Chapter 01: Langit bersama sang Bulan

108 12 0
                                    

Tuesday, 07 May 2024.

"Non, Bapak merokok lagi."

Kai menghentikan kegiatannya. Tubuhnya terasa seperti remuk akibat duduk dikursi selama 3 jam dan dia tidak ada waktu untuk beristirahat sama sekali.

perempuan itu bersandar pada kursinya, melepas kacamata kerjanya lalu mengelus pelipisnya pelan.

Ayahnya itu memang tidak pernah mau mendengarnya.

"Mbak, aku masih banyak kerjaan yang gak bisa ku tinggal sekarang. Boleh tolong bilangin Ayah?"

"Maaf Non, omongan Mbak gak di dengarkan oleh Bapak. Bapak bilang, Bapak gak akan berhenti kalau belum liat Non datang ke rumah sakit sekarang."

Ayah bisa banget ngancemnya...

Kai menghela nafasnya lelah, "Ayah ada disana?"

"Ada Non."

"Aku mau bicara sama Ayah."

"Ada apa?"

Kai langsung tersenyum saat mendengar suara Ayahnya. Secepat itu kah Mbak suruh Ayah bicara?

"Matiin rokoknya sekarang ya?"

"Nggak mau. Kalau bisa kamu sendiri yang matiin rokok Ayah."

"Ayah..."

"Kai, Ayah itu kangen liat wajah kamu. Kamu pahamin Ayah dong?"

Kai terdiam sebentar. Benda pipih yang sebelumnya ia taruh dimeja kerjanya segera ia ambil.

Ayah bahkan gak pernah mau pahamin aku.

"Iya. Sebentar lagi aku kesana."

telfon itu Kai langsung putuskan sepihak, tak ingin mendengar suara Ayahnya lagi.

Kai bangkit dari kursinya dan merapihkan berkas-berkasnya yang sudah tak beraturan dimeja. "Mbak, aku pergi ya jenguk Ayah." ucapnya pada sekretaris pribadi Ayah yang belakangan ini membantunya selama bekerja dikantor milik Ayahnya. Senaya namanya.

"Lho, mau pergi Kai? Mba belum lama pesanin kue buat kamu. Sebentar lagi sampai kayaknya." Mbak Naya segera mengeluarkan kunci mobil milik anak dari atasannya itu.

Kai mengerutkan keningnya,  wajahnya jelas terlihat bingung. "Pesan kue buat siapa, Mbak?"

perempuan itu semakin bingung saat Mbak Naya memberikan tatapan herannya atas pertanyaannya barusan.

"Ulang tahun mu lah, Kai. Jangan bilang ke Mbak kalau kamu lupa hari ini tanggal berapa?"

.
.
.
.
.

Kai membuka pintu ruang rawat Ayahnya, ia tersenyum melihat Ayahnya sedang duduk diatas bangsal rumah sakit dengan meja didepannya.

"Kok diliatin aja makanannya?"

Ayah sedikit menaikan kedua pundaknya terkejut. Tak sadar bahwa Kai sudah masuk dan berada disampingnya.

"Kai, kamu gak salam dulu masuk kamar Ayah?" kening Ayah berkerut tak suka.

"Halo Ayah, hehe." respon Kai menampilkan deretan giginya yang rapih. Namun setelah itu langsung merubah rautnya menjadi galak. "Jawab aku, kok makanannya gak di makan?"

"Ayah itu nunggu kamu. Mau makan bareng sama kamu." jawab Ayah mengambil tangan putri satu-satunya dan menggenggamnya dengan hangat.

Kai tersenyum manis sambil mengelus tangan Ayahnya.

"Selamat ulang tahun ya, Kaila."

Kai terus menatap Ayahnya yang sekarang sedang menatapnya dalam.

"Maafin Ayah yang selalu gangguin kamu kerja, gangguin kamu kuliah, gangguin kamu yang lagi main sama temanmu. Semua kegiatan kamu Ayah gangguin terus. Maafin Ayah ya?" lanjut Ayah dengan satu tangannya yang beralih untuk merapihkan rambut panjang putrinya yang sedikit berantakan.

Blue, 1997.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang