29. Chimon dan Nanon (2)

69 11 0
                                    

Namtan sedang menonton acara favoritenya kala Chimon masuk menerobos masuk dalam rumah itu. Entah dia melihat Namtan atau tidak yang pasti dia hanya berjalan lurus dari pintu masuk kemudian menaiki tangga menuju kamar Purim.

Namtan yang melihat itu pastinya kaget, buru-buru dia mematikan tv dan menyusul Chimon.
Panggilan dari wanita paruhh bayah yang masih cantik tidak termakan usia itu berhasil menghentikan langkah Chimon.

"Eh maaf bunda, Chimon gak sopan main masuk-masuk aja." Katanya kaget.

"Gak apa-apa sayang. Bunda cuma kaget lihat Chimon. Udah lama soalnya Chi gak main ke sini, udah berapa bulan." Namtan membelai pipi (mantan) calon menantunya itu di ambang pintu, "Silahkan masuk sayang, Bunda rajin kok bersihin kamar Abang. Kalau Chimon butuh apa-apa, ada Bunda di bawah." Katanya kemudian berlalu meninggalkan Chimon.

Ini sebenarnya kegiatan Chimon dari semenjak Purim pergi. Kala dia butuh waktu untuk berpikir atau rindu dengan Purim, dia akan datang sekedar menghabiskan waktu di kamar ini. Dan keluarga Vihokratana sama sekali tidak keberatan akan itu.

Di dalam kamar itu Chimon berbaring menatap langit-langit. Ada stiker benda-benda langit di atas yang jika lampu dipadamkan akan bercahaya.

"Maafin Chimon Abang," Kalimat itu dia ulang-ulang terus. Merasa bersalah karena bisa-bisanya perkataan Perth membuatnya berdebar. Dan Chimon bukan bodoh yang tidak bisa mengartikan debaran itu. Ada 'perasaan' yang telah lama dia kubur perlahan tumbuh kembali.

Setelah ini dia akan pergi ke pusara Purim untuk minta maaf lagi.

✨✨✨

"Bodoh emang." Pawat menggeplak kepala Perth.
"Gue bilang buat maju, TAPI YAH JANGAN TERLALU MAJU JUGA PON. APA GAK KAGET SI CHIMON LU TANYAIN GITU?"

"Yah kaget. Buktinya dia langsung turun dari mobil gue dan naik taxi." Jawab Perth.

"Lu kejar?"

"Enggaklah."

"Oke bagus makin bodoh."

"Gue cerita butuh dukungan yah setan. Bukan buat lu kata-katain." Perth yang sudah pusing, dibuat semakin pusing dengan jawaban Pawat. Dia hanya butuh validasi, namun dia datang pada orang yang salah.

"Emang lu pantas dikatain kok." Dan selanjutnya Pawat berdiri, meninggalkan Apon dengan kantong-kantong belanjaannya bersama Chimon tadi.

"Apa iya gue terlalu cepat Chi?" Gumam Perth pada dirinya sendiri.

✨✨✨

Larut dalam pikirannya, Chimon tidak sadar jika malam sudah menjemput. Buru-buru dia bangun dari kasur yang selalunya nyaman baginya itu dan bergegas untuk pulang.

Saat melewati tangga, ada Nanon yang baru keluar dari kamar mandi masih lengkap dengan handuk kecil guna mengeringkan rambutnya.

"Eh kata gue besok lu angkat aja semua barang lu dan tinggal di sini. Gue udah di tahap gak bisa kaget kalau liat lu tiba-tiba ada di rumah ini." Kata Nanon.

"Alah bacot kau Wan. Udah lama juga gue gak mampir jangan asal ngomong ih!"

"Terus ngapain dateng lagi?"

"Gue pukul yah lu Wan. Tai emang."

"Idih! Kemarin aja mabok-mabok lu ninggalin gue?" Protes Nanon yang kemudian mengundang senyum meledek di wajah Chimon.

"Waaa untung lu ingetin. Heh! Pulang sama siapa lu kemarin?" Nanon yang ditodong pertanyaan segera beranjak dari situ tanpa menjawab Chimon, dia masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Chimon yang kemudian mengekor sambil bergumam kesal di belakangnya.

Tidak mau berhenti sampai di situ, Chimon tetap mengikuti Nanon sampai dia ikut masuk dan duduk di ranjang Nanon.

"Jadi?" Pancing Chimon.

"Apa?"

"Yah apa? Lu cerita sama gue dong." Chimon sudah tau, hanya ingin Nanon jujur saja.

"Sama Pawat."

"Siapa?"

"CONGEK! SAMA PAWAT ELAAAH TULI LU SEKARANG?" Nanon berteriak sambil melempar handuk yang sebelumnya tersampir di lehernya.

"Tiba-tiba banget? Pawat? Kok bisa?"

"Yah gimana ya, mungkin karena kita sering ketemu? Terus kita kerja bareng? Yah gak yang literally 'bareng' tapi you know-lah," Jawab Nanon, bergegas untuk mengeringkan rambutnya.

"Oh oke paham,"

"Kenapa tiba-tiba dateng lagi?" Tanya Nanon.

"Oh gak. Cuma ada yang ganggu pikiran gue, dan gue butuh tenang dulu."

"Apa itu?"

"Kapan-kapan deh gue cerita. Masih males."

Setelahnya hening menyelimuti, tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka.

"Wan,"

"Apa?"

"Besok, mau temenin gue ke Abang gak sebelum berangkat kerja?"

"Tumben banget?"

"Gue cuma.... Ah udahlah, gue gak ngerti juga sama diri gue."

"Ini tentang Apon yah?" Tebak Nanon tepat sasaran. Chimon diam lagi. Sedikit Nanon tau karena cerita dari Pawat. Tapi baik Pawat maupun Nanon mengerti bahwa tidak boleh terlalu jauh terlibat, jadi biarkan ini menjadi urusan Perth dan Chimon.

"Gak usah terlalu dipikirin. Ini hidup lu Dul. Hidup cuma sekali, jangan terpaku sama yang lalu-lalu."

"Gue cuma merasa bersalah sama Abang. Marah gak sih dia? Masa belum setahun dia pergi tapi gue udah goyah?"

"Itu bukan goyah sih. Dul, dengerin gue! " Ada jeda sedikit, kemudian Nanon melanjutkan, "Apon itu ada di hati lu sebelum Abang. Eh lu jangan salah paham sama omongan gue dulu. Maksud gue, lu emang kenal Abang dari kita kecil, tapi lu cinta sama Abang itu setelah Abang berhasil sembuhin lu dari luka karena Apon kan? Jadi sejatinya, Apon lebih dulu punya tempat itu di hati lu sebelum Abang. INI BUKAN BERARTI ABANG GUE PENGGANTI YAH! Cuma setelah dengar cerita lu beberapa bulan lalu tentang mimpiin Abang, gue jadi paham apa maksudnya. Jadi Dul, Apon gak pernah hilang di hati lu, Abang sama Apon itu sama-sama ada di hati lu. Dan Abang cuma mau lu lanjutin hidup lu lagi. Hidup cuma sekali Dul, yang hidup mari terus hidup, yang udah pergi biar jadi pendoa buat kita yang masih di dunia."

"Gue cinta banget sama Abang, Wan. Bahkan waktu dia pergi, dia bawa hati gue. Gue pikir setelah ini gue akan melanjutkan hidup yah gini aja. Wan, gue merasa bersalah juga karena ternyata setelah semua ini hati gue masih bisa berdebar buat orang lain."

"Gak ada yang salah dari itu Dul, Abang gak akan marah. Dia malah nyuruh lu kan buat cari 'orang' di hidup yang cuma sekali ini?"

Chimon menangis, sungguh dia beruntung dipertemukan dengan Nanon dan keluarga Vihokratana ini. Dia memeluk Nanon erat-erat sambil menangis.

"Eh buset ingus lu nempel anjir ADUL BAJU GUE ELAHH!" Protes Nanon, padahal sekarang dia juga menangis sambil membalas pelukan Chimon.

"Bodoh amat. Makasih yah Wan udah gak menghakimi gue. Gue takut dan merasa bersalah banget sama keluarga lu."

"Apa sih? Gak ada yah gitu-gitu. Kita dari kecil udah jadi keluarga cok! Awas lu kalau ada apa-apa masih dipendam sendiri!"

"Dih! Kayak lu cerita aja sama gue tentang Pawat."

"BEDA KASUS! UDAH LEPAS GAK INI!" Tidak mau, Chimon malah semakin mempererat pelukannya.

"Tapi tetap temenin ke Abang yah besok, gue kangen."

"Oke. Setelah itu temuin Apon. Terserah lu mau bahas apa sama dia. Dul, bagaimana pun brengseknya hidup, setidaknya lu masih punya gue yang tidak akan pernah menghakimi lu tanpa tau akar-akar masalahnya, jadi jangan takut Dul. Lu punya gue."

"Lu juga punya gue Wn, meskipun lu gak cerita dari akar-akarnya tentang Pawat."

"MASIH AJA DIBAHAS ITU!"

✨✨✨

Let Me BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang