Part 5

120 5 0
                                    

Saat aku terbangun, kepalaku rasanya sangat sakit. Mungkin ini efek terlalu banyak menangis.

Aku melangkahkan kakiku ke ruang tamu saat mendengar suara bel rumah berbunyi.

Saat kubuka, wajah Sita sudah memandangku kesal. Itu mungkin karena aku tak kunjung menjawab panggilan. Sengaja kumatikan daya ponsel semenjak pulang dari rumah mama, rasanya aku ingin sejenak menghilang dari semuanya.

"Kenapa ponselmu mati Riana, kamu ngga tahu aku sangat panik" Ucap Sita dengan intonasi yang dibuat selembut mungkin.

Aku tahu ia sedang menahan diri untuk tidak marah, mungkin ia tertegun melihat wajahku yang terlihat menyedihkan.

"Kamu harus bangkit Riana"

"Saat ini aku ngga tahu apa yang membuatmu terlihat menyedihkan seperti ini" Ucap Sita sambil memegang lenganku.

Aku mempersilahkannya masuk dan duduk di sofa. Ia menuruti sambil terus memperhatikan gerakannku yang mungkin terlihat sangat lemah.

"Ayolah Riana, mau sampai kapan kamu meratapi mereka, berdiam diri di rumah bukan solusi" Seru Sita yang meihatku hanya terdiam dari tadi. Aku hanya menunduk mendengarkan perkataannya. Rasanya aku hanya mau sendiri meratapi kesakitan ini.

"Ck Riii, kamu seperti ini, hanya akan membunuh secara pelan-pelan, ngerti ga sih" Ketusnya mendekatiku.

Mendengarnya yang sangat cerewet membuatku sedikit kesal.

"Kalo lo mau marah-marah, lo mending pulang deh Sita" Ucapku sambil berdiri, namun saat aku akan melangkah, kakiku terasa lemah dan kepala terasa pusing.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku sangat mudah lelah, terkadang tubuh juga terasa lemas dan mengeluarkan keringat dingin.

"Lo sakit Rii" Tanya Sita yang mungkin melihatku terlihat hampir terjatuh. Ia menempelkan tangannya di dahiku.

Namun aku menggeleng memberikan jawaban. Rasanya badanku terasa kebas. Sulit sekali hanya untuk melangkah.

"Aku ngga akan pergi ya Rii, kalo kamu masih mengurung diri" Katanya merebahkan diri kembali di sofa.

Sita memang terkadang sangat keras kepala, tegas dan kadang sangat cerewet. Ia akan tetap kekeh mempertahankan keinginannya. Aku tahu ia tetap akan membuatku mengikutinya.

"Sita kamu kok keras kepala amat sih, aku tuh ngga apa-apa" Sergahku, membela diri.

"Kamu sakit Riana, mukamu pucet dan badanmu lemas, dan kamu masih bilang ke aku kamu baik-baik aja, Ck"

"Ayo ke rumah sakit sekarang, kamu harus diperiksa dan mendapatkan perawatan, kamu terlihat benar-benar pucat dan sebentar lagi akan pingsan" Tegasnya menarik diriku keluar.

Aku hanya bisa mengikutinya. Rasanya tak ada lagi tenaga untuk berdebat. Kami pergi ke klinik terdekat.

Setelah diperiksa sesuai keinginan Sita, menurut dokter aku hanya kelehan saja dan butuh waktu istirahat lebih banyak.

"Ibu sebaiknya beristirahat yang cukup, sebaiknya ibu juga tidak melewati jadwal makan ya" Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan dokter.

Setelah mendapatkan resep, kutinggalkan ruangan dokter dan menghampiri Sita dan mengajaknya pulang.

***

Meski Ada sita yang terus berusaha menghiburku. Namun Kenyataan kemarin membuat aku begitu resah. Ada rasa sakit yang semakin menyayat hatiku. Benarkah Mas Gading setega itu, benarkah dia tega melupakanku?.

Jika memang mereka sudah tidang menganggap keberadaanku, dan pelan-pelan menyingkirkanku, mengapa mas Gading tidak mengatakan apapun. Semua pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Membuat aku semakin merasa lemah.

Suara ponsel yang baru beberapa menit kuaktifkan memenuhi notifikasi panggilanku.

Sudah pasti Mas Gadinglah yang menghubungiku. Dari kemarin sengaja aku tak menghubungi dan membalas pesannya, Rasanya hidup ini sangat menyedihkan. Aku punya suami tapi merasa tak memiliki.

Kucoba melihat beberapa pesan yang masuk. Semua berisi kekhawatirannya tentangku yang tak kunjung menerima panggilannya.

"Yanggg"

"Riana kenapa ponselmua mati dari kemarin"

"Sayang"

"Sayang marah sama akuuu, Cintaa"

"Yang jangan bikin aku panik"

"Riana kamu baik-baik aja kan"

Setelah aku membaca pesannya, aku meletakkan kembali ponselku, saat ini aku tak ingin berjuang sendiri. Rasanya sungguh sangat menyakitkan

"Angkat panggilanku, aku panik, aku akan lapor polisi"

"Rianaaaa"

Mas Gading kembali mengirimkan pesan. Ia langsung menelpon seketika setelah aku membaca pesannya.

Aku yang tak ingin dia nekat langsung mengirim pesan padanya

"Aku ngga kenapa-kenapa mas, kemarin ponelku kehabisan daya dan aku lupa mengecasnya lagi"

"Sampai jumpa mas Sayang"

Aku langsung meninggalkan ponselku tanpa melihat balasannya. Sungguh rasanya ingin menangis kembali.

Jangan lupa Like dan Comment ya, Thanksss


Cinta Yang (Tak) TerbagiWhere stories live. Discover now