29

55 24 23
                                    

"Perang adalah neraka. Kamu tidak dapat memotret peluru terbang, tetapi kamu dapat menangkap ketakutan yang sebenarnya."

ִ ֹ ─── 𐘃── ۫ ۪

Di sebuah jalanan kecil ditengah ladang-ladang yang luas, beberapa truk kecil melaju dengan hati-hati, meninggalkan jejak debu di belakangnya. Roda-roda mereka berputar dengan perlahan, mengejar jalur setapak yang terbentang di tengah oranye ladang.

Di atas truk-truk kecil yang melaju di jalanan kecil di tengah ladang, sekelompok prajurit bersiap-siap menuju medan perang dengan semangat yang membara. Mereka sedang menuju ke Northpass Kingdom, front barat. Seragam mereka yang tegap dan senjata yang tergantung di pundak menunjukkan bahwa mereka adalah pahlawan yang siap mempertahankan dan melindungi.

Truk-truk itu menjadi kendaraan perjalanan yang membawa para prajurit ke garis depan pertempuran. Wajah-wajah mereka penuh dengan tekad dan semangat yang menggebu, meskipun keberangkatan ini dipenuhi dengan ketidakpastian dan tantangan yang menantang. Perjalanan ini, bagai pementasan keberanian, menjadi gambaran perjuangan yang menanti di medan perang yang tak terduga.

Di salah satu truk, seorang pria berjanggut pendek, menarik senapan milik prajurit yang berada di hadapannya. Lalu, kain putih yang pria itu bawa menyentuh senapan dengan lembut, dia sedang mengelapnya.

"Siapa namamu, nak?" tanyanya dengan suara serak.

"Albert. Albert Rodrigue, pak."

Pria itu mengangguk perlahan, lalu melemparkan senapan milik Albert ke arah Albert sendiri. Albert menangkapnya. Pria berjanggut pendek itu segera berjalan melewati prajurit lain, lalu berkata, "Kalian akan bertempur di lumpur. Maka, pastikan senapan kalian bersih."

"Kalian harus menyayanginya, pastikan ia semulus paha perawan," lanjutnya.

"Apakah saya jelas?"

"Ya, Pak!" jawab para prajurit yang berada di sana dengan kompak dan antusias.

"Baiklah, selamat datang di Resimen Infanteri 76."

Pria berjanggut itu menengok keluar truk. "Kita sampai di Northpass!"

Semua anggota yang berada di truk itu tersenyum dan menjadi semangat. Mereka sudah tidak sabar dengan tantangan baru. "Selamat datang di Northpass!"

Tak lama, mereka sampai di pangkalan, lalu segera berbaris dan berjalan menuju medan perang front barat.

Terdapat suara para pemimpin dan atasan yang meneriaki para anggota baru. "Lebih cepat, prajurit!"

Suara kasar itu terdengar kembali. "Jalan yang gesit! Jangan menyeret kakimu!"

"Cepat! Ini bukan pesta!"

Mereka semua tiba di antara medan perang yang rumit, terbentanglah parit-parit yang menjadi tempat strategis bagi para anggota militer untuk berperang. Parit-parit ini digali dengan teliti, membentuk jaringan perlindungan dan posisi bertahan yang kuat. Dinding parit yang tinggi dan berlapis-lapis memberikan perlindungan dari serangan musuh, menciptakan koridor aman untuk bergerak.

Para anggota militer, dipersenjatai dengan perlengkapan tempur, berjaga-jaga di sepanjang parit-parit tersebut. Wajah-wajah mereka dipenuhi dengan ketegangan dan fokus, siap merespons setiap ancaman yang mungkin datang. Suara tembakan senjata di sekitar menciptakan keadaan medan perang yang penuh tekanan. Namun, suara itu tidak terlalu menggencarkan untuk sekarang.

Komando yang cermat dan komunikasi yang efektif terjadi di dalam parit-parit tersebut, membentuk inti dari strategi perang yang direncanakan dengan matang.

Para anggota baru turun ke parit itu dan berjalan di sekitar. Untuk waktu ini, medan perang sedang cukup tenang.

"Selamat datang di rumah kedua kalian, prajurit baru," sapa Eve dengan suara kasarnya kepada para prajurit yang baru datang.

Pria disamping Eve terkekeh. "Jangan terlalu keras pada mereka, Kostya," katanya sebelum berjalan menjauhi Eve.

Kostya? Pria itu memanggil Eve dengan sebutan 'Kostya'? Ya. Pada masa perang global ini, Eve bertemu banyak sekali rekan baru, terlebih lagi Pasukan Khusus Kavaleri, malah bergabung ke Resimen Infanteri untuk menambah jumlah personil. Rata-rata, seseorang yang bertemu Eve, cenderung memanggilnya Kostya, nama belakangnya. Hanya anggota Pasukan Khusus yang masih memanggilnya dengan sebutan 'Eve'.

Eve mendengus, mengamati setiap anggota baru yang berjalan melewatinya. "Hm."

"Eve, cuacanya mendung. Sebentar lagi pasti akan terjadi hujan, bukan?"

Suara seorang pria terdengar dari samping Eve. Walaupun Eve tidak menatapnya, Eve tahu siapa pria itu. Seseorang dengan suara tajam, dan memanggilnya dengan nama Eve. Pastinya itu adalah anggota Pasukan Khusus, Frederick.

Eve menoleh ke arah Frederick. "Sudah gerimis."

Frederick mengangguk. "Sebaiknya siap-siap saja untuk menguras air hujan yang nantinya jatuh ke parit."

Dalam keadaan ketegangan yang terasa di udara, suasana medan perang menjadi cukup tenang, seolah-olah alam itu sendiri menahan napas dalam antisipasi terjadinya pertempuran. Tiba-tiba, awan gelap yang tadinya menutupi langit menurunkan hujan deras.

Hujan itu, yang mulai dengan tetesan-tetesan lembut, berkembang menjadi guyuran yang deras, menciptakan suara gemuruh yang menyatu dengan suasana ketegangan. Parit-parit dan tanah di sekitarnya berubah menjadi licin, menambah kesulitan dan kompleksitas dalam pergerakan. Perlengkapan tempur dan pakaian para prajurit menjadi basah, tetapi semangat mereka untuk menjalankan tugas tetap tak tergoyahkan.

"Eve," panggil Matilda dengan suara tegasnya. Bukan, ini bukan Matilda si anak ceria yang dulu. Matilda sekarang berubah drastis semenjak terjadi peperangan global ini. Rambut pirang lurus panjangnya, sekarang menjadi rambut pendek sebahu. Mata bulatnya yang dulunya memancarkan keantusiasan, kini menjadi mata tajam yang seolah berantisipasi untuk menghadapi tantangan mengerikan.

Eve memalingkan muka dari Frederick, lalu menatap Matilda. "Ya?" jawab Eve.

"Perintahkan seluruh anggota untuk menguras airnya dan membuang air hujan ini ke daratan."

"Tentu."

Dalam respons cepat terhadap hujan deras yang turun, para prajurit dengan sigap bergerak mengambil tindakan kreatif. Mereka menggali air yang menggenang di parit-parit menggunakan kaleng dan segera melemparkannya ke atas daratan. Tindakan ini, meskipun tampak sederhana, menjadi strategi cerdas untuk membuat area sekitar parit menjadi lebih sulit dilalui oleh musuh.

Eve berkeliling di sekitar area untuk memberikan perintah, wajar. Sekarang, dia senior disana.

"Cepat! Kau! Jangan terlalu lamban!"

Matilda juga berkeliaran di sekitar area itu, bukan hanya meneriakkan perintah, dia juga ikut menguras air.

"Percepat gerakanmu! Seorang prajurit tidak boleh lambat!"

"Baik!"

Air yang dilemparkan menciptakan genangan dan lumpur di sekitar posisi pertahanan mereka. Hal ini dapat menghambat pergerakan musuh, membuat mereka lebih rentan terhadap serangan atau mempersulit upaya penetrasi. Para prajurit, walaupun basah kuyup, bekerja dengan cepat dan terkoordinasi, mengubah medan perang menjadi lanskap yang lebih sulit diprediksi dan diatasi.

Situasi ini menunjukkan kreativitas dan adaptabilitas para prajurit di medan perang yang dinamis. Dalam ketegangan dan cuaca yang tidak menentu, mereka menggunakan sumber daya yang ada untuk mendapatkan keunggulan strategis di atas medan perang yang berubah-ubah.

"Sialan. Tanganku mati rasa," gumam Albert.

"Begini saja kau sudah mati rasa? Bagaimana jika kau turun ke medan perang?" sela Eve dengan suara tajamnya yang membuat Albert melompat ke belakang.

"I-itu ...."

Dendam Eve Pada Penyihir [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang