Part 12

71 7 0
                                    

Sore itu mas Gading kembali datang mengunjungiku, meski ada yang berubah darinya akhir-akhir ini , dia tetap laki-lakiku yang dulu, lembut dan penuh perhatian.

"Mas boleh aku meminta sesuatu" tanyaku saat kami selepas melepas rindu. Matanya menyorot lembut padaku. Sungguh sebenarnya aku sangat ragu mengatakkannya. Ia masih terus menatapku.

" Boleh sayang... Apa?" Katanya sambil membawaku dalam pelukannya. Ia semakin mengertian pelukannya ketika aku tak kunjung mengatakan apapun.

"Katakan Riana, jika mas bisa mengabulkannya, akan mas kasih" Ucapnya kembali, mungkin ia tahu aku ragu untuk mengatakannya.

"Tolong Lupakan Aku" Ucapku akhirnya. Aku mencoba untuk menguatkan hati. Rasanya ada yang terenggut dariku ketika aku mengatakan itu. Aku kira aku akan merasa lega, namun ternyata aku ikut tersakiti oleh keinginanku sendiri.

Mas Gading membalikkan badanku, ia menatpaku dalam.

"Tolong jangan minta itu, aku tak bisa" Ucapnya sambil menggeleng. Wajahnya tampak terpukul dan dan tersakiti.

Mendengar jawabannya, aku membisu. Sungguh ini semua juga begitu tidak mudah untukku. Namun bukankah permintaanku tak berlebihan. Saat ini sudah ada Ratna yang juga mendampingi dan menemani dirinya. Aku ingin perlahan-lahan lepas darinya. Karena sejujurnya untuk bertahan terasa terlalu menyakitkan.

"Tolong mas..."

"Cukup Riana, jangan teruskan, jangan katakan apapun, itu menyakitiku" Ucapnya dengan nada datar. Ia terlihat marah dan terluka.

"Sebagai suami aku memang terlalu lemah, tapi aku melakukan ini semua karena persetujuan darimu juga Riana, kamulah sumber kekutanku" Ucapnya lagi menjelaskan. Ia terlihat menatap mataku. Meyakinkan bahwa yang dia katakan adalah kebenaran.

"Mas percayalah sebentar lagi anak kalian akan lahir, dan perlahan rasa cinta padanya akan tumbuh seiring berjalannya waktu" Kataku lalu bangkit. Aku harus segera pergi. Atau Mas Gading akan melihat betapa aku sangat tersakiti.

*****

Sejak pembicaraan kami saat itu aku merasa mas Gading mendiamiku. Aku yang merassa tak ada yang salah dengan permintaanku hanya bisa menghela napas.

Bukankah aku begitu baik, memberikan mereka ruang untuk bersama. Namun sekarang kenapa aku yang seakan bersalah terhadap Mas Gading.

"Riana.. " Panggilnya sampil menatapku dalam.

"Apakah kamu masih mencintaiku?" Tanyanya kemudian membelai pipiku.

Aku hanya menganggukkan kepala dengan hati yang berkecamuk. Tak bisa ku pungkiri, rasa cinta padanya begitu besar. Bahkan aku rela meninggalkan kedua orangtuaku untuk hidup dan berbakti padanya.

"Jika begitu, tetaplah selalu bersamaku" Ucapnya menghela napas berat. Sebenarnya aku sangat tahu dan sadar ia berada pada posisi yang sulit. Bukan hal yang mudah membagi perhatian dan kasih sayang. Meski ia berkata bahwa ia tidak mencintai Ratna, namun dengan kenyataan yang kulihat, dan benih yang di kandung Ratna membuatku ragu dengan ucapannya.

Perlahan aku membuat jarak dengannya. Ia terlihat keberatan dengan sikapku. Entah kenapa aku merasakan perutku terasa bergejolak.

Melihat wajahku pucat, ia maju memangkas jarak kami.

"Sayang kamu kenapa? Sakit?" Tanyanya dengan tatapan khawatair dan keingintahuan yang besar.

Sungguh saat ini perutku terasa bergejolak. Sekuat tenaga aku menahan namun aku berlari ke kamar mandi mengeluarkan isi perutku.

Mas Gading terlihat semakin khawatir. Mukanya terlihat ikut pucat.

"Riana ada apa sebenarnya... Ada yang kamu sembunyikan dariku?" Tanyanya dengan mata menyipit menatapku curiga.

.

Jangan Lupa vote dan Comment ya, Thankssss....

.

.

Cinta Yang (Tak) TerbagiWhere stories live. Discover now