18

23 17 0
                                    

"Dalam setiap pertempuran, kita menemukan kekuatan baru. Perjuangan kita adalah kilauan keberanian yang abadi."

ִ ֹ ─── 𐘃 ─── ۫ ۪

Anggota regu juga sedikit terkejut. Para monster mulai mengaum semakin keras. Frederick harus mengambil kesempatan ini. Ketika Frederick menyerang, para monster bahkan tidak dapat bereaksi karena mata mereka langsung tertusuk akibat betapa cepatnya pedang Frederick bergerak.

Namun, anggota regu belum sepenuhnya keluar dari bahaya. Anggota regu semakin kewalahan. Mereka menyadari bahwa wajah Frederick terlihat sangat tegang. Matanya menyipit dan napasnya berat. Dia lelah, tidak diragukan lagi jumlah monster yang harus dia kalahkan sangat merugikannya. Dia didorong hingga batas absolutnya. Jarang melihatnya seperti berada di kondisi yang seperti ini.

"Brengsek ...," gumam Eve, dia berpikir bagaimana cara menyelamatkan regunya? Jika begini terus-menerus, mereka semua akan berakhir di hutan ini. Dia mempercepat gerakannya, memaksakan tubuhnya untuk melampaui batas, menusuk mata monster dengan cepat, melompat ke ranting pohon untuk berpindah tempat dan menghindari serangan, lalu melakukan hal yang sama.

Regu mereka semakin ditekan. Kelelahan dan ketakutan terlihat di wajah-wajah mereka. Mereka berjuang dengan segenap tenaga dan mengerahkan semua upaya untuk melawan.

Anggota regu menyaksikan Eve yang terus menekan dirinya sendiri untuk melindungi pasukan. Meski Eve sudah bertarung cukup lama, gerakannya tetap tepat dan gesit. Anggota pasukan lainnya dan melihat gerakan mereka menjadi lebih lambat, mereka tampak kelelahan.

Tiba-tiba, terdengar teriakan manusia. Eve berbalik dan melihat Matilda telah dipojokkan oleh monster. Dia pasti kelelahan, sehingga menjadi lengah. Eve segera meninggalkan monster yang ada didepannya dan berlari ke sana.

Monster yang menyerang Matilda mencoba mengayunkan cakarnya ke arah Eve, tetapi Eve terlalu cepat untuknya. Pedangnya menusuk mata. Monster itu mati seketika. Anggota regu terkesan karena Eve mampu bereaksi begitu cepat, terlihat jelas bahwa Eve juga telah memaksakan diri hingga batas kemampuan Anda.

"Terimakasih!" seru Matilda dengan suara yang cukup keras, lalu pergi menyerang monster lainnya.

Eve mendarat di tanah dan menganalisis monster yang tersisa, merencanakan serangan. Meskipun Eve kelelahan, Eve tidak berhenti sejenak bahkan untuk mengambil napas.

Dia melihat ke salah satu monster, lalu melihat ke monster lainnya. "Pertama, aku akan membunuh yang di sana, lalu melompat ke dahan pohon itu dan membunuh yang di sebelah sana," gumamnya pelan.

Segera, dia berlari dan melompat ke salah satu monster itu, menusuk matanya. Eve bergerak dengan penuh keanggunan dan ketangkasan, rambutnya berkibar tertiup angin, menutupi matanya. Bibirnya menampakkan seringai yang cukup ngeri. Gerakan menusuknya tampak seperti sebuah bentuk seni.

Eve jelas-jelas kelelahan, badannya mulai terasa berat dan lesu, namun Eve tetap terus berjuang keras melindungi pasukan.

"Ayo ... kita akhiri ini," Eve berkata dengan napasnya terengah-engah.

Eve menusuk mata monster terakhir. Semua anggota regu melihatnya, mereka semua tampak lega karena Eve menyelamatkan nyawa mereka.

Eve mendarat di tanah, melihat sekeliling dan merasa lega karena anggota regu masih hidup. Dia menarik napas dalam-dalam, sebelum menjatuhkan pedangnya dan terjatuh ke belakang. Kelelahan telah memukul dirinya. Wajahnya ditutupi oleh rambutnya saat dia berbaring di tanah.

Keheningan telah menyelimuti hutan, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara nafas dan keheningan. Semua anggota pasukan telah menjatuhkan pedang mereka dan sekarang berbaring di tanah. Mereka semua tampak kelelahan dan perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk pulih. Bahkan Frederick sepertinya telah mencapai batas kemampuannya.

Eve menyibakkan rambutnya dan menatap pepohonan di hutan, matanya tampak lelah dan ada bayangan gelap kecil di bawahnya. Dia mulai memainkan rambutnya secara perlahan.

Kegelapan melingkupi hutan setelah pertarungan sengit itu berakhir. Suara nafas berat prajurit yang berbaring di tanah dan gemuruh hutan menjadi satu.
Mereka berhasil mengatasi tantangan besar ini, dan kemenangan mereka menghantarkan ketenangan sejenak di tengah kekhawatiran.

ִ ֹ ─── 𐘃 ─── ۫ ۪

Pada malam hari, kedua regu lainnya duduk di area kamp yang berada di hutan timur. Beberapa dari mereka ada yang berjalan dan mengelilingi area dengan hati-hati, memastikan tidak ada bahaya. Kedua anggota regu dengan ketenangan menjaga kamp mereka di tengah hutan. Api unggun berkepul-kepul, menyinari wajah-wajah lelah yang terlihat tetap waspada meskipun dalam keadaan istirahat.

Di kejauhan, suara gemuruh hutan menciptakan latar belakang yang mengingatkan mereka pada ketidakpastian yang masih mengintai. Penuh pengharapan, mereka menanti kabar dari regu Frederick yang berada di timur laut.

Sementara itu di sisi lain, suasana tegang masih terasa meski pertarungan telah berakhir. Anggota regu Frederick, di bawah cahaya redup api unggun, berbicara dengan suara rendah. Beberapa yang masih terluka sedang menerima perawatan dari rekannya.

Tiba-tiba Frederick mendekati Eve dan duduk di sampingnya. Eve menoleh ke arahnya, bertanya-tanya tentang kehadiran mendadaknya.

"Kamu Eve, ya?" tanya Frederick.

"Saya Eve, kapten. Ada apa?" balas Eve sambil berusaha menghilangkan rasa gugupnya karena sedang berbicara dengan seseorang yang dianggap 'prajurit terkuat umat manusia'.

"Sebutkan nama belakang anda," perintah Frederick dengan suara yang cukup santai daripada suaranya saat memimpin regu, namun tetap tegas.

"Kostya. Eve Kostya," jawab Eve. Kenapa Frederick tiba-tiba bertanya hal ini? Aneh.

"Hah? Marga itu ...," Frederick menggantung ucapannya, membuat Eve semakin bertanya-tanya.

"Memangnya kenapa? Kapten?" tanya Eve penasaran.

"Siapa orang tuamu? Apakah tidak menceritakan sesuatu tentang sejarah keturunan Kostya dan Damien?" tanya Frederick.

Eve menarik nafas. Dadanya cukup sesak saat Frederick menyebut kata-kata orang tua. Eve memejamkan matanya sebentar sebelum menjawab, "Mereka meninggal empat tahun lalu, saat Distrik Eternity diserang. Mereka tidak menceritakan apapun tentang hal yang anda maksud."

"Oh," jawab Frederick singkat, tanpa memperdulikan perasaan Eve jika kedua orang tuanya telah mati. Dasar pria yang tumpul dan tidak berperasaan!

Terdapat keheningan diantara mereka berdua setelah itu. Namun, Eve memecahkan keheningan diantara mereka, dia bertanya, "Memangnya apa yang terjadi dengan ... keturunan Kostya dan Damien?" tanya Eve.

"Saya akan menceritakan nanti. Sekarang, kita akan bersiap-siap menuju ke kamp untuk menyusul kedua regu lainnya."

"Baik."

Setelah istirahat yang cukup lama, regu Frederick kembali bersiap-siap. Mereka memeriksa senjata mereka, memastikan semua peralatan dalam kondisi baik. Langkah mereka mantap, menunjukkan tekad untuk melanjutkan misi mereka ke kamp di hutan timur. Suasana hening seolah menjadi prakata bagi langkah berani yang akan mereka ambil.

Dengan hati-hati, regu Frederick menuntun kuda mereka melewati area terbuka di luar hutan yang dipenuhi oleh monster dengan kondisi tertidur. Suasana sunyi seakan menjadi teman diam mereka, dan mereka berusaha sebisanya untuk tidak mengganggu para monster yang sedang beristirahat, mata mereka tertutup tetapi tetap dalam posisi berdiri. Langkah hati-hati mereka memperlihatkan strategi cerdas untuk melewati bahaya tanpa memicu reaksi dari para makhluk yang tertidur di sekitarnya.

Dalam malam yang sunyi, sinar bulan berkilauan dengan lembut menembus bumi. Cahayanya memainkan permainan bayangan di permukaan tanah, menciptakan pemandangan yang penuh misteri. Gemintang-gemintang yang berserakan di langit memberi hiasan berkilauan yang memperindah kegelapan malam. Suara lembut angin malam memberikan latar belakang yang tenang, dan daun-daun pohon bergerak perlahan seiring sentuhan malam yang sejuk. Suasana malam yang damai dan bercahaya, diwarnai oleh keindahan sinar bulan yang mengalir seperti sutra di langit.

Dendam Eve Pada Penyihir [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang