- Bunga Hyacinth Ungu -

7 4 0
                                    

" Jika memang kehadirannya dianggap sebagai pembawa sebuah harapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Jika memang kehadirannya dianggap sebagai pembawa sebuah harapan. Namun janganlah sampai terbuai oleh pesonanya. Pada kenyataanya, justru ia lah yang harus diwaspadai. Karena berharap pada sesuatu yang indah, belum tentu akan berakhir indah pula ".

Pagi itu seperti biasanya. aku bangun tidur dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

Saat membuka pintu kamar dan menuju meja makan untuk sarapan pagi, disanalah aku melihat ayahku juga memulai harinya dengan bersenandung sambil meracik berbagai bumbu dapur bersamaan dengan suasana hatinya yang selalu terlihat hangat. Entah ini adalah sebuah bentuk metamorfosa alami manusia, setelah jiwa nya benar-benar jatuh bersamaan dengan sebuah kenangan.

" Taarraa ! Bocadillo de Chistorra ala chef Eggie. " Ucapnya sambil menyajikan menu sarapan yang sangat sayang jika dilewatkan.

" Wah... menu baru lagi kah ayah ? ". Sahutku dengan mata berbinar.

" Ini adalah resep andalan ibumu nak. Cobalah. Ayah yakin kamu pasti menyukainya ".

Ini adalah roti iris yang berisi chistorra, sosis babi. Biasanya isian sandwich ini juga ditambah dengan beberapa bahan lainnya, seperti keju, bawang goreng, telur rebus dan daging ham. Setelah dimasukkan dalam roti, sandwich ini kemudian di panggang dalam oven agar roti lebih krispi.

Tak sabar, aku pun langsung menyantapnya dengan hikmat. " Ummbh.. i-ini enak sekali ayah ".

" Ahaha, pelan-pelan. nanti kamu bisa tersedak. Habiskan lalu berangkatlah ke sekolah. Sudah jam 6 lebih. Jangan sampai kamu terlambat ke sekolahnya ".

Aku hanya menjawabnya dengan mengangguk sambil tersenyum bahagia. Mulutku masih terus saja mengunyah, karena saking nikmatnya sarapan buatan ayah.

" Oh iya nenda. Jangan lupa nanti sepulang sekolah ayah akan menunggumu di perempatan jalan menuju perbatasan desa. Sepedamu bisa kamu titipkan dulu di rumah bibi Liu. Oke ? ".

" Ocky Docky Ayah ! ".

" Yasudah, ayah siap-siap dulu dan langsung berangkat ya. Kamu hati-hati dijalan. Semangat untuk hari ini. Muahh ( Kecupan hangat yang selalu tertuju di keningku ) ".

Ayah pun mulai keluar pintu dan menaiki motornya. Memang ayah harus naik motor. karena dia bekerja di pusat kota. Sedangkan jarak yang harus ditempuh cukup jauh. Jika di kalkulasi memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan. Di kota ayahku bekerja sebagai seorang admin disebuah perusahaan swasta. Sudah lama ia mendambakan pekerjaan itu. Meskipun gaji yang di dapat tidaklah banyak, namun cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup kita berdua sehari-hari.

Tak selang lama dari ayah yang berangkat bekerja. Aku pun bergegas mengambil sepeda dan mengayuhnya menuju sekolah. Di sepanjang perjalanan aku bertemu banyak sekali siswa lain yang sedang berangkat sekolah. Bahkan ada beberapa orang tua yang berangkat untuk pergi berkebun. Hawa yang sejuk di daerah pegunungan memang membuat semua orang terlihat bahagia memulai hari. Tak terkecuali aku. Setelah melewati batas desa ku. Disana aku seperti di ingatkan kembali dengan kejadian saat itu. Hamparan rumput yang hijau, di lereng bukit yang menari lembut di terpa lirih sang bayu. Aku memperlambat kaki ku yang sedari tadi mengayuh kedua pedal sepedaku. Sejenak aku memejamkan mata untuk mengingat betapa agungnya sang maha pencipta. Mahakarya yang tak akan ternilai harganya. " Pagi ini.. aku mengucap syukur telah kau beri napas lagi, dan mata yang masih dapat menyaksikan indahnya ciptaanmu ".

Tapi, sepontan semua jari tanganku menekan gagang rem. Disaat wajahku tiba-tiba diterpa hembusan angin. Dalam hitungan sepersekian detik itu, ada rasa canggung yang amat besar. Kini aku terpaku di tepian jalan sambil melihat sekitar. Benar saja, diseberang sana tepatnya dibalik pembatas jalan. Lagi-lagi pandanganku di suguhkan pada reruntuhan rumah yang sama persis dengan yang aku lihat beberapa hari yang lalu, yang hadir juga di dalam mimpiku. Namun yang lebih aneh lagi, kini di sekeliling reruntuhan rumah itu terlihat sebuah warna yang sangat mencolok. Warna yang timbul dari mekarnya puluhan kuncup hyacinth ungu. Perlahan aku menyandarkan sepedaku di sebuah pohon oak di tepi jalan. Bergegas aku pun melompati pembatas jalan dan kaki pun melesat lari menuju reruntuhan. Intuisiku kali ini mengatakan bahwa aku harus melakukan sesuatu. Langkahku terhenti tepat di depan reruntuhan rumah itu. Mataku mencoba memperhatikan sekeliling. " Tidak salah lagi, itu adalah hyacinth ungu ". Ujarku dalam hati.

Perlahan aku mendekat. Dengan masih bergumam serta berpikir. Bagaimana mungkin dalam waktu beberapa hari, pasca kebakaran. Reruntuhan rumah ini bisa dipenuhi oleh bunga hyacinth ungu ? ini bukanlah habitatnya dan yang lebih aneh saat ini sedang musim panas. Kalau pun bibitnya ditabur sebelum rumah ini terbakar, tidak mungkin dalam kurun waktu seminggu bisa tumbuh selebat ini. Angin yang menerpa wajahku tadi bukan tanpa ada maksud. Melainkan aroma semerbak bunga hyacinth ungu yang terbawa angin inilah yang seketika membuat laju sepedaku berhenti. Ini aneh... dan sangat aneh.

Lalu ada hal lain yang membuatku terperanjak dari lamunanku. Tiba-tiba, ada seekor lebah madu yang hinggap di tanganku. Setelah aku perhatikan lagi, ternyata ada beberapa lebah madu disana. Mereka sepertinya sedang asik mengumpulkan nektar dari bunga hyacinth ungu. Aku pun mengalihkan pandanganku, dan memutar badan. Namun sebelum aku benar-benar pergi, Aku mengeluarkan ponsel dan aku mengambil gambar dari penampakan bunga hyacinth ungu tadi. Setelah cukup mengamati, aku langsung pergi dan kembali mengambil sepedaku. Secepat mungkin aku mengayuhnya. Agar tidak terlambat masuk sekolah.

Pelajaran pertama saat itu ialah olahraga. Baseball mungkin banyak disukai oleh kalangan remaja sepertiku. Tapi itu tidak berlaku untukku. Rasa lelah dengan matahari pagi yang cukup terik membuatku memutuskan untuk mengambil botol minumku dan beristirahat sejenak di barisan kursi di pinggir lapangan.

Melihat semua teman-temanku bermain dengan semangatnya yang berapi-api. Hanya semakin membuatku terjatuh dalam lamunan.
Sampai akhirnya lamunanku seketika memudar. Saat sahabat Dajjal ku datang dan menekan kedua pipiku dengan botol minuman dingin.

" Oey !! Chanenda... jelek.. bangun woy. Ingat ini dunia nyata ! ". Suaranya yang nyaring memekik telingaku.

Karena geram langsung aku cengkeram saja kedua pergelangan tangannya. " Ishhh !!! ". Ucapku kesal.

" aduh, duh-duh... ampun, ampun. Iya iya aku lepas. Huuu.. dasar kamu tu ya. Tenaga udah kayak banteng gini tapi setiap olahraga Baseball kenapa raut wajahmu berubah drastis. Seperti tidak mempunyai semangat hidup saja ".

Aku pun melirik sinis ke arah geyl. " Apa yang diharapkan dari sebuah kegiatan yang pernah memberikan cidera di salah satu bagian tubuhku, Geyl ? ".

" Tapi itu kan terjadi sudah lama sekali nenda. Bukannya rasa sakitnya juga sudah sembuh. Lagian kamu sekarang sudah dewasa dan tubuhmu juga lebih kuat berkali-kali lipat ".

" Terkadang luka di fisik tidaklah seberapa. Dibanding luka yang membekas di ingatan. Andai waktu itu aku tidak menghindar, mungkin aku masih mempunyai sahabat dari aku masih berumur enam tahun ".

Dengan raut wajah nya yang memelas. Geyl langsung memelukku. " Ummhhh.. sudah-sudah, kan sekarang ada aku yang jadi sahabatmu dan selalu ada untukmu nen.. hehe ".

Ya begitulah geyl. Menyebalkan namun juga mampu membangkitkan semangatku. Dulu waktu aku masih di sekolah dasar. Aku memiliki sahabat karib. Kami kemana-mana selalu bersama. Bahkan sering dibilang anak kembar. Karena mempunyai karakter sama dan banyak kemiripan. Namun sejak kejadian dimana kami pulang sekolah dan ditengah jalan dicegat oleh segerombolan anak SMA yang sangat berandal. Kejadiaan na-as itupun terjadi. Kami di palak, tapi sahabat kecilku menarik tanganku dan mengajakku berlari sekuat tenaga untuk menghindari anak-anak SMA tadi. Disaat kami sedang bersembunyi dibalik sebuah tempat pembuangan sampah. Tanpa disangka mereka dapat menemukan kami. Kami kemudian lari lagi menuju sebuah lapangan. Disana ada beberapa anak remaja yang sedang bermain baseball. Tapi percuma saja kami meminta tolong. Anak-anak remaja tadi lebih memilih untuk pergi dan tidak ingin ikut campur. Meninggalkan bola dan sebuah tongkat pemukul yang tergeletak di tanah. Sahabatku mencoba untuk melawan para anak SMA itu. Lalu saat salah dari mereka tiba-tiba saja mengambil pemukul bola tadi dan ingin memukul ku. Untung saja aku berhasil menghindar. Namun siapa sangka jika pukulan itu malah mendarat tepat di kepala sahabatku. Ia pun seketika tergeletak ke tanah dengan darah segar yang mengucur dikepalanya. Karena takut, sekumpulan anak SMA tadi pun akhirnya melarikan diri. Aku hanya mampu menangis dengan terus berteriak " Tolong !". Sambil menaruh kepala sahabatku yang berlumuran darah itu di pangkuanku. Sungguh tragis. Hal itu yang kemudian menjadikan cidera juga di dalam benakku, tepatnya pada bagian sebuah ingatan kelam.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang