04

59 36 16
                                    

"Dalam percakapan malam itu, lapisan kesetiaan terungkap. Mereka bukan sekadar rekan sebaris, tetapi satu tim yang bersatu melawan nasib yang tak pasti."

    ִ        ֹ      ─── 𐘃  ───      ۫        ۪   

Suasana pagi di lapangan memancarkan semangat kegigihan. Kabut tipis masih menyelimuti sekitar, memberikan nuansa misterius di udara. Matahari terbit dengan kehangatan ringan, menyinari lapangan yang dipenuhi para rekrutan berdiri dengan sikap tegak, siap menghadapi latihan bela diri.

Instruktur berkeliaran di antara kelompok-kelompok rekrutan, memberikan arahan dengan suara tegas. Semangat membara terdapat di antara para rekrutan muda yang saling berhadapan. Ini adalah pagi yang penuh semangat, di mana para rekrutan meresapi latihan mereka sebagai bagian penting dari perjalanan mereka menjadi prajurit.

Tubuh Nicho terhuyung sejenak sebelum akhirnya menemui dinginnya permukaan keras. Nicho mendengus, "Aduh!"

Arthur berhasil mengalahkan Nicho di latihan ini. Arthur tersenyum tipis melihat Nicho yang mencoba bangkit dari tanah, lalu mengulurkan tangannya.

Nicho berdiri dengan bantuan Arthur, lalu membersihkan seragamnya. "Terima kasih. Kamu cukup hebat, Arthur."

"Aku tahu itu," balas Arthur dengan senyum percaya diri.

Arthur menoleh, melihat ke kanan dan ke kiri. Dia menyadari bahwa Instruktur sedang tidak ada di lapangan ini. Nicho menepuk pundak Arthur, lalu menunjuk kepada seorang wanita dengan rambut merah pendek yang sedang berjalan, tak jauh dari posisi mereka.

"Itu Emilia. Lihat, dia ber malas-malasan ketika Instruktur sedang lengah. Coba hajar dia," celetuk Nicho.

"Sebaiknya bermalas-malasan tidak dilakukan. Kita harus disiplin agar bisa menjadi seorang prajurit," usul Arthur, matanya menatap gerak-gerik Emilia yang begitu santai saat berjalan, seolah tak memiliki beban apapun.

Nicho mengangkat tangannya, melambaikan nya kepada Emilia. "Hey Emilia!"

Emilia menoleh, matanya yang setajam pedang, menatap Arthur dan Nicho. Langkah Emilia terlihat cukup cepat saat dirinya mendekati Arthur dan Nicho.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Emilia.

Nicho menyeringai tipis, lalu menunjuk ke Arthur. "Dia ingin melawan mu pada latihan fisik kali ini."

"Nicho? Astaga! Bukan begitu," desis Arthur. Dia memang ingin menasehati Emilia agar lebih disiplin, tetapi siapa yang bilang dia ingin melawan Emilia pada latihan ini?

Emilia membuka kaki selebar bahu, posisi kuda-kuda. Dia mengangkat tangannya yang mengepal, siap melawan Arthur. Matanya yang tajam menatap Arthur sampai menusuk jiwanya.

"Ekspresi nya mengerikan, apalagi mata tajam itu," batin Arthur.

Nicho menyenggol badan Arthur. "Lawanlah, kau ingin mengajari Emilia disiplin, bukan?" goda Nicho.

"Yah, ada kalanya seorang prajurit memang tidak boleh mundur," celetuk Arthur sambil mengangkat bahunya, lalu meluncurkan tangannya yang mengepal keras pada Emilia.

Dengan ekspresi tegas dan refleks yang cepat, Emilia mengangkat kakinya dengan kekuatan penuh, menendang Arthur dengan keras sebelum dia bisa memukulnya. Suara angin bersautan dengan kontak kasar saat kakinya bertemu dengan tubuh Arthur. Ekspresi kejutan dan kesakitan tergambar di wajah Arthur saat dirinya terjatuh dengan keras, membuat Arthur mengerang. Sementara Emilia mempertahankan posisinya dengan sikap mantap.

Dendam Eve Pada Penyihir [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang