tiga

2.3K 356 19
                                    

"Besok lo udah masuk kerja, Ham."

Suara itu muncul dari arah belakang Ilham. Begitu Ilham menengok, Fajar di sana. Cahaya lampu klub yang menusuk mata membelakangi Fajar. Membuat siluet berwarna merah bercampur biru. Ilham kembali melihat ke arah sloki di depannya sementara Fajar beringsut duduk di samping Ilham.

"Temenin gue minum."

Fajar segera menggeleng. "Besok gue juga udah kerja."

Ilham mendecih. Dia tidak peduli besok dirinya masuk kerja. Tidak ada yang ia pedulikan lagi setelah kejadian tadi pagi di ruang keluarga. Serly benar-benar pergi, walau Ilham tetap tidak ingin menyambut salimnya. Kepergian itu menimbulkan hawa dingin di sekeliling Ilham. Tidak pernah ia merasa kesepian di apartemennya hingga hari ini, hingga Serly pergi.

Tanpa Serly, dunianya mati.

Ilham menegak entah sloki yang keberapa. Ia tidak menghitung. Ia hanya ingin kehilangan kesadaran lalu bisa tertidur. Dengan tidur, mungkin semua yang terjadi tadi hanya mimpi.

"Lo kenapa, dah?" tanya Fajar ketika Ilham lagi-lagi menuangkan alkohol ke gelasnya.

"Gue nggak ngerti pikiran cewek."

Alis Fajar yang tadinya mengerut, segera mengendur sempurna. "Lo bisa berantem juga sama Serly? Pecah telor juga, toh. Emang Serly tuh paling sabar, padahal kelakuan lo lebih dari setan."

"Dia mutusin gue."

"ANJIR??? DIULTI???"

Ilham mendelik ke arah Fajar. Fajar segera mengatupkan mulut, melihat sekitar, kemudian mendekatkan diri pada Ilham, setengah berbisik.

"Serly mutusin lo? Tanpa aba-aba? Nggak ada acara ngomel?"

Ilham menggeleng. "Serly nggak pernah marah."

Serly tidak pernah marah. Serly tidak pernah protes. Serly tidak pernah menangis. Serly tidak pernah bergantung pada Ilham. Serly tidak pernah menuntut apa-apa. Serly hanya ... Serly. Perempuannya. Miliknya.

"Apa coba yang nggak gue kasih?" Ilham menyentuh pinggiran sloki. "Dia nggak minta pun udah gue kabulin. Dia minta detik itu juga ada depan mata. Apa pun buat dia, tapi pergi juga."

Ilham diam sebentar, kemudian dia meminta sloki pada bartender. Begitu menerimanya, ia menarik botol dari tangan Ilham, menuangkan alkohol itu ke sloki di tangannya.

"Satu aturan tentang cewek."

"Apa?"

"Lo nggak pernah bisa mengerti mereka."

Ilham mendengus geli. Mungkin itu benar adanya. "I even took her virginity to make her stay with me."

Fajar memandangi Ilham lama. Frustasi tergambar jelas, berteriak di tiap jengkal tubuh Ilham.

"I can't lose her. I'll do anything to make her come back."

"Man." Fajar menarik napas super panjang. "Forcing things up won't make it any better."

Ilham tau itu. Tapi, ia tidak bisa menerima begitu saja keputusan Serly yang tiba-tiba. Bahkan dalam pekerjaan, ada yang namanya surat peringatan. Serly tidak memperingatkan apa pun. Serly hanya pergi dengan anggunnya, seolah Ilham dan kebersamaan mereka tidak ada artinya. 

Ilham dan Fajar sibuk dengan minuman masing-masing sampai dua orang wanita dengan harum menyengat tiba-tiba menghampiri mereka. Pakaian mereka ketat, rambut mereka terurai tepat, dan riasan mereka memikat.

"Can we sit with you, Guys?"

"Sit somewhere else."

"Boleh."

Ilham segera menoleh pada Fajar. "Si Anjing. Inget tunangan lo."

"Oh, iya. Ralat. Nggak boleh." Fajar mengerjapkan mata tersadar. "Duduk tempat lain aja, Mbak."

Salah satu perempuan dengan bulu mata lentik memajukan bibirnya. "Aww, please, ... we can have fun together."

Fajar menyenggol bahu Ilham.

"Nggak, Monyet."

"Kamu memang udah punya tunangan juga?" tanya perempuan satunya.

Ilham mendelik ke arah perempuan tersebut. "Saya udah punya istri."

"Istri kepala lo meledak," gumam Fajar.

"That's too bad ... alright, then."

Dua perempuan itu pergi dengan tatapan Fajar mengikuti dari belakang. Kemudian, Fajar menoleh pada Ilham, kembali menyenggol bahunya.

"Badannya, Bro."

Ilham mendengkus kesal. "Badan Serly paling bagus sedunia."

Tidak ada yang boleh menyentuhnya selain Serly. Tidak ada yang boleh berbaring di tempat tidurnya selain Serly. Tidak ada yang boleh merasakan sentuhannya selain Serly. Jiwa dan raganya milik Serly dan hanya Serly seorang.

"But you guys broke up."

"Fuck you."

***

author note

i don't know why but writing in man's pov's so much fun wkwkwkwk. like, look how clueless he is.

Not a Bed of RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang