Part 6

102 5 1
                                    

Mas Gading datang setelah 9 Hari kepergiannya. Wajahnya terlihat letih. Meski hati sangat tersakiti kusambut dia dan kucium tangannya. Ia memelukku kemudian mencium keningku lama.

Aroma tubuh lelehnya masuk dalam penciumanku. Dalam dekapannya kurasakan perih hati kembali. Membayangkan kebahagiaan mereka di setiap acara. Terbayangkan kebahagiaan Ratna yang mengandung buah hati Mas Gading, dan meriahnya setiap acara yang mereka adakan tanpa kehadiranku.

Tak bisa ku tahan lagi, air mata jatuh di pelupuk mataku. Padahal aku sudah berjanji tak kan menangisi kesedihanku sendiri.

"Apa kabar sayang" Tanyanya setelah kami duduk di sofa. Tangannya terus menggenggam tanganku.

Aku menagangguk tersenyum. Ia menatap intens wajahku

"Baik mas, Ratna apa kabar?" Sindirku kemudian beranjak mengambil minuman di dapur. Tak ku dengarkan jawaban apapun dari laki-laki itu.

"Diminum mas" kataku meletakkan kopi di depannya.

Kemudian aku duduk membuat jarak dengannya. Ia terlihat tidak suka melihat kelakuanku.

"Kamu kenapa Riana?"

"Kemarin ada acara di Rumah mama?" Tanyaku tanpa menoleh padanya.

Dia terlihat kaget dan berusaha kembali menyentuh tanganku. Namun aku yang sudah marah langsung menghindar. Rasanya sekarang aku tak ingin bersentuhan dengannya.

"Mas jika aku sudah tidak berarti di keluargamu, Ceraikan aku " Ucapku tegas menatap matanya.

"Kamu bicara apa sih Riana" Ucap mas indra frustasii. Ia mencoba meraih tubuhku, namun aku kembali mengelak, rasa sakit di hatiku dengan cepat menyebar keseluruh tubuhku. Rasanya sentuhannya hanya akan meninggalkan dan menambah rasa sakit.

Dengan seluruh kekuatan kukatakan apa yang kudapatkan ketika mengunjungi rumah mama. Mas gading yang mendengarnya terlihat sungguh sangat terkejut.

"Riana dengar penjelasanku dulu" Ucapnya pelan, masih berusaha meraihku. Namun aku yang sudah tak dapat mengendalikan emosi, air mata sudah tak mampu kutahan jatuhnya. Kutinggalkan mas Gading di ruang tamu.

Kubenamkan diri di ranjang sambil menangisi segala kesakitanku, Mas gading terlihat mengikutiku.

"Rii, kami tidak bermaksud mengabaikanmu, kami hanya...."

"Hanya menjaga persaan mama atau Ratna? Lalu kenapa kamu juga tidak menjaga perasaanku? Kenapa kamu harus menyakitu? Apa maumu hah?" Jeritku dengan penuh emosi.

Mas gading menggapai tubuhku, lalu memelukku yang lemah karena air mata. Rasanya aku ingin mengelak tapi tenaga yang sudah habis tak mampu membuatku menjauh dari laki-laki ini. Kami bertahan dalam posisi berpelukan sampai aku merasa sedikit lebih tenang.

"Lepaskan aku" kataku denga mengurai kehangatan dari pelukan kami.

"Riana..."

"Kamu sudah bahagia dengan Ratna, sedangkan disini aku sudah tak diinginkan, tolong lepaskaan aku" Ucapku, aku sudah memikirkannya. Aku tak sanggup mendampingi orang yang sudah tak membutuhkanku.

"Kamu ingat Riana, kita sudah berjanji untuk bersama selamanya". Mengingatku pada janji kami, sebelum ia menikahi wanita lain.

"Untuk apa bersama, jika membuat kita tak bahagia" Sanggahku. Dulu aku berfikir aku akan sanggup diduakan. Ku kira keikhlasanku akan dihargai, Namun apa yg kudapatkan hanya ada pengabaian dan terlupakan.

Kami berdua akhirnya sama-sama terdiam, saling menyelami fikiran masing-masing.

"Ingat Ri, aku tak akan pernah melepaskanmu" Ucap mas Gading, setelah itu ia membalikkan badannya keluar dari kamar kami.

Tubuhku luruh ke lantai, tangisku pecah. Ini kali pertama pertengkaran terbesar kami hingga aku meminta perpisahan, namun kenapa rasanya sulit sekali. Haruskah aku tetap bertahan?.

.

.

Jangan lupa Like dan Comment ya, Thankssss...!!

Cinta Yang (Tak) TerbagiWhere stories live. Discover now