07. Sumber Kebahagiaan

136 16 1
                                    

Chimon memainkan benda bulat yang melingkar di jari manisnya. Sebuah cincin pemberian Purim semalam.

Bukan, itu bukan cincin tunangan. Purim hanya memberikan itu sebagai hadiah. Entah hadiah dalam rangka apa.

"Nanti kalau abang udah ketemu keluarga kamu dan meminta ijin, abang ganti cincinnya dengan yang lebih baik." Ucap Purim semalam.

"LO HUTANG PENJELASAN SAMA GUE ADUL!" Seperti biasa, Nanon dengan hebohnya datang ke ruang kerja Chimon. Berbekal informasi dari abangnya yang baru pulang tadi pagi, di sinilah Nanon sekarang, mengulik fakta baru tentang hubungan dua orang terdekatnya.

"Bisa gak sih kalo mau masuk ruangan orang itu permisi dulu ?"

"GAK YAH DUL!"

"Jangan teriak-teriak Wan. Banyak orang." Karena mood yang bagus makanya Chimon saat ini begitu sabar menghadapi Nanon yang tantrum.

"Lo kemanain abang gue kemarin ? Kenapa dia pulang pagi ?"

"Idiih." Chimon dengan side eyes menatap lawan bicaranya.

"Apa lo ? Jawab gak!"

"Ya gak semua harus lo tau."

"Kesel banget gue bicara sama lo."

"Oh ya udah. Gue jalan dulu yah." Chimon kemudian merapikan barangnya dan berlalu meninggalkan Nanon.

"Mau ke mana lo Adul ?"

"Ke lokasi. Ada pengecoran jembatan hari ini. Bye." Dan begitu Chimon meninggalkan Nanon di ruangannya tanpa ada informasi yang dia dapat.

"Bukannya akhir tahun lo udah gak ada kerjaan ?"

"Ada. Buktinya ini mau jalan. Udah ah jangan ajak gue ngomong lagi." Kemudian Chimon hilang dibalik pintu, meninggalkan Nanon yang sama sekali belum mendapat jawaban dari pertanyaannya.

"Sialan Adul."

🍃🍃🍃

Di sebuah rumah mewah nan megah di tengah kawasan elit ibu kota, sepasang ayah dan anak sedang menikmati makan pagi.

Meskipun hanya berdua namun agenda sarapan terus mereka lakukan. Karena pagi merupakan awal dari segalanya, belum tentu juga mereka akan bertemu di malam hari, apalagi di siang hari, makin tidak mungkin.

"Jadi kapan pembangunan Rumah Sakit di mulai ?"

"Secepatnya Ayah. Awal tahun kita udah harus peletakan batu pertama."

"Oh ya ? Sounds good."

Perth diam, tidak lagi menanggapi Ayahnya.

"Kerjaan kamu di Kuala Lumpur bagaimana ?"

"Sudah beres semua, jadi tahun depan aku bakalan pindah dan fokus di perusahaan di sini."

"Makasih ya nak. Sudah mau ngikutin ayah kemana-mana."

Perth meletakkan garpu dan sendoknya, kemudian menatap ayahnya penuh perhatian.

"Ayah, sekarang di dunia ini aku cuma punya ayah. Jadi apapun yang terjadi ke depan, i choose you over everything."

Ayahnya tersenyum lembut, "Sekarang kamu bisa cari bahagia kamu di sini, makanya Ayah memutuskan untuk kembali."

"Maksud ayah apa sih ngomong gitu ?" Raut wajah khawatir terpancar di Perth.

"Kamu gak mungkin sendirian terus sampai tua nak. Jalan kamu masih panjang."

"As you said. Jalan Perth masih panjang. Biarin Perth jalan terus aja dulu." Perth kembali melanjutkan agenda makannya.

Let Me BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang