01

352 44 6
                                    

Bangkok, Thailand. 01.22 AM

Liam menatap jalanan kota Bangkok yang senggang melalui kaca mobil yang akan membawanya ke rumah orang tuanya. Ah dia sangat merindukan kota kelahirannya ini. Sudah 7 tahun lebih ia berada di Amerika untuk menempuh pendidikan S1 dan S2 nya di kampus ternama. Ia bahkan baru saja wisuda beberapa minggu lalu dan siapa sangka ia akan pulang ke Thailand dengan cara dipaksa seperti ini?.

Liam mengalihkan pandangannya kearah ayahnya yang menatap lurus kedepan dengan tatapan tajam.

"Papi" tak ada jawaban dari ayahnya

"Papi, apakah Dadda marah padaku?" tanya Liam tak gencar berusaha membuat ayahnya bicara.

Liam tak bisa di diamkan seperti ini, selama di pesawat ayahnya itu hanya diam tanpa kata dan Liam benci di diamkan seperti itu.

Off menoleh dan menatap anaknya tajam, tak bisa dipungkiri jika Off kini sangat marah juga kecewa pada anaknya. Tapi ia menahannya, karena ia tak ingin melakukan hal yang akan membuatnya menyesal.

"Turun, Daddamu sudah menunggu di dalam" Off mengalihkan pembicaraan.

Liam mengalihkan pandangannya dan menatap sekelilingnya, baru menyadari bahwa mobil yang ia tumpangi sudah terparkir di depan pintu utama rumah orang tuanya.

"Pap--" panggilan Liam terpotong saat menyadari bahwa ayahnya sudah lebih dulu keluar dari mobil yang membuat Liam menghela nafasnya.

Setelah lama bergelut dengan pikirannya, akhirnya Liam juga keluar dari mobil, berjalan dengan langkah lebar memasuki rumah--sebenarnya tidak karena saat ini ia sedang berlari menuju kamar orang tuanya.

"Pelan-pelan tuan muda, nyonya sedang tidur" seseorang menghentikan langkah Liam di depan pintu kamar orang tuanya.

Jangan terkejut, karena semenjak Gun melahirkan Liam, seluruh penjaga dan maid di rumah itu memanggil Gun dengan sebutan nyonya. Dan Gun tak protes dengan hal itu karena bagaimana pun juga ia adalah suami dari Off. Pengecualian, Gun melarang keras bibi Fah untuk ikut-ikut memanggilnya nyonya karena Gun sudah menganggap kepala pelayan itu sebagai ibu keduanya.

Kembali pada Liam, ia menganggukkan kepalanya lalu mengetuk pintu kamar orang tuanya terlebih dahulu sebelum masuk.

Sesaat Liam masuk, Liam melihat ayahnya yang menciumi kening Daddanya lembut sambil menggenggam tangan Daddanya erat. Pemandangan yang sudah sering Liam dapatkan.

"Dad" lirih Liam memanggil Dadanya

"Liam, kemarilah nak" Gun mengalihkan pandangannya kearah anaknya yang berjalan pelan kearahnya.

Off yang mengerti segera bangun dari tempatnya, membiarkan dua orang itu berpelukan hangat melepaskan rindu.

"Aku akan pergi keluar sebentar" pamit Off yang tak mendapat balasan dari keduanya, membuatnya menggelengkan kepalanya jengah, dia akan selalu tersingkirkan jika ada anaknya di tengah-tengah dirinya dan Gun.

Off melangkahkan kakinya keluar kamar, berhenti sejenak di depan kamar lalu tangannya bergerak memegang pundak seorang penjaga yang berjaga di depan kamar mereka.

"Awasi mereka, jangan biarkan suamiku kambuh lagi" ucap Off

"Siap Khun" patuhnya sambil membungkuk hormat.

Memang sedikit berlebihan jika memerintahkan seseorang untuk menjaga kamar Off dan Gun, namun Off tak ingin mengambil resiko jika tiba-tiba sesuatu terjadi pada Gun tanpa sepengetahuan satu orang pun.

Lagi pula Off tak selalu menempatkan penjaga di depan kamar mereka, kali ini ia melakukannya hanya semata-mata untuk menjaga Gun yang masih belum diperbolehkan keluar kamar karena kondisinya yang masih belum stabil.

Finally FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang