"Lu harus iri sih sama gue Wan," Chimon memecah hening dalam mobil yang melaju. Nanon di sampingnya bingung, sahabatnya kali ini memang tampak sedikit lebih bernyawa, entah ada hal baik apa yang terjadi padanya semalam.
"Apaan Dul? Gue masih kesal yah gara-gara kemarin kita berdua gak jadi mabok." Nanon menjawab tanpa sedikit pun menoleh, memfokuskan pandangan pada lajur jalan.
"Tau gak Wan, semalam Abang nyamperin gue,"
Nanon menoleh cepat, ada rasa khawatir dalam tatapan matanya itu. Apakah sahabatnya ini memang masih belum ikhlas? Apa yang bisa dia lakukan untuk menjaga milik Abangnya yang masih tersisa hidup ini?
"Chimon..." Ada keraguan dalam suara Nanon dan itu dirasakan oleh Chimon.
"Eh jangan salah yah. Abang datangnya lewat mimpi. Gue yakin kemarin pas gue bilang mau menyatukan hati sama tempat itu, Abang sebenarnya mau bicara dulu sama gue berdua. Sorry banget Wan tapi lu gak di ajak hahaha."
"Shit! Tega bener Abang gue. Bukannya muncul di mimpi adek-adeknya atau orangtuanya dulu, ini malah muncul di mimpi si Adul." Nanon pura-pura merajuk, namun dalam hatinya dia merasakan kelegaan.
"Hahaha makanya gue bilang, lu harusnya iri sama apa yang gue mimpiin semalam."
"Pokoknya lu harus cerita, gue tagih pokoknya."
🍃🍃🍃
"Makan siang bareng gak?" Pawat merapikan dokumen-dokumen di atas meja dalam ruangan rekan kerjanya. Yang ditanya buru-buru melirik arlojinya, segera dia bangkit dari kursi kebesarannya tanpa menjawab pertanyaan Pawat.
"Mau kemana?" Lagi, Pawat berusaha mengejarnya yang sudah berada di ambang pintu.
"Sorry Wat, gue mau ke lokasi dulu. Ada yang perlu gue cek." Katanya sambil berlalu meninggalakan Pawat.
"IDIH BILANG AJA MAU KETEMU SAMA PENGAWAS PROYEKNYA." Teriak Pawat, "Lu pikir bisa bohongin gue apa? Jelas-jelas hari ini gak ada tuh agenda pengecekan." Lanjutnya, namun percuma karena yang bersangkutan telah hilang di balik pintu. Terpaksa siang ini dia makan sendirian, Pawat terabaikan.
Tidak butuh waktu lama, Perth sampai di lokasi yang akhir-akhir ini sering dia kunjungi padahal awal-awal masuk proyek pembangunan dia malas sekali untuk datang. Mobilnya dia parkirkan rapih di bahu jalan, tidak bisa masuk lebih jauh karena proses pembangunan yang beresiko.
Setelah melapor pada seorang pekerja di situ, dia diberikan alat/safety khusus untuk yang masuk ke daerah pembangunan.
"Selamat siang Pak." Sapa Perth pada Chimon yang tengah duduk sembari merapihkan gambar-gambar yang entah apa itu. Perth ikut duduk di sampingnya.
"Gue pukul yah lu Pon. Kenapa suka banget sih tiba-tiba ngagetin?" Chimon melayangkan tangannya di udara, pura-pura memberi gestur ingin memukul Perth.
"Eittts santai bro. Kekerasan dalam lingkup proyek bisa kena pidana." Perth tertawa, lupa kapan juga terakhir kali dia berbicara sesantai ini dengan Chimon.
"Idih! Lu kayak gak ada kerjaan aja. Gue perhatiin beberapa waktu ini lu sering banget nongol? Padahal pengecekan setau gue gak sesering itu? Kemarin juga lu dateng buset."
"Cieeee lu perhatiin gue?" Perth lagi-lagi tertawa renyah melihat respon Chimon yang memutar bola matanya malas.
"Plis deh. Gue punya mata."
"Iya iya, gue emang gak terlalu sibuk. Jadi gue bisa meluangkan waktu buat dateng ke sini."
"Emang ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be
FanfictionEntah bagaimana hidup setelah ini, yang Chimon tahu cintanya sudah habis pada satu orang. Namun bagaimana jika perasaannya yang ia kira telah mati perlahan-lahan menemui setitik harapan untuk hidup lagi ?