16. What's on Your Mind ?

95 12 2
                                    

Malam ini hujan mengguyur ibu kota cukup deras. Suhu pun ikut menurun seiring dengan hujan yang kian menjadi-jadi. Selepas dari lokasi proyek tadi, Chimon kembali ke apartementnya, jika biasanya sang kekasih setia untuk mengantar jemput namun tidak lagi beberapa hari belakangan karena Purim sibuk dengan pekerjaannya di Rumah Sakit hingga Chimon kemana-mana menyetir sendiri.

Masih tergambar jelas kejadian tadi sore di kepalanya, bagaimana ujung besi itu menancap pada telapak tangan Perth, bagaimana dia paniknya melihat darah bercucuran, bagaimana petugas kesehatan mencabut besi itu dan meninggalkan luka besar yang menganga pada telapak tangan Perth.

Harusnya dia menyeret saja Perth ke rumah sakit, namun karena kebetulan di situ ada team medis yang bertugas (K3) jadinya Perth di beri pertolongan pertama di lokasi yang kemudian beristirahat di ruang kesehatan.

Masih jelas juga teringat bagaimana akhirnya dia dan Perth bisa menyampaikan apa yang tertanam dalam kepala dan hati beberapa tahun belakangan ini.

Bukannya belum move on, Chimon hanya tidak ingin membawa masa lalu dalam rencana masa depan yang sudah siap dia lewati dan jalani bersama Purim nantinya.

Lagian kenapa namanya harus move on sih ? Kan dari awal gue sama Apon emang gak ada apa-apa.

Biarkan begini saja, toh memang tidak ada apa-apa di antara dia dan Perth sebelumnya, hanya saja di balik segala hal yang terjadi mereka pernah menjadi teman baik di masa-masa remaja.

Larut dalam pikirannya tentang hari ini, tiba-tiba saja ponsel di sampingnya berdering menandakan ada sebuah panggilan yang masuk.

Abang Purim 🤍 is calling

Buru Chimon menggeser ikon hijau pada ponselnya dan terhubung dalam panggilan.

"Halooo" Sapa seseorang di ujung panggilan.

"Haloo Abang,"

"Chi udah pulang sayang ?"

"Sudah, ini baru aja sampai apart. Mau siap-siap bersih-bersih badan."

"Aduh kamu capek yah ?"

"Kenapa abang ?"

"Hari ini abang di anter Frank ke rumah sakit. Terus abang kan mau pulang ke kamu yah, boleh gak jemput abang ? Sekalian kita dinner di luar aja sayang."

"Ohh oke deh, tunggu Chimon mandi dulu yah sayang. Habis ini Chi berangkat."

"Makasih yah, Chi-nya abang."

"Ihh apaan sih gitu doang padahal. Hehhe tapi iya sama-sama Abangnya Chi, i love you."

"I love you more, byee." Dan panggilan pun terputus, Chimon dengan tenaga yang masih tersisa segera bersiap untuk mandi dan menjemput sang kekasih, untuk menghabiskan malam bersama.

🍃🍃🍃

Di sisi lain Perth sedang membungkus badannya dengan badcover, di luar suhu sedang dinging-dinginnya tapi peluh tidak berhenti menetes di wajahnya.

Jika bukan karena Pawat yang menjemputnya di lokasi proyek tadi, dia akan sendirian terus di apartemennya sekarang. Padahal semua keluarga Perth sudah ada di ibu kota tapi dia masih memilih untuk tinggal sendirian.

"Makan dulu deh," Ucap Pawat sambil meletakkan bubur dan obat-obatan di meja samping kasur.

"Nanti aja," Jawab Perth dari balik badcover yang tidak terlalu kedengaran tapi Pawat masih bisa pahami.

"Gak ada yah nanti-nanti Tanapon. Sekarang!."

Kesal karena tidak ada jawaban lagi, Pawat menyibak kasar selimut tebal itu dan mendapati Perth dengan muka yang memerah merintih serta rambut yang basah karena keringat. Segera Pawat meletakkan punggung tangannya di dahi Perth, sahabatnya itu sedang demam.

Let Me BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang