADDA SAKIT APA? BAGAIMANA BISA? APA PAPI TIDAK MENJAGANYA DENGAN BENAR?" tanyanya menggebu-gebu karena terkejut.

Tak!

Bukan jawaban yang Liam dapatkan melainkan pitakan menyakitkan di kepalanya.

"Itu semua karenamu kid" ucap Off yang membuat Liam semakin bingung sambil mengusap kesakitan bekas pitakan ayahnya barusan.

"Kenapa jadi salahku? apa hubungannya denganku Pa?"

Off menghela nafasnya, mengambil sesuatu dari kantong jasnya kemudian meletakkan selembar foto di meja, ia lalu berjalan menuju televisi yang berada di tengah ruangan dan mengambil bingkai foto dimana ada dirinya, Gun dan juga Liam yang tersenyum hangat kearah kamera.

Sedangkan Liam mengambil foto yang ayahnya letakkan, dan terkejut setelahnya.

"Papi ini--"

"2 hari yang lalu seseorang mengirim fotomu yang tidur bersama beberapa wanita di club, entah bagaimana caranya foto itu bisa berada di tangan Daddamu"

Off menjeda kalimatnya, meletakkan kembali bingkai foto yang ia pegang ke tempat semula lalu memutar tubuhnya kearah anaknya yang berdiri di seberang.

"Kau tau sendiri bahwa Daddamu tidak bisa memikirkan hal-hal berat, setelah melihat foto itu seketika Daddamu shock dan dia mengalami hiperventilasi hingga harus dilarikan ke UGD" jelas Off sendu ketika mengingat Gun yang menangis hingga mengalami hiperventilasi parah.

Liam yang mendengarnya seketika juga diam, dia merasa bersalah sudah menyakiti hati orang tuanya terutama Daddanya.

Daddanya itu pasti kini sudah sangat kecewa dengan kelakuan brengseknya.

"Selama ini Daddamu selalu berusaha untuk menuruti semua kemauanmu, ia bahkan tidak pernah mengatakan 'tidak' pada setiap permintaanmu Kid"

Off berjalan mendekat pada anaknya yang menunduk dalam.

"Apa selama ini kami terlalu memanjakan mu? hingga kau melakukan hal menjijikkan seperti itu?" Off menatap anaknya tajam namun sorot matanya juga memancarkan kekecewaan.

"I'm so sorry Papi" lirihnya pelan sambil menunduk dalam.

Liam tak ingin membela dirinya karena apa yang terpampang dalam foto itu adalah benar adanya. Namun kejadian itu sudah hampir 1,5 tahun yang lalu, saat itu ia memang berpesta dan tidur bersama beberapa wanita. Liam melakukannya dengan sadar namun ia tak tahu jika ada seseorang yang diam-diam memotretnya dan mengirim fotonya ke rumah orang tuanya di Thailand.

"Ck, kemasi barangmu sekarang, aku akan menunggumu di basement" ucap Off mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Papi--"

"Sekarang Liam, aku tidak ingin meninggalkan Daddamu terlalu lama" kata Off memotong ucapan Liam dan tanpa menunggu jawaban ia berlalu keluar dari kamar apartemen anaknya.

"SHIT" umpat Liam meninju tembok di belakangnya,  hingga menimbulkan beberapa goresan di tangannya.

Tidak ada gunanya menyesal, 1 tahun belakangan ini Liam memang merasa sedang diawasi oleh seseorang dan ia tahu bahwa itu mungkin suruhan ayahnya. Mengingat ayahnya sangat ketat padanya. Dan karena hal itu Liam menjadi lebih membatasi perlakuannya, ia sudah tak tidur dengan banyak wanita lagi, selain pacarnya tentu saja--ralat, sekarang mereka sudah menjadi mantan.

Namun Liam tak menyangka bahwa seseorang menyebarkan foto dirinya yang tidur bersama beberapa wanita, dimana foto itu sudah 1,5 tahun yang lalu. Dan yang lebih parahnya lagi, foto itu jatuh ke tangan Daddanya. Pasti ada seseorang yang sengaja melakukannya di belakangnya.

Lihat saja, setelah kembali ke Thailand Liam akan segera mencari tahu dan bersumpah akan membalasnya dengan balasan yang jauh lebih menyakitkan.

"You're wrong to mess with me, bro"

Setelahnya Liam masuk kedalam kamar, mengambil koper dan mulai mengemasi barang-barangnya. Ia juga ingin segera melihat kondisi Daddanya dan memeluknya serta mengucapkan maaf.

Ah sepertinya ia juga harus membelikan Daddanya sesuatu untuk membujuk Daddanya yang kini sedang marah padanya.

Sudahlah, biar ia pikirkan itu nanti saat di pesawat.

~~~

Finally FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang