30. Acceptance

115 11 2
                                    

Ada damai yang mengalun seiring hembusan angin yang menerpa, anak rambut Chimon menari-nari olehnya. Segala gundah hatinya dia ceritakan di depan pusara yang baru saja dia bersihkan.

Dari dulu selalu begitu memang, di dekat Abang segalanya akan terasa damai dan aman saja, makanya Chimon tidak pernah takut apapun, yang penting ada Abang-katanya.

Pagi ini saat bangun tidur hal pertama yang dia pikirkan adalah mengunjungi sang kekasih.
Rencana kemarin harusnya dia berangkat bersama Nanon hari ini, namun Nanon sudah berangkat kerja lebih dulu, karena hari ini jadwal pemeriksaan dari dinas PU, jadi dia harus ada di lokasi sepagi mungkin.

Sekarang jiwa Abang sudah damai, raganya pun telah menyatu lagi dengan bumi namun kenyaman dan damai itu tidak akan pernah lekang oleh apapun.

"Abang," Katanya pelan, "Setelah ini mungkin Chimon akan belajar untuk ikhlas, meskipun berat tentunya. Abang, tidak pernah ada di pikiran Chi untuk belajar hidup tanpa Abang. Dan setelah Chi sadar ternyata banyak hal yang Abang beri untuk menjadi bekal Chi menjalani hidup tanpa Abang. Makasih yah, Abang pergi tapi tidak benar-benar meninggalkan. Terima kasih untuk Bunda Namtan dan Ayah Tawan, untuk kak Frank dan si dekil Nanon. Mereka semua adalah orang-orang tersayang Abang yang menjaga Chi." Terik mentari pagi tak menghalangi Chimon untuk berlama-lama di situ, dia masih melanjutkan isi hatinya bagi si sayang.

"Abang, setelah ini Chi minta ijin yah buat melanjutkan hidup. Seperti yang Abang bilang kok, Abang gak bawa hati Chimon tapi Abang yang ninggalin hatinya buat Chimon lanjutin hidup."

"So, i'll be living one life for the two of us. See you in the next life yah. Chimon sayaaaaaang sekali, terima kasih untuk hatinya Abang, akan Chi jaga baik-baik sampai nanti kita ketemu lagi. Tolong sering-sering kunjungi Chi dalam mimpi." Angin kembali berhembus di terik matahari, membelai pipi Chimon yang dingin karena air mata yang sedari tadi dia tahan, seolah ada jiwa yang merestui segala langkah hidup perjalanan Chimon kedepannya nanti.

Dalam hati dia berjanji, ini akan jadi air mata yang terakhir karena menangisi kepergian Purim. Selanjutnya jika dia menangis, maka itu akan jadi air mata bahagia karena pernah mengenal jiwa setulus Purim dalam kehidupan yang hanya sekali ini.

But you once told me "Don't give up
You can do it day by day"
And diamonds, they don't turn to dust or fade away
So I will keep you, day and night
Here until the day I die
I'll be living one life for the two of us
I will be the best of me
Always keep you next to me
I'll be living one life for the two of us
Even when I'm on my own
I know I won't be alone
Tattooed on my heart are the words of your favourite song
I know you'll be looking down
Swear I'm gonna make you proud
I'll be living one life for the two of us
(Two of Us-Louis Tomlinson) 🎼

Terima kasih Abang, you'll be missed.

✨✨✨

Seperti yang Chimon duga, Perth benar-benar tidak muncul di lokasi proyek, dan ini sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian di atas mobil itu.

Sama-sama tidak tau apa yang harus dilakukan selanjutnya. Chimon yang menunggu Perth untuk bicara secara langsung dan Perth yang enggan untuk menemui Chimon lagi.

Chimon memutar-mutar ponselnya, menimbang-nimbang haruskah dia menghubungi Perth? Atau langsung saja menuju kediaman lelaki itu?

Jangan tanya kenapa Perth tidak berinisiatif untuk sekedar mengirim pesan pada Chimon. Perth itu orangnya overthinking juga, jadi daripada menambah masalah dia lebih memilih untuk banyak-banyak berpikir dulu daripada menghubungi atau menemui Chimon, takut dia salah langkah lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang